Komunitas Pembelajar

Pengurus Wilayah

Pelajar Islam Indonesia ( PII )

Sumatera Barat

Gedung Student Centre Jln.Gunung Pangilun Padang ( Depan MTsN Model Padang)

Search

Jumat, 12 Desember 2008

UCAPAN SELAMAT

Barakallohu laka wa baraka Alaika wa jam'a baina kuma fi khair

SEGENAP PENGURUS WILAYAH PELAJAR ISLAM INDONESIA
MENGUCAPKAN SELAMAT MENEMPUH HIDUP BARU KEPADA
KANDA ADEL WAHIDI, S.Ei (Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia )
DAN
YUNDA WIDIA NINGSIH, S.Ei (eks Bendahara Umum PW PII Sumbar 2005-2007)



Aldi Sanusi
Ketua Umum

Minggu, 30 November 2008

Onde mande

Sumpah saya terkejut mendengar hasil survei komnas perlindungan anak yang tadi pagi di review lagi di sctv.Survei ini menjadi bukti konkrit betapa bejatnya pelajar indonesia sekarang.Berikut ringkasan beritanya:

“Dalam survei yang digelar di 12 kota besar pada tahun 2007 silam, Komisi Nasional Perlindungan Anak alias Komnas Anak mendapatkan hasil yang mencengangkan. Dari lebih 4.500 remaja yang disurvei, 97 persen di antaranya mengaku pernah menonton film porno. Sebanyak 93,7 persen remaja sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) mengaku pernah berciuman serta happy petting alias bercumbu berat. Yang lebih menyeramkan lagi, 62,7 persen remaja SMP mengaku sudah tidak perawan lagi. Bahkan, 21,2 persen remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi.”


Ada beberapa hal yang saya catat paska menonton berita tersebut.Pertama,hal ini membuktikan bahwa kurangnya perhatian dan pendidikan dari orang tua sebagian besar menyebabkan peristiwa di atas.Sering orang tua tidak memperhatikan segala tingkah laku anaknya dan anaktidak merasakan kepuasan dan kasih sayang dari orang tua menyebabkan anak mencari jalan alternatif lain untuk mencari kasih sayang.Ketika jalan yang mereka temukan malah pada akhirnya bukan jalan yang baik namun jalan yang membuat mereka jauh dari norma2 sehingga perbuatan diatas terjadi.
kedua,Bagi saya tidak sepenuhnya orang tua dapat disalahkan,efek Fullday school yang membuat anak lebih sering di sekolah dan bergaul dengan teman2nya yang sama2 dalam pencarian jati diri dan sangat ingin untuk coba2 juga berperan dalam terjadinya hal2 diatas.Ditambah lagi dengan kurangnya perhatian dari guru sehingga menambah rasa jenuh mereka dalam belajar formal dan memilih kegiatan yang tidak positif.

ketiga,kontrol pemerintah terhadap media juga ikut andil dalam proses terjadinya hal2 yang tidak diinginkan.Media sekarang yang terlalu mengekspos kegiatan2 yang sangat jauh dari norma timur yang dianut indonesia.Kegiatan berbau pornografi sekarang ini malah terlalu banyak ditemui di media,Meskipun tujuaan awalnya baik sebagai pendidikan seks malah diputarbalikkan sebagai ajang uji coba ilmu bagi pelajar.

keempat,Kurangnya pendidikan agama,semestinya dalam menghadapi arus globalisasi yang diboncengi dengan nilai2 western harus di back up dengan menambah pendidikan agama dan prakteknya di sekolah,namun kenyataan dilapangan sekolah cuma mengalokasikan 2 jam pelajaran untuk agama.hal ini tentu saja membuat para pelajar sangat jauh dari agama yang secara jelas agama telah membuktikan perannya dalam memback up diri seseorang dari pengaruh negatif

seharusnya dengan adanya berita ini membuat kita lebih berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera bukan hanya dalam masalah keuangan namun juga akhlak dan tingkah laku,tapi entahlah.............




Zamzami Shaleh

innalillahi

Segenap pengurus wilayah pelajar islam Indonesia Wilayah sumatera barat turut berduka cita atas meninggalnya ayahanda dari saudari kita Maryeni Auliyati (eks PW PII Sumabar)26 November 2008 di palembayan KAb.Agam.
Semoga segala amal ibadah beliau diterima oleh Allah SWT


Aldi Sanusi
Ketum

Kamis, 13 November 2008

Batasi Iklan rokok

Kebijakkan Peta Jalan Industri Hasil Tembakau dan Kebijakkan Cukai 2007 – 2020 yang salah satu isinya adalah untuk terus meningkatkan produksi rokok dari 240 miliar batang pertahun menjadi 270 miliar batang pertahun. Kebijakan tersebut akan sangat berpengaruh akan pemakaian rokok di Indonesia. Dengan meningkatnya produksi rokok pasti akan berbanding lurus dengan banyaknya rakyat Indonesia yang akan merokok.



Sebagaian besar para perokok di Indonesia adalah kalang pemuda dan pelajar (baik di tingkat SMP ataupun di tingkat SMU, dan seringkali kita temuin juga anak-anak SD juga sudah merokok). Berdasarkan survei sensus nasional tahun 2004 jumlah perokok di usia 19 tahun meningkat menjadi 78,2% dari 68,8 % pada tahun 2001 sedangkan umur 5-9 tahun meningkat menjadi 144 % dari tahun 2001 s.d 2004 (siaran press KOMNAS Perlingdungan Anak).



Begitu juga dengan survei yang dilakukan di beberapa SMP di Jakarta, setiap siswa disekolah mulai mengenal bahkan mencoba merokok dengan presentase 40 % sebagai perokok aktif yang terdiri atas 35 % pelajar putra dan 5 % pelajar putri. Survei ini berdasarkan hasil dari angket Yayasan Jantung Indonesia. Dan juga diketahui 77 % pelajar merokok karena ditawarin oleh teman.



Meningkatnya jumlah perokok dikalangan pelajar, salah satu sebabnya adalah gencarnya produsen rokok untuk mengiklankan, mempromosikan produknya dan juga menjadi sponsor utama untuk kegiatan-kegiatan yang melibatkan pelajar dalam jumlah yang banyak, dari konser musik, olahraga hingga kegiatan-kegiatan keilmuan, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi pelajar, apalagi ada stigma bagi pelajar yang tidak merokok dianggap pelajar yang masih kecil dan pengecut, sehingga dalam pergaulan seringkali dijauhi oleh temen-temannya.



Sangat perlu kita cemaskan adalah bahwa merokok adalah awal masuknya pelajar ke dalam lingkaran setan narkotika, Karena berdasarkan survei bahwa pemakai narkotika diawalin dengan kebiasaan merokok setalah itu mulai mereka mencoba-coba narkotika dan dampak yang paling buruk adalah dapat saja mereka terkena virus HIV AIDS yang ditularkan oleh jarum suntik pemakai narkoba.



Melihat kondisi ini, Pengurus Besar (PB) Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Pengurus Wilayah PII Sumatera Barat sebagai organisasi pelajar yang konsen akan nasib pelajar, dengan ini menyerukan kepada :
1. Pemerintah pusat untuk membatasi iklan, sponsor dan promosi produk rokok baik di media massa maupun elektronik serta juga di ruangan publik.
2. Kepeda Pemerintah Daerah yang telah mempunyai Perda Larangan Merokok di Muka Umum, kami menyerukan untuk melaksanakannya dengan konsekuen tidak hanya di tataran kebijakkan, karena kami melihat Perda ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, masih banyak para perokok yang bebas merokok di ruang publik

Sabtu, 25 Oktober 2008

Tulisan Zamzami Shaleh

Memaknai prinsip perjuangan islam dalam Surat al-Mudatstsir 1-7
(Sebuah mini introspeksi terhadap gerakan PII)


Hai orang yang berselimut.(1) Bangunlah lalu berikanlah peringatan (2) dan Tuhanmu agungkanlah (3) dan Pakaianmu bersihkanlah (4) dan perbuatan dosa maka tinggalkanlah (5) dan janganlah kamu memberi dengan maksud untuk menerima balasan yang banyak (6) Dan untuk tuhanmu bersabarlah (7)
{Q.S.Al-Mudatstsir :1-7}

Ayat diatas telah diturunkan kepada Nabi Muhammad saw kira2 14 abad yang silam dimana kisahnya waktu turunnya ayat tersebut adalah Nabi Muhammad yang telah lama tidak kedatangan malaikat Jibril paska wahyu pertama di gua hira’, tiba-tiba ketakutan ketika melihat ke langit terlihat sosok Jibril dalam versi yang berbeda dari kedatangan nya pada wahyu pertama maka Nabi pun lari ke rumah dan menyelimuti diri,maka ketika itu pun Jibril membisikkan wahyu diatas kepada Nabi sehingga paska kejadian itu lah muncul kekuatan pada diri Nabi untuk menjalankan tugasnya.Ketakutan Nabi Muhammad waktu itu sesungguhnya bukan karena takut dengan kedatangan Jibril dengan bentuk yang agak berbeda tapi Nabi telah merasakan bahwa tugas yang diembannya sangat lah berat.
Tugas profetik yang dibawa Nabi pun akhirnya terlaksana sehingga ajaran islam pun berkembang di muka bumi.Namun dewasa ini terjadi semacam dekadensi atau penurunan dalam islam,baik dibidang pemeluknya ataupun dalam bidang desakralisasi ajarannya oleh pemeluknya sendiri.Kejahatan serta amoralisasi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat semakin menjadi-jadi.Terutama di kalangan masyarakat pelajar.Saat ini pelajar seakan dijauhkan dari yang namanya islam,sehingga karena kekeringan ajaran agama dalam diri pelajar membuat pelajar -yang dalam proses pencarian jati diri tersebut- terombang-ambing dalam kesesatan.
Pelajar Islam Indonesia ( PII ) dewasa ini sangat menyadari betul kondisi yang terjadi dalam masyarakat khususnya masyarakat pelajar yang merupakan lahan garapan dakwahnya PII.Islam sebagai inti perjuangan PII membuat PII diharuskan bertanggung jawab dalam menangani masalah yang dialamai oleh masyarakat pelajar ini.Kader PII yang merupakan kader profetik yang akan menjalankan misi profetiknya tentunya memiliki peran penting dalam proses perubahan dalam masyarakat pelajar.Namun akhir-akhir ini terjadi semacam penurunan gerakan di dalam tubuh PII sendiri.Tidak tahu pasti apa sebabnya namun yang pasti PII harus menemukan kembali Ghirahnya untuk memperjuangkan tujuannya dan kembali ke koridornya sebagai agen perubahan.
Kembali kepada ayat diatas yang telah menguatkan Nabi dalam perjuangannya,penulis melihat beberapa prinsip gerakan di ayat tersebut yang insya allah dapat dipertimbangkan oleh kader PII semua dalam menemukan kembali ghirah perjuangannya.Prinsip-psrinsip tersebut adalah :
Bergerak di mulai sekarang tanpa harus menunggu-nunggu apa pun yang akan terjadi ( Bangun dan berilah peringatan )

Kebanyakan kesalahan dalam pergerakan PII sekarang adalah kurang tanggap terhadap isu yang berkembang.Tanggapan ini tentunya berupa gerakan konkrit.Intelegensi kader dalam melakukan pembacaan terhadap kondisi di wilayahnya akan sangat menentukan pergerakan PII itu sendiri.
Dengan Pembacaan-pembacaan yang dilakukan maka harus ditanggapi segera dengan berbagai tindakan yang tentunya relevan dengan kondisi dan situasi.Segera bertindak dalam menanggapi hasil analisis dari pembacaaan akan sangat berpengaruh terhadap gerakan PII.Jangan lalai dan lengah dalam menanggapi secuil apapun perobahan yang terjadi dan selalu tanggap terhadap perobahan.

Melakukan gerakan dengan niat tulus ikhlas untuk meninggikan kalimat ulya (dan Tuhanmu agungkanlah)

Bagi penulis sekarang ini sering di PII terjadi perubahan niat yang tampaknya kecil namun berefek besar sehingga secara tidak langsung menurunkan gerakan PII itu sendiri.Sering kita di PII ini hanya memperjuangkan PII sebagai organisatoris namun melupakan islam sebagai inti perjuangan,Hal ini kelihatan ketika seorang kader melakukan pelanggaran terhadap ajaran islam itu dianggap biasa namun ketika merusak nama PII baru dianggap kelewatan.Sebuah organisasi islam sering kali melakukan kesalahan dengan lebih meninggikan nama organisasinya ketimbang islamnya sehingga memudarkan pergerakannya.maka bagi PII kembali memaknai islam sebagai inti perjuangannya dan mengimplementasikannya adahal sebuah hal yang sangat penting saat ini untuk dilaksanakan.

Membersihkan kembali setiap sesuatu yang berkaitan erat dengan gerakan PII baik citra diri kader maupun PII sebagai organisasi sendiri. ( dan Pakaianmu bersihkanlah)

Kesalahan kedua terbesar yang terjadi di PII adalah rendahnya citra diri kader yang ada.Banyaknya kader PII (sebagai oknum) yang melakukan pelanggaran terhadap norma dan nilai yang ada baik sebagai pelajar maupun sebagai masyarakat.Sebagai contoh;ketika PII bicara tentang haramnya pacaran namun ternyata dimasyarakat pelajar telah mengenal bahwa seorang kader PII ternyata Pacaran,maka meskipun sebagai oknum namun itu akan membawa terhadap rusaknya nama PII.
Memang di PII kita memahami kemajemukan kita,kita paham dengan kondisi kader apapun itu dan berharap akan ada peru bahan terhadap diri kader tersebut.Namun terkadang kita harus juga tegas atau kalau perlu mengeksekusi kader yang nyata-nyata melakukan pelanggaran berat,karena kalau dibiarkan akan menurunkan nilai dari gerakan PII itu sendiri

Teliti dan cekatan dalam melakukan pembacaan perubahan (dan perbuatan dosa maka tinggalkanlah)

Sebuah ketelitian dan cekatan dalam melakukan pembacaan terhadap perubahan akan sangat menjadikan PII sebagai sebuah organisasi yang berarti.Memilah-milah serta Meninggalkan kerja dan isu yang tidak perlu sangatlah penting,sehingga hal demikian akan membuat kita fokus dalam melakukan pergerakan.
Fokus juga menjadi hal yang sangat penting dalam melakukan pergerakan,seringkali pembacaan kita terhadap peluang yang tidak jelas sehingga kita tidak fokus dalam menanggapi peluang tersebut.

Ikhlas dalam berjuang (dan janganlah kamu memberi dengan maksud untuk menerima balasan yang banyak)

Ikhlas adalah ruh perjuangan,tanpa adanya keikhlasan dalam diri kader mustahil PII akan dapat mencapai tujuannya,malah yang ada hanyalah kehancuran PII.Keikhlasan ini terimplementasikan dalam setiap bentuk perbuatan dan tindakan yang dilakukan dalam setiap gerakan.
Namun sering terjadi sekarang adalah ketika kader Memanfaatkan PII untuk kepentingan pribadinya sendiri.Sehingga ini mengindikasikan pudarnya keikhlasan sebagai ruh perjuangan PII.
Maka untuk mengembalikan gerakan PII ke koridornya kembali,kita mesti kembali meikhlaskan diri kita untuk perjuangan.Yakinlah bahwa perjuangan yang ikhlas karena Allah pasti akan dibalasi oleh Allah

Sabar dalam perjuangan (Dan untuk tuhanmu bersabarlah)

Sabar tentunya mesti ada dalam diri setiap kader,karena dalam perjuangan selalu akan datang saat-saat dimana kita harus berkorban hal pribadi yang besar dan itu perlu kesabaran yang cukup,tapi ingatlah Allah selalu menyertai orang yang sabar terhadapNYA.

Semua hal diatas kembali kepada diri kader,sebagai penerus cita-cita profetik kader tentunya harus kembali memahami sebuah nilai dari pergerakan dan sebagai kader diperlukan bekal dan kesiapan yang mutlak adanya.Dalam rangka mewujudkan cita-cita PII izzul islam wal muslimin

Sikap

PERNYATAAN SIKAP PENGURUS WILAYAH
PELAJAR ISLAM INDONESIA
SUMATERA BARAT


Pelajar adalah aset bangsa, yang memiliki posisi strategis. Pelajar menjadi tumpuan bagi pembangunan bangsa ini di masa mendatang. Segenap harapan bagi kehidupan yang lebih baik tertumpu pada pundak pelajar hari ini, oleh karenanya pembinaan yang baik dan berkelanjutan menjadi sangat penting, agar pelajar dapat menjalankan peran dan fungsinya tersebut.
Namun apa hendak dikata, lingkungan pelajar hari ini telah banyak dirusak oleh nilai-nilai yang tidak mendukung pembinaan dan perkembangan pelajar dalam mengoptimalkan peran dan fungsinya. Materi pornografi sangat mudah di akses oleh pelajar, baik melalui media massa maupun media elektronik serta sumber-sumber lainnya.
Oleh karenanya dibutuhkan suatu sistem hukum yang dapat mengatur itu semua agar pembinaan terhadap pelajar tidak dirusak oleh nilai-nilai yang tidak kooperatif dengan perkembangan pelajar.
Insyaf dan sadar akan tanggung jawab pelajar, maka kami Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia Sumatera Barat ( PW PII SUMBAR ) yang concern terhadap pembinaan pelajar muslim dengan ini menyatakan sikap :
1. Mendukung sepenuhnya I’tikad baik pemerintah dalam melahirkan produk hukum berupa UU Pornografi. Mudah-mudahan ini menjadi salah satu benteng perusakan moral masyarakat bangsa ini khususnya para pelajar.
2. Mengecam dan mengutuk setiap perseorangan dan atau korporasi dan atau gabungan korporasi yang melakukan dan atau menyetujui adanya tindakan dan atau perkataan yang mengandung nilai pornografi.
3. Bersedia bekerjasama dengan setiap elemen bangsa dalam memberantas setiap nilai-nilai yang merusak moral masyarakat, khususnya pelajar.
4. Menghimbau segenap elemen bangsa khususnya pelajar untuk senantiasa membentengi diri dari segala bentuk tata nilai yang merusak moral terlebih lagi yang berbau mesum.
Demikianlah pernyataan ini kami buat, semoga setiap perjuangan dalam kebaikan menuai ridha dari Allah SWT.

Padang, 22 Syawal 1429 H
21 Oktober 2008 M

PENGURUS WILAYAH
PELAJAR ISLAM INDONESIA (PII)
SUMATERA BARAT
PERIODE 2007-2009 M



ALDI SANUSI
Ketua Umum



RENGGA SATRIA
Sekretaris

Selasa, 21 Oktober 2008

Pornografi

Menteri Negara Pem ber dayaan Perempuan Meutia Hatta mengajak semua pihak untuk menyelamatkan moral anak-anak bangsa agar tak terjerumus dalam pengaruh bu ruk pornografi dan pornoaksi. ‘’Kita tidak boleh membuat anak-anak kita tak bermoral,'' tegas Meutia dalam Ha lal bi halal dan Diskusi Strategis Ja ringan Pendukung Bahaya Por nografi di Jakarta, Kamis (16/10).

Sejumlah ormas keagamaan dan kewanitaan hadir dalam acara tersebut, antara lain KPI, Renakta Polri, KPAI, Kowani, Masyarakat Tolak Por nografi, LSM Jangan Bugil Depan Kamera, Aliansi Selamatkan Anak Indo nesia (ASA), dan Forum Umat Islam.Lebih lanjut Meutia Hatta me egaskan bahwa RUU Pornografi adalah da lam upaya menyelamatkan moral bangsa tersebut. Karenanya, kata Men teri, perlu didukung semua pihak. ''RUU itu juga membuat tatanan ma syarakat yang baik, berahlak mulia dan supaya tak termakan hal-hal bu ruk pornografi. Apa kah kita ingin me lihat generasi muda kita rusak? Kan tidak,'' papar Meutia.

Diceritakan Meutia, bahwa ia se ring berkunjung ke Lembaga Pemasyara kat an Anak dan banyak menemui anak usia delapan hingga 12 tahun ditahan dalam Lapas tersebut karena kasus pen cabulan. ''Ini sudah sangat memprihatinkan,'' katanya.

Pada kesempatan itu, Fera Ariefah, dari ASA menegaskan bahwa selama ini telah terjadi pemelintiran pemberi taan dimedia massa terkait RUU Pornografi. ''MUI Bali, HTI bahkan Ibu Menteri Meutia Hatta dipelintir oleh me dia, dikatakan bahwa mereka menolak RUU Pornografi ini. Setelah kami cek, ternyata mereka mengaku tidak demikian dan pernyataan-pernyataan mereka telah dipelintir, bahkan wartawan yang bersang kutan ternyata tidak pernah melakukan wawancara terhadap mereka,'' tegas Fera.

Pada kesempatan terpisah di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sejum lah organisasi yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Peduli Moral Bangsa, menyatakan mendukung segera disahkannya RUU Pornografi. ‘’Por no grafi berpengaruh negatif pada gene rasi muda,’‘ ujar Nur Amelia Kahar, koordinator aliansi yang beranggotakan Pelajar Islam Indonesia, HMI MPO, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Lembaga Dakwah Kam pus Institut Pertanian Bogor, Forum Indonesia Muda, Kohati MPO, SALAM Universitas Indonesia, GPI Putri, Rumah Belajar, Brigade PII, Korpus PII Wati, serta Aliansi Pemuda Sela matkan Bangsa.

Ia mengutip data dari survei Yayasan Kita dan Buah Hati tahun 2005 me nun jukkan bahwa lebih dari 80 persen anak usia 9-12 tahun di Jadebotabek te lah mengakses materi pornografi. Ia me rinci data perolehan materi por nografi itu: 25 persen melalui telepon genggam, 20 persen dari situs porno in ternet, 12 persen dari majalah, 12 persen dari film/VCD/DVD. ‘’Sementa ra remaja usia 19-24 tahun hampir 97 persen pernah mengakses situs porno,'' papar Amelia. Ia mengutip laporan BBC dan CNN tahun 2001 yang me nyebut Indonesia dan Rusia merupa kan pemasok terbesar materi porno grafi anak.

Bertujuan mulia Sementara itu, Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah me minta rancangan Undang Un dang (RUU) Pornografi yang tengah digodok di DPR diminta untuk diperbaiki lagi agar tidak me nimbulkan kesan bias. ‘’RUU ini sebaiknya segera dituntaskan agar tidak menjadi masalah yang berlarut-larut,’‘ ujar Ketua Umum PP NA, Evi Sofia usai diterima Wakil Presiden Jusuf Kalla, kemarin (16/10). Inayati menyadari RUU ini mempunyai tujuan yang mulia untuk melindungi masyarakat dari bahaya pornografi. ''Tapi kita lihat draftnya perlu diperjelas lagi sehingga tidak bias,'' ujarnya.

Evi mencontohkan pengertian pornografi yang menurutnya perlu dipertajam agar tidak mengandung makna ganda. Ia jugameminta kejelasan mengenai korban pornografi yang bisa disa lahartikan sehingga dapat diskri minalisasi. Lalu ada pula pa sal-pasal pengecualian yang di mintanya diperjelas. ''Masih ada beberapa pasal yang mem buka peluang perdebatan,'' se butnya. Pengurus PP NA beraudiensi dengan Wapres untuk melaporkan rencana Muktamar XI di Makassar 18-21 November 2008. Pada audiensi itu, Wapres meminta NA untuk ikut berkontribusi terhadap penyelesaian RUU ini.

Evi menyadari masyarakat kini terpecah antara yang mendukung dan menentangnya. Ia meminta agar kalangan yang menolak RUU ini untuk menuangkan pikiran-pikirannya dalam bentuk tertulis. Bahkan bila perlu ia menyarankan agar penolak RUU ini membuat RUU Pornografi menurut versinya masing-masing. ''Jangan asal menolak, sehingga masyarakat tidak hanya melihat konflik diluarnya tapi tidak pada substansinya,''imbuhnya.

Sabtu, 18 Oktober 2008

Peringatan Hari anti kemiskinan

Permasalah kemiskinan indonesia bukanlah persoalan pribadi yang terjadi di masyarakat. kARENA YNAG MENGALAMINYA TIDAK HANYA 1 ORANG ATUA SEBAGIAN KECIL MASYARAKAT INDONESIA.Berdasarkan suevey sosial ekonomi BPS tahun 2007 terdapat 37,2 juta penduduk indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan tidak hanya terjadi di wilayah tertentu saja tapi terserbar di seluruh wilayah indonesiam dan tidak hanya ada pada usia tua, tapi menurut BPS setiap usia hidup dibawah garis kemiskinan.Sehingga dapat kita simpulkan bahwa kemiskinan telah menjadi persoalan bangsa ini.
Tentunya penyebab kemiskinan ini tidak bisa serta merta ditimpakan kepada salah satu pihak saja.Maka sudah menjadi sebuah kewajiban bagi kita untuk ambil peran dalam proses pengentasan kemiskinan.Termasuk kita, pelajar.
Pada perjalanannya kemiskinan juga menjadi penyebab kebodohan di negeri ini.Kenapa ini terjadi ?Karena untuk mendapatkan pemdidikan dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun hari ini kita patut bersyukur, secara kuantitas 97,4% penduduk indonesia telah dapat menjalani pendidikan dasar,walaupun masih dasar.
secara kuantitas memang begitu, tapi bagaimana kualitasnya?
agaknya tidaklah salah jika kita meragukan kualitas tersebut.Dapat kita lihat permasalahan fasilitas pendidikan yang belum menunjang dan tidak merata serta permasalahan tenaga pendidik dan lain sebagainya.
Kedua masalah tersebut bukanlah kesalahan salah satu pihak saja. sudah tentu dibutuhkan kepedulian dan kontribusi semua pihak utnk terlibat dalam penyelesaian masalah ini.Termasuk pelajar sebagai elemen bangsa ini..
lalu dari mana kita mulai ?
tentunya ini dimulai dari suatu kepedulian terhadap permasalah ini.
Untuk itu dibutuhkan suatu gerakan pelajar peduli pendidikan dan kemiskinan.
(Aldi Sanusi )

Senin, 13 Oktober 2008

Ibu kenapa enkau Menangis...?

Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya kepada ibunya. “Ibu, mengapa Ibu menangis?”. Ibunya menjawab, “Sebab, Ibu adalah seorang wanita, Nak”. “Aku tak mengerti” kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya erat. “Nak, kamu memang tak akan pernah mengerti….”

Kemudian, anak itu bertanya pada ayahnya. “Ayah, mengapa Ibu menangis? Sepertinya Ibu menangis tanpa ada sebab yang jelas? “Sang ayah menjawab, “Semua wanita memang menangis tanpa ada alasan”. Hanya itu jawaban yang bisa diberikan ayahnya. Lama kemudian, si anak itu tumbuh menjadi remaja dan tetap bertanya-tanya, mengapa wanita menangis.

Pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan.”Ya Allah, mengapa wanita mudah sekali menangis?”Dalam mimpinya, Tuhan menjawab,”Saat Kuciptakan wanita, Aku membuatnya menjadi sangat utama. Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya, walaupun juga, bahu itu harus cukup nyaman danlembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.

Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan, dan mengeluarkan bayi dari rahimnya, walau, seringkali pula, ia kerap berulangkali menerima cerca dari anaknya itu.

Kuberikan keperkasaan, yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah, saat semua orang sudah putus asa.

Pada wanita, Kuberikan kesabaran, untuk merawat keluarganya, walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.

Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang, untuk mencintai semua anaknya, dalam kondisi apapun, dan dalam situasi apapun. Walau, tak jarang anak-anaknya itu melukai perasaannya, melukai hatinya. Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang terkantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.

Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa-masa sulit, dan menjadi pelindung baginya. Sebab, bukankah tulang rusuklah yang melindungi setiap hati dan
jantung agar tak terkoyak? Kuberikan kepadanya kebijaksanaan, dan kemampuan untuk memberikan pengertian dan menyadarkan, bahwa suami yang baik adalah yang tak pernah melukai istrinya. Walau, seringkali pula, kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang
diberikan kepada suami, agar tetap berdiri, sejajar, saling melengkapi, dan saling menyayangi.

Dan, akhirnya, Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkan perasaannya. Inilah yang khusus Kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan kapanpun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya, air mata ini adalah air mata kehidupan”.

Maka, dekatkanlah diri kita pada sang Ibu kalau beliau masih hidup.

Innalillah...

Innalillahi wa innailahi rajiun
Telah berpulang ke rahmatullah Siska Anjelina
Eks Korda PII WATI Payakumbuh periode 2004-2005
dan eks Wakil Bendahara Umum PW PII Sumbar 2006-2007
Pada hari sabtu 10 Oktober 2008 di Payakumbuh

Segenap Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia Sumbar dan kader PII Sumbar Turut berduka Cita atas musibah ini.

Selasa, 30 September 2008

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H

Assalamualaikum Wr Wb

Segenap Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia Sumatera Barat Periode 2007-2009 Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H. Taqabbalallahu Minna wa Mingkum. Semoga kita senantiasa berada pada mata rantai pencapaian Izzul Islam Wal Muslim.
Wassalamualiakum Wr Wb

Aldi Sanusi
Ketua Umum

Minggu, 31 Agustus 2008

anggaran pendidikan

Kepentingan Penguasa atau Kepentingan Rakyat.

Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen sudah mengamanahkan dengan secara tegas bahwa untuk anggaran pendidikkan haruslah 20 % dari APBN dan APBD, tetapi kenyataannya lebih dari 5 tahun amanah tersebut tidak dijalankan oleh pemerintah, dengan alasan bahwa anggaran yang ada tidak mencukupi untuk memenuhi amanah konstitusi.

Melalui perjuangan yang panjang dalam aspek hukum, yaitu dengan melakukan yudisial review terhadap UU APBN dari tahun 2005 s.d 2008, maka akhirnya Makhkamah Konstitusi –sebagai pengawal tegaknya konstitusi – mengabulkan tuntutan PGRI untuk memerintahkan pemerintah memenuhi anggaran pendidikkan sebesar 20 %. Dan itupun ada cacatannya, yaitu gaji tenaga pendidik dan staf administrasi yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) termasuk dalam anggaran 20 %, selama gaji guru dan staf administrasi ini masuk dalam anggaran rutin pegawai negeri. Sungguh ironis.

Pemenuhan anggaran pendidikkan 20 % akhirnya disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia, dalam penyampaian nota keuangan RAPBN 2009 tanggal 16 Agustus 2008 di dalam sidang paripurna DPR RI, dimana Presiden menyampaikan bahwa pemerintah berkomitmen untuk mematuhi amanah konstitusi dalam hal anggaran pendidikkan yaitu sebesar 20 % walaupun ditengah kondisi krisis harga minyak dan pangan dunia.

Sebagai lembaga yang peduli dan bergerak dalam bidang pendidikkan di Indonesia, Pelajar Islam Indoensia (PII) sangat menyambut baik apa yang disampaikan oleh Presiden terhadap komitmen anggaran pendidikkan, yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, dimana bila kita bandingkan dengan negara-negara di ASEAN saja, bangsa ini sangat kalah jauh.

Peningkatkan kualitas pendidikkan tidak hanya dalam segi fisik belaka, walaupun kita ketahui bahwa masih banyak, bangunan sekolah yang ambruk atau rusak diakibatkan kurangnya dana buat perbaikan, tetapi juga harus digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru sebagai aktor utama dalam proses pendidikkan, lagu umar bakrie mungkin tidak akan lagi kita dengar karena para guru sudah sejahtera serta memiliki kompentesi yang sesuai dengan ilmu mereka buat menciptkan anak bangsa yang cerdas-cerdas.

Dengan anggaran 20 % maka diharapkan akan benar-benar bermanfaat bagi rakyat Indonesia, tetapi disamping itu juga timbul rasa pesimis akan termanfaatkan anggaran pendidikkan sesuai dengan kebutuhan dalam peningkatkan Sumber daya manusia Indonesia. Dengan jumlah sebesar RP. 224 triliun suatu dana yang sangat besar apakah tidak akan diselewengkan?

Rasa pesimis itu timbul bukan tanpa alasan, hal ini dikarenakan :

1. Dekatnya waktu Pemilu dan Pilpres, anggaran yang besar ini dapat saja dijadikan lumbung untuk mengisi pundi-pundi penguasa, baik untuk kepentingan partai politik penguasa ataupun untuk penguasa sendiri.
2. Dua Departemen yang mengelolah anggaran Pendidikkan, yaitu Departemen Pendidikkan Nasional dan Departemen Agama, dalam catatam ICW dan TI merupakan Departemen yang memiliki tingkat korupsi yang tinggi.

Dengan alasan inilah maka perlunya suatu sistem yang handal dan terpadu yang dilakukan oleh semua pihak baik lembaga pemeriksa pemerintah, LSM ataupun organisasi-organisasi yang peduli dengan pendidikkan untuk dapat mengawasi dan menjaga bahwa anggaran pendidikkan benar-benar untuk kepentingan rakyat Indonesia, bukan untuk kepentingan penguasa atau partai politik. Hal ini juga sesuai dengan pesan Presiden bapak Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengawasi penggunaan anggaran pendidikkan agar tidak di korupsi atau dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Oleh karena itu Pengurus Besar (PB) Pelajar Islam Indonesia (PII) akan memberikan konsentrasi penuh untuk mengawasi penggunaan anggaran pendidikkan agar tepat sasaran sehingga pemenuhan pelayanan pendidikkan akan benar-benar dirasakan oleh rakyat Indonesia, sehingga kejayaan bangsa Indonesia dalam dunia pendidikkan akan kembali.

(Zakaria : Ketua Bidang Pembinaan Masyarakat Pelajar)

Selasa, 26 Agustus 2008

marhaban ya ramadhan

Senin, 11 Agustus 2008

kedudukan tauhid

Penulis: Al-Ustadz Abdurrahman Abu Usamah bin Rawiyah an Nawawi Aqidah, 23 Juli 2003, 07:45:27 Dakwah merupakan ibadah yang agung. Sayangnya, dakwah telah banyak disalahgunakan untuk membungkus kampanye politik dalam rangka mencari pengikut, merekrut simpatisan dan kader partai, atau sekedar mencari dunia. Di sisi lain, ada da’i yang mengkhususkan pada persoalan-persoalan politik hingga melupakan hal-hal mendasar dalam Islam. Lalu bagaimanakah sesungguhnya dakwah Rasulullah itu? Terlalu banyak seruan atau ‘dakwah’ ilallah (menuju Allah) yang kita jumpai di sekeliling kita. Masyarakat pun dengan mudahnya mengatakan bahwa ‘dakwah itu semuanya sama’. Benarkah? Lalu manakah seruan yang benar yang akan mendekatkan kepada Allah? Beragamnya seruan itu sendiri telah menjadi sunnatullah. Telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari shahabat Abdullah bin Mas’ud, bahwasanya Abdullah bin Mas’ud bercerita di mana Rasulullah membuat satu garis lurus dan mengatakan: “Ini adalah jalan Allah yang lurus.” Lalu beliau membuat garis-garis yang banyak dari arah kanan dan arah kiri dan beliau mengatakan: “Ini adalah jalan-jalan dan tidak ada satupun dari jalan tersebut melainkan syaitan menyeru di atasnya.” Kemudian beliau membacakan firman Allah: “Dan ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka tempuhlah ia dan jangan kalian menempuh jalan yang banyak tersebut yang pada akhirnya akan memecah diri-diri kalian dari jalan-Nya.” As Sa’dy menjelaskan apa yang dimaksud dengan jalan yang lurus tersebut di dalam kitab tafsirnya: “Adalah jalan yang sangat jelas yang akan menyampaikan kita kepada Allah dan kepada surga-Nya. Jalan yang lurus itu adalah mengenal yang hak dan mengamalkannya.” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam juga telah menjelaskan akan munculnya para da’i yang menyeru di atas jurang neraka. Dalam hadits Hudzaifah bin Yaman yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Hudzaifah mengatakan: “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan dan aku bertanya kepada beliau tentang kejelekan yang khawatir akan menimpaku. Lalu aku berkata: “Ya Rasulullah, tatkala kami berada dalam kehidupan jahiliyah Allah mendatangkan kebaikan ini (Islam). Apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan? Rasulullah menjawab: “Ya.” Aku berkata lagi: “Apakah setelah kejelekan ini ada kebaikan?” Rasulullah menjawab: “ Ya, akan tetapi ada asapnya.” Aku mengatakan: “Apakah asapnya wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Kaum yang mengambil petunjuk selain petunjukku kamu kenal dan kamu ingkari.” Aku berkata: “Apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan?” Rasulullah menjawab: “Ya, yaitu para da’i yang berada di pintu neraka dan barangsiapa yang memenuhi seruannya, maka akan mencampakkannya ke jurang neraka tersebut.” Kedua hadits di atas menjelaskan tentang adanya sunnatullah munculnya berbagai seruan yang semuanya mengangkat panji Islam dan mengatasnamakan Islam. Akan tetapi seruan yang benar adalah satu dan jalan yang benar adalah satu dan tidak berbilang. Allah berfirman: “Tidaklah setelah kebenaran itu melainkan kesesatan.” (Yunus: 32) Hadits tadi juga menjelaskan bahwa jalan yang tidak benar itu lebih banyak daripada jalan yang benar. Demikian juga dengan da’i yang menyeru kepada kesesatan, lebih banyak dibanding dengan para penyeru kebenaran. Kedudukan Tauhid Tidak ada keraguan lagi bahwa tauhid memiliki kedudukan yang tinggi bahkan yang paling tinggi di dalam agama. Tauhid merupakan hak Allah yang paling besar atas hamba-hamba-Nya, sebagaimana dalam hadits Mu’adz bin Jabal radiyallahu 'anhu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam berkata kepadanya: “Hai Mu’adz, tahukah kamu hak Allah atas hamba-Nya dan hak hamba atas Allah? Ia menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Beliau mengatakan: “Hak Allah atas hamba-Nya adalah mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.” ( HR. Bukhari dan Muslim) 1. Tauhid merupakan dasar dibangunnya segala amalan yang ada di dalam agama ini. Rasulullah bersabda: “Islam dibangun di atas lima dasar, bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan puasa pada bulan Ramadhan.” (Shahih, HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah Ibnu Umar) 2. Tauhid merupakan perintah pertama kali yang kita temukan di dalam Al Qur’an sebagaimana lawannya (yaitu syirik) yang merupakan larangan paling besar dan pertama kali kita temukan di dalam Al Qur’an, sebagaimana firman Allah: “Hai sekalian manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa. Yang telah menjadikan bumi terhampar dan langit sebagai bangunan dan menurunkan air dari langit, lalu Allah mengeluarkan dengannya buah-buahan sebagai rizki bagi kalian. Maka janganlah kalian menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah”. (Al-Baqarah: 21-22) Dalil yang menunjukkan hal tadi dalam ayat ini adalah perintah Allah “sembahlah Rabb kalian” dan “janganlah kalian menjadikan tandingan bagi Allah”. 3. Tauhid merupakan poros dakwah seluruh para Rasul, sejak Rasul yang pertama hingga penutup para Rasul yaitu Muhammad Shallallahu 'alaihi wassallam. Allah berfirman: “Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang Rasul (yang menyeru) agar kalian menyembah Allah dan menjauhi thagut.” (An-Nahl: 36) 4. Tauhid merupakan perintah Allah yang paling besar dari semua perintah. Sementara lawannya, yaitu syirik, merupakan larangan paling besar dari semua larangan. Allah berfirman: “Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kalian jangan menyembah kecuali kepada-Nya dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (Al-Isra: 23) “Dan sembahlah oleh kalian Allah dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. ” (An-Nisa: 36) 5. Tauhid merupakan syarat masuknya seseorang ke dalam surga dan terlindungi dari neraka Allah, sebagaimana syirik merupakan sebab utama yang akan menjerumuskan seseorang ke dalam neraka dan diharamkan dari surga Allah. Allah berfirman: “Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka Allah akan mengharamkan baginya surga dan tempat kembalinya adalah neraka dan tidak ada bagi orang-orang dzalim seorang penolongpun.” (Al-Maidah: 72) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam bersabda: “Barang siapa yang mati dan dia mengetahui bahwasanya tidak ada ilah yang benar kecuali Allah, dia akan masuk ke dalam surga.” (Shahih, HR Muslim No.26 dari Utsman bin Affan) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam bersabda: “Barangsiapa yang kamu jumpai di belakang tembok ini bersaksi terhadap Lailaha illallah dan dalam keadaan yakin hatinya, maka berilah dia kabar gembira dengan surga.” (Shahih, HR Muslim No.31 dari Abu Hurairah) 6. Tauhid merupakan syarat diterimanya amal seseorang dan akan bernilai di hadapan Allah. Allah berfirman: “Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar mereka menyembah Allah dan mengikhlaskan bagi-Nya agama. ” (Al-Bayinah: 5) Tauhid Poros Dakwah Para Rasul Menggali dakwah seluruh para rasul dan sepak terjang mereka dalam memikul amanat dakwah ini, niscaya akan kita temukan keanehan di atas keanehan yang seandainya kita yang memikulnya, sunggguh kita tidak akan sanggup. Dakwah membutuhkan keikhlasan agar bisa bernilai di sisi Allah dan untuk mengikat diri kita dengan pemilik dakwah itu, yaitu Allah, serta mendapatkan segala apa yang dipersiapkan di negeri akhirat. Dakwah membutuhkan keberanian untuk tidak gentar, takut, dan lari ketika menghadapi segala tantangan. Dakwah membutuhkan kesabaran terhadap segala ujian dan tantangan di atasnya. Dakwah membutuhkan istiqamah untuk selalu bersemangat di atas dakwah meskipun kebanyakan orang tidak menerimanya. Dakwah membutuhkan iman yang kuat dan yakin terhadap pertolongan pemilik dakwah ini yaitu Allah. Dakwah membutuhkan tawakal, kelembutan, dan segala bentuk akhlak yang mulia. Allah telah menjelaskan di dalam Al Qur’an bahwa yang menjadi poros dakwah para rasul adalah seruan untuk mentauhidkan Allah sebagaimana firman Allah: “Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat itu seorang rasul (yang menyeru) agar kalian menyembah Allah dan menjauhi thagut. ” (An-Nahl: 36) Dari ayat ini Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab mengambil beberapa faidah di dalam kitabnya At Tauhid, di antaranya: Hikmah dari diutusnya seluruh para rasul, bahwa risalah itu mencakup seluruh umat, dan agama para nabi itu adalah satu. Dari semua faidah ini, sangat jelas bahwa risalah para Rasul adalah satu yaitu risalah tauhid. Tugas dan tujuan mereka adalah satu yaitu mengembalikan hak-hak Allah agar umat ini menyembah hanya kepada-Nya. Atau dengan kata lain, memerdekakan manusia dari penyembahan kepada manusia menuju penyembahan kepada Rabbnya manusia. Tauhid, Wahai Para Da’i! Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albany mengatakan dalam risalahnya Tauhid Awwalan Ya Du’atal Islam: “Melihat jeleknya situasi yang menimpa saudara kita se-Islam, maka kita mengatakan situasi yang jelek ini tidak lebih jelek dibanding dengan kejahatan situasi jahiliah dulu ketika Allah mengutus Rasulullah…” Berdasarkan hal itu, maka obatnya adalah obat yang disebarkan oleh Rasulullah di masa jahiliah. Maka dari itu, bagi setiap da’i agar tampil mengobati jeleknya pemahaman umat terhadap kalimat La ilaha illallah dan mengobati keadaan itu dengan obat tersebut. Yang demikian itu sangat jelas jika kita mencoba untuk merenungi apa yang difirmankan oleh Allah: “Sungguh telah nampak bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagi siapa yang mengharapkan Allah dan hari akhir, dan bagi orang yang mengingat Allah. ” (Al-Ahdzab: 21) Kemudian beliau (Syaikh Albany) mengatakan: “Maka Rasul kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wassallam adalah suri teladan yang baik dalam mengobati segala problem yang menimpa kaum muslimin di masa kita sekarang ini, bahkan dalam setiap waktu dan keadaan. Yang demikian itu menuntut kita agar seharusnya memulai sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam, memulai yaitu pertama kali memperbaiki akidah kaum muslimin yang sudah rusak, yang kedua ibadah mereka, dan yang ketiga akhlak. Saya bukan berarti ingin memisahkan antara yang pertama dari yang paling penting menuju yang penting kemudian yang di bawahnya lagi. Akan tetapi yang saya maksudkan adalah agar setiap orang Islam terlebih khusus da’inya untuk memberikan perhatian yang besar (terhadap akidah, red).” Kenyataan yang menimpa umat secara menyeluruh dan kaum muslimin secara khusus adalah kerusakan hubungan mereka dengan Allah. Bahkan sampai kepada puncak menyekutukan Allah dalam peribadatan dan mengangkat tandingan-tandingan bagi Allah, baik itu dalam wujud manusia atau benda-benda yang tidak bisa bergerak dan berbuat apa-apa. Penyakit ini telah mendarah daging seperti pohon yang telah menancap akarnya. Bahkan telah menjadi penyakit kanker yang setiap saat merenggut nyawa manusia. Oleh karena itu, sungguh sangat dibutuhkan obat yang tepat dan dokter yang telaten untuk mengawali perombakan akar-akar pohon tersebut dan mengobati penyakit-penyakit kanker tersebut. Ketahuilah, dokter umat ini adalah mereka-mereka yang mengikuti langkah Rasulullah dalam berdakwah yang memulai dari tauhid yang merupakan dasar bangunan Islam ini sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Dan memberikan obat yang sesuai dengan kebutuhan mereka yaitu Tauhidullah. Wahai para da’i, mulailah darimana Allah dan Rasul-Nya memulai dan persiapkan dirimu untuk menghadapi segala kemungkinan gangguan dan cobaan yang dahsyat yang terkadang harus mengalami kegagalan di tengah jalan. Mulailah wahai para da’i dari tauhidullah! Sumber Bacaan: 1. Al Qur’an 2. Kitab Tauhid-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 3. Qaulul Mufid-Muhammad Al Wushabi 4. Tauhid Awwalan Ya Du’atal Islam Syaikh Al Albany (Dikutip dari tulisan Al-Ustadz Abdurrahman Abu Usamah bin Rawiyah an Nawawi, judul asli TAUHID WAHAI PARA DAI. URL sumber http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=71) Silahkan menyalin & memperbanyak artikel ini dengan mencantumkan url sumbernya. Sumber artikel : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=153

Sabtu, 19 Juli 2008

Nasrullah Ketua PB PII

JAKARTA, Republika.com -- Muktamar Nasional ke 26 Pelajar Islam Indonesia (PII) yang digelar di Kota Pontianak, Kalimantan Barat pada tanggal 4 hingga 12 Juli 2008 berlangsung sukses. Hajatan dua tahunan PII itu berhasil menetapkan sederet keputusan penting yang akan menentukan perjalanan organisasi pelajar tersebut.

Setelah bersidang selama sepekan, Muktamar Nasional ke 26 PII menetapkan Dewan Formatur PB PII periode 2008-2010. Ketua Formatur/Umum PB PII dijabat Nashrullah. Selain itu, muktamar juga memilih empat anggota formatur yakni Muhammad Adzkia, Popi Adiyes Putra, Ahmad Jojon Novandri, dan Masdum Mustaqwa.

"Muktamar juga menetapkan hasil Musyawarah Nasional Badan Otonom Brigade PII. Ahmad Syahidin terpilih sebagai Koordinator Pusat Komandan Brigade PII," ujar Ichsan Kamil, Humas Muktamar Nasional PII dalam siaran persnya, Senin (14/7).

Selain itu, Muktamar PII pun berhasil menetapkan hasil Musyawarah Nasional Badan Otonom Korps PII Wati. Amelia terpilih sebagai ketua Koordinator Pusat Korps PII Wati.

Menurut Ichsan, salah satu keputusan yang sangat strategis dan penting yang disahkan dalam Muktamar Nasional Ke-26 itu adalah PII bertekad bulat untuk kembali pada falsafah gerakan, khittah perjuangan, dan perubahan terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, serta Garis Besar Haluan Organisasi (GBHO).

Pelopor perubahan
Ketua Umum PB PII terpilih, Nashrullah mengatakan PII harus menjadi organisasi yang dinamis yang mampu menjadi perekat perbedaan dan pelopor perubahan. "PII haruslah senantiasa bergerak dengan membangun kapasitas lembaga yang dinamis melalui proses pengkaderan, sehingga PII tidak menjadi organ yang mengalami stagnasi kader," tutur mantan Ketua Umum PW PII Jakarta periode 2004-2006 itu.

Nashrullah menambahkan, PII merupakan bagian dari mata rantai perjuangan umat Islam. Sehingga, kata dia, PII harus menjadi perekat dan pengikat dalam rantai satu kesatuan perjuangan umat di tengah perbedaan antarumat yang terjadi saat ini.

Menurutnya, secara kelembagaan PII serta seluruh kadernya harus menjadi penengah maupun problem solver terhadap perbedaan yang ada di masyarakat. "Insya Allah, dengan tekad bulat PII akan kembali tampil sebagai pelopor perubahan. Sebagai anak muda, kader PII harus menjadi agen perubahan," cetus Nashrullah.

Selain berhasil melakukan regenerasi kepemimpinan, muktamar nasional juga menghasilkan rekomendasi terkait beragam isu keislaman, kepelajaran serta keindonesiaan. Rekomendasi yang dihasilkan muktamar itu antara lain, PII menyerukan kepada segenap komponen bangsa untuk menjalankan Syariat Islam dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, dan bernegara. "PII mendesak Pemerintah RI untuk segera membubarkan Ahmadiyah dan aliran-aliran sesat lainnya yang melakukan penistaan terhadap agama Islam," tegas Nashrullah.

Selain itu, PII juga menyeru kepada seluruh umat Islam untuk selalu bersatu padu dalam bingkai ukhuwah Islamiyah dan menyelesaikan segala permasalahan umat Islam dengan musyawarah. Secara tegas PII juga mengimbau umat untuk melawan setiap upaya yang akan merusak aqidah Islamiyah.

Senin, 23 Juni 2008

Penjara Manusia

F-ree Empat Penjara Manusia
Setidaknya ada 4 penjara bagi manusia yang mengunngkungnya sehingga ia tidak dapat menuju kemajuan yaitu materi, alam, sejarah dann masyarakat, adapun penjelasan dari ke-empat hal ini adalah bersifat global bukan dengan maksud mengingkari pengaruhnya terhadap hidup dan kehidupan masusia akan tetapi ini bertujuan bahwa manusia dapat melampaui ke-empat penjara tersebut dan menuju kemajuan dan kemakmuran
Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia merupakan fenomena alam, fenomena fisis, fenomena historis dan fenomena yang diciptakan oleh lingkungan sosialnya. Oleh karena itu jika manusia hidup dalam suatu komunitas tribal maka ia pun akan menjadi masyarakat tribal, hal ini bukan karena manusia itu ingin jadi masyarakat tribal tetapi karena nilai, dan kekuatan politis, sosial, ekonomi , etnis masyarakat tribal telah membentuk mereka menjadi manusia yang memiliki gaya hidup tribal pula. Masyarakatlah yang bertanggung jawab terhadap mereka, apakah mereka akan menjadi manusia tribal atau tidak.
Begitu juga dengan masyarakat yang nomaden ( hidup berpindah-pindah ), hidup nomaden bukanlah pilihan mereka melainkan kondisi ekonomi dan sosial lah yang menuntuk mereka untuk hidup nomaden.
Begitu juga dengan para narapidanan yang berwatak keras, hal ini disebabkan oleh lingkungan penjara yang memang keras.
Tetapi mengenai kenyataan ini ada hal yang harus dipahamai bahwa manusia dalam perjalan hidupnya dapat keluar dari lingkungan seperti yang ia jumpai hari ini , Manusialah yang harus tetap hidup bukan determinisme yang pengaruhnya hanya sementara.
Pernyataan Ibnu Khaldun bahwa kehidupan setiap masyarakat didasarkan pada kondisi geografisnya mungkin benar pada zaman dahulu tetapi tidak untuk zaman sekarang. Semakin maju manusia bergerak ke arah men-jadinya maka semakin jauh dia meninggalkan penjaranya itu tetapi jika manusia hanya berpikir untuk hanya tetap bertahan maka selama itu dia hanya akan mengalami stagnasi dan tidak pernah keluar dari penjaranya itu.
Masyarakat afrika dewasa ini telah mulai keluar dari penjaranya itu, karena mereka tidak melakukan perjalanan hidupnya tahap demi tahap tetapi mereka melakukan lompatan-lompatan dalam hidupnya. Hal ini membuat teori lama yang menyatakan manusia harus melewati suatu tahap awal untuk mencapai tahap berikutnya menjadi terbantahkan dan tidak layak dipertahankan lagi (padahal ilmu mengenai masyarakat di kaji dengan teori ini ).
Pada umumnya manusia bisa keluar dari penjara itu dengan menggunakan ilmu dan teknologi. Ilmu telah dapat mengetahui rahasi-rahasia alam. Dengan menggunakan akal fikiran yang kritis manusia memanfaat ilmu untuk menciptakan teknologi. Teknologi pada dasarnya memiliki issi yang sangat fundamental yaitu membebaskan manusia dari keterpurukan penjara alam.,kendatipun teknologi dituding telah melakukan dehumanisasi dan merndahkan fungsi manusia.
Lebih dari semua itu yang menjadi kunci bagi pembebasan manusia terletak pada cinta. Yang dimaksud cinta di sini bukan cinta dalam artian sufi melainkan memposisikannya (cinta) sebagai sebuah kekuatan perkasa yang ada pada kedalaman jiwa manusia yang begaikan sebuah vulkanik yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk melakukan revolusi dalam memebaskan diri dan masyarakat dari belenggu yang selama ini mengungkungya.
Senada dengan perkataan Rada Krisnhan : Tugas kita dalam hidup, missi kita di alam semesta adalah merencanakan suatu kerja sama di mana manusia dan tuhan dan cinta dapat terlibat dalam menciptakan suatu kreasi lain dan manusia yang lain. Ini adalah tanggung jawab kita.

Senin, 09 Juni 2008

REPLEKSI EKSISTENSI,

A. Pendahuluan

Panca Citra

1. Adanya Satu Partai Politik Islam, ialah Masyumi
2. Adanya Satu Organisasi Pemuda Massa Islam, ialah GPII
3. Adanya Satu Organisasi Pelajar Islam, ialah PII
4. Adanya Satu Organisasi Mahasiswa Islam, ialah HMI dan
5. Adanya Satu Pandu Islam, ialah Pandu Islam Indonesia (Hizbul Wathan)

Panca citra ini menjadi ikatan moral yang sangat kuat dan menjadi salah satu dasar pemersatu berbagai komponen umat Islam untuk bergerak diberbagai lini pada tahun 1960an.

Pendirian PII dilatar belakangi oleh dua hal yaitu motivasi Ke-Islaman dan Motivasi Kebangsaan. Motivasi hal terseIslaman didasari oleh keprihatinan terhadap keadaan umat Islam yang sedang merumuskan peranannya. Sehingga perlu upaya untuk mengatasi hal tersebut diperlukan wadah yang dapat menyiapkan kedar-kader umat sejak dini. Sementara itu motivasi kebangsaan muncul dari keprihatinan para pendiri PII terhadap bangsa Indonesia yang baru saja terlepas dari penjajahan yang berlangsung begitu lama. Bangsa Indonesia memerlukan wadah yang dapat menjadi penjaga keutuhan sekaligus penyediaan kader-kader pengganti para pimpinannya.

Perjalanan eksistensi PII dari tahun 1947 sampai saat ini adalah rangkaian sejarah yang panjang yang dalam perjalanannya mengalami pasang naik dan pasang surut. Perjalanan PII dalam sebuah gerakan yang telah member sumbangsih yang tidak sedikit bagi Bangsa Indonesia. sebagai sebuah organisasi pergerakan yang sudah cukup tua - 61 tahun- PII mulai mengalami kemunduran. Bahkan hampir hilang peran-peran nyatanya dikalangan pelajar yang merupakan bidang garap utamanya.

Perjalanan sejarah PII yang terdiri dari tiga dimensi waktu yaitu masa lalu, hari ini dan masa yang akan datang. Dimensi Masa lalu member isi apa yang terjadi pada hari ini. belajar masa biala diliaht dari nilai positipnya kita memperoleh ibrah (pelajaran). Dimensi masa lalu yang berlebihan tidak jarang membuat kita menjadi melankolis dan selalu mengenang kejayaan dan keberhasil masa lalu (glorious in the past) sehingga kita kurang berbuat sesuatu karena menganggap sudah cukup.

Dimensi hari ini. Dalam dimensi hari ini adalah realita yang terjadi saat ini. Jiak tidak hati-hati bukan menjadi realistis tetapi pragmatis. Apa yang kita lakukan hari ini akan menentukan apa yang akan kita peroleh dimasa yang akan datang. Dalam dimensi hari ini menimbulkan sikap prigmatisme yang sangat tinggi. Aji mumpung menjadi pegangan yang pada akhirnya menghapuskan idealisme dan tujuan akhir kita. Kita harus jujur mengakui PII hari ini adalah organisasi yang lemah baik secara gerakan maupun secara kaderisasi.

Dimensi masa depan member nilai positip berupa harapan dan cita-cita yang ideal. Namun sisi negatip dimensi masa depan adalah otopis. Seberapa besar harapan yang ingin kita capai pada masa yang akan datang tersebut dapat tercapai akan sangat tergantung pada realita kita hari ini. PII pada masa yang akan datang ditentukan oleh apa yang telah dilakukan oleh pengurus PII mulai dari tingkat Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Derah, dan Pengurus Komisariat. Apakah PII dimasa yang akan datang akan berjaya kembali seperti masa awal pembentukannya atau bubar ditelan zaman menjadi sebuah kemungkinan yang sama besarnya.

Sejarah adalah merangkai dimensi masa lalu, dimensi saat ini, dan dimensi yang akan datang untuk mengambil langkah-langkah yang realistis. Sejarah PII akan ditentukan oleh ketiga dimensi tersebut. Namun perlu kita menelaah perjalanan PII. Untuk memudahkan menganalisanya maka perjalanan PII dibagi per dua puluh tahun.

B. PII dari Masa-kemasa

1. Dua pulu tahun pertama (tahun 1947-1967)

Masa ini adalah masa pertumbuhan PII. Sumbangsih pergerakan PII terhadap perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui Brigadenya turut serta mengangkat senjata melawan Belanda. Pada masa ini semua organisasi baik itu yang bersifat kepemudaan dan organisasi kemasyarakat berkembang. Hal ini disebabkan proses demkratisasi yang sedang berjalan. Gairah politik begitu besar sehingga memberi semangat yang luar biasa terhadap perkembangan PII. Keinginan untuk memperjuangan negara berdasarkan Islam atau Politik Islam menjadi sebuah kesadaran sebagian rakyat yang mendorong PII untuk terlibat dalam dunia politik baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pada masa ini sebenarnya subyek utama adalah Soekarno dan TNI Angkatan Darat. Walaupun PII bukan subyek utama namun PII menjalin hubungan yang erat dan mesra dengan TNI AD. Kondisi ini menguntungkan buat PII dan TNI AD. Proses simbosis mutualisme antara PII dan Angkatan Darat berlangsung cukup lama dan cukup siknifikan. Hal ini ditandai dengan bentuk penyelenggaraan transmigrasi pemuda-pelajar penganggur ke Lampung pada tahun 1963. PII dan ABRI juga melakukan kerja sama dalam bentuk Latihan Militer Brigade PII selama tahun 1963-1964.

Pada priode ini juga yang turut membesarkan PII adalah dorongan eksternal yaitu ancaman komunisme. Kekuatan yang dianggap dapat mengalahkan perkembangan komunisme adalah kekuatan Islam. Maka PII menjadi organisasi pelajar yang menjadi musuh PKI yang merupakan partai politik yang beridiologi komunis. Peristiwa besar yang menandai permusuhan antara PII dan PKI adalah Peristiwa Kanigoro yang terkenal dengan dengan nama Kanigoro Affair. Peristiwa kanigoro terjadi ketka 127 orang kader PII dari seluruh wilayah Jawa Timur sedang mengikuti Mental Training di Desa Kanigoro, Kecamatan Keras, Kabupaten Kediri pada 13 Januari 1965. Ribuan kader PKI dari Pemuda Rakyat dan Barisan Tani Indonesia dikerahkan untuk melakukan penyerangan. PII ikut dalam berbagai gerakan dan usaha untuk melawan gerakan komunis.

Selain itu PII ikut serta melahirkan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) yang merupakan salah satu komponen yang melahirkan Orde Baru. Pemimpin KAPPI umunya dipimpin oleh aktivis-aktivis PII bahkan Abdul Qadir Djaelani menyatakan dengan sikap anti komunis dan Soekarno serta pengalaman dan keberanian yang dimiliki oleh PII, maka PII tampil memimpin KAPPI dengan semangat gemilang.

Ketika Masyumi dibubarkan melalui Keputusan Presiden No 200/1960 tanggal 17 Agustus 1960, beban PII semakin berat. PII kehilangan induk namun membuat PII semakin bersemangat untuk memikul beban kaderisasi dan perjuangan umat yang sebelumnya dipikul Masyumi. PII menjadi pewaris Masyumi karena kader-keder PII memiliki kedekatan yang lebih dengan tokoh-tokoh dan pengurus Masyumi.

2. Dua puluh tahun kedua (1967-1987)

Pada masa ini PII mungalami kemunduran. Setelah hiruk pikuk politik politik pada masa sebelumnya PII kehilangan orientasi. Apakah tetap dalam hiruk pikuk dunia politik atau kembali kedunia pelajar.

Munculnya Orde Baru yang turut dibidani oleh PII ternyata tidak membuat kondisi PII lebih baik lagi. Bahkan pengaruhnya secara sistemtis dipangkas dan dimandulkan peran PII sebagaimana pemandulan terhadap politik Islam. Awal Mula Orde Baru diharapkan dapat merehabilitasi Masyumi namun ditolak. Orde Baru hanya merestui pendirian Parmusi yang dipimpin oleh orang yang direstui oleh Orde Baru. Hal ini tentunya sanagt mengecewakan PII.

Dalam lingkup kelembagaan PII terjadi perubahan strukrur kepengurusan PII. Pada awalnya hirarki kepengurusan PII dimulai dari Jenjang Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Komisariat dan Pengurus Ranting. Adany pengurus cabang berdasarkan pada jumlah tertentu dari komisariat yang ada dan untuk sepbuah pengurusan komisariat berdasarkan jumlah ranting yang ada. Hirarki ini berorientasi jumlah kader yang ada dan basis koder itu sendiri. Namun pada akhirnya PII merubah struktur PII menjadi PB, PW, PD dan PK yang sangat berpatokan pada hirarki birokrasi pemerintahan. Hal ini membuat PII menjauhi dari basis PII.

Usaha lain yang dilakukan Orba untuk memangkas dan memandulkan pengaaruh PII adalah mengkooptasi organisasi kepemudaan melalui KNPI pada 23 Juli 1973. KNPI dijadikan wanggal pemudah tunggal pemuda dan dimasukkan dalam GBHN.

Peristiwa yang paling membuat terhambatnya gerak langkah PII adalah pemberlakuan asas tunggal Pancasila sebagai terbitnya Undang-Undang No 8 Tahun 1985 tentang Keormasan. PII sebagai organisasi pelajar yang berasaskan islam menentang berlakunya undang-undang ini. Sikap PB PII 1983-1986 terhadap Rancangan Undang-Undang Keormasan yang dikeluarkan tanggal 25 Maret 1984 yaitu pertama menolak setaip perangkat atuan atau hukum yang secara sengaja atau tidak sengaja akan mengelaminasi atau mnecoret Islam secara tersirat atau tersurat dari Anggaran dasar atau perangkat organisasi kemasyarakat terutama yang bernafaskan Islam. Kedua, menolak segala perangkat aturan dan atau hukum yang secara birokratis-administrasi akan membatasi hak-hak asasi manusia terutama dalam mengembangkan nilai-nilai Islam. Ketiga, mengakui al-Islam sebagai satu-satunya asas bagi organisasi-organisasi kemasyarakatan yang bernafaskan Islam dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya.

3. Dua Puluh Tahun Ketiga (1987-2007)

Buntut dari penolakan PII terhadap asas tunggal Pancasila adalah keluarnya Surat Keputusan Mendagri No 120 tahun 1987 yang isinya pertama, organisasi PII tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang oleh karena itu PII tidak diakui keberadaanya. Kedua, semua kegiatan yang mengatas namankan PII dilarang.

Pada periode semakin tidak jelas arah gerakan PII. Status PII sebagai organisasi terlarang memaksa PII menjadi organisasi yang tidak formal. PII tidak bisa menentukan peran apa yang dapat dilakukan PII. Jumlah kader PII semakin sedikit karena proses training tidak bisa dilakukan secara terang-terangan dan terbuka. Keterbatasan ruang politik telah membuat PII tidak mampu bermetafoar dalam ruang gerak perjuangan dan kaderisasi.

Periode ketiga ini terjadi dua masa yang penting dalam posisi kesistensi PII. Masa pertama itu adalah tahun 1987-1997. Saa ini adalah pelarangan PII secara tegas oleh Orde Baru Munculnya ICMI pada tahun 1995 membuat PII ditengah kegamangan apakah menerima asas tunggal atau tetap menoknya. Trejadi proses tarik menarik yang membuat PII gamang.

Masa yang kedua adalah 1997-2007 dimana orde baru telah tumbang. Setelah reformasi terjadi tahun 1998 pintu demokrasi terbuka dan semua larangan yang berlaku sebelumnya dihapuskan. Seharusnya ini menjadi momen kebangkitan PII namun PII tidak dapat melihat dan memanfaatkan momen ini. Organisasi islam baru bermunculan begitu pula partai politik berdasarkan Islam tumbuh bak jamur dimusim hujan. Tapi PII tetap tertinggal dan tidak mampu bangkit dari keterbukaan.

4. Dua puluh tahun ke empat ? (2007-2027)

Demokratisasi sedang berjalan. Islam dan negara tidak lagi menjadi sesuatu yang bertolak belakang. Tapi negara telah mengakomudir kepentingan umat. Namun pertanyaan bagi kita bersama adalah apakah PII masih di perlukan lagi kedepan?

Setiap kader PII dan KB PII mempunyai mimpi tentang bagaimana PII kedepan. Kondisi PII kedepan diharapkan menjadi organisasi yang siknipikan, memiliki jaringan yang luas dan kokoh, memiliki kader yang memiliki kesalehan sosial dan indipidual, memiliki anggaran yang sustainable, menjadi organisasi yang dapat member sumbangsi terhadap Kepemimpinan nasional.

C. Masa Depan PII

1. Modal Dasar PII

Untuk mewujudkan mimpi diatad ada modal sosial yang dimiliki oleh PII yaitu Pertama, citra PII sebagai gerakan yang tetap istikomah dan konsisten. Citra ini penting berkaitan dengan cara pandang organisasi Islam lainnya terhadap gerak langkah PII. Umat Islam Indonesia masih yakin PII akan tetap menjadikan Ijatul Islam sebagai landasan dantujuan pergerakannya.

Kedua, adalah Jaringan eksternal yang masih bisa dibangun lagi. Ketiga, jaringan alumni yang menyebar. Jaringan KB PII yang telah menyebar disegala bidang mulai dari jajaran eksekutif, legislative, dan yudikatif dan pengusaha adalah modal besar untuk menjadikan kembali PII sebagai sebuah organisasi pergerakan pelajar yang besar. Keempat, Pengalaman berstruktur dan system lkaderisasi yang sudah matang. Dengan ini maka PII sudah matang dengan konsep dan struktur tinggal bagaimana PII melakukan pembenahan untuk menjadi organisasi yang besar.

2. Kelemahan PII

1. Romantisme masa lalu.

Kebesaran nama PII pada dua puluh tahun pertama menjadi beban yang membuat PII sulit untuk keluar dari romantisme masa lalu. Kebanggaan akan masa lalu menjadikan PII sebagai organisasi yang ekslusif.

2. Lambat merespon perubahan

Perubahan yang terjadi di masyarakat sekita tidak mampu untuk diikuti oleh perubahan diri PII.

3. Tidak mampu membangun network dengan geran islam yang baru

Munculnya gerakan Islam baru setelah reformasi tidak mampu dijadikan sebagai mitra baru dalam mata rantai perjuangan umat Islam Indonesia. padahal terlalu berat beban yang dipikul oleh PII bila tidak bekerjasama dengan pihak lain.

3. Peluang PII

Ada beberapa factor yang dapat menjadi peluang untuk PII menjadi lembaga yang besar yaitu :

1. Iklim kebebasan.

Iklim kebebasan yang telah terbuka dengan lebar harus dimanfaatkan PII untuk dapat member manfaat yang sebesar-besarnya bagi umat. Tidak ada lagi halangan dari penguasa yang dihadapi oleh PII seperti pada periode-periode sebelumnya.

2. Potensi alumni yang yang jumlahnya besar.

Banyaknya KB PII yang menduduki lembaga-lembaga tinggi negara menjadi sumber keuangan yang besar bagi biaya operasional PII. Pada saat pemerintah menjadikan PII sebagai organisasi terlarang pihak-pihak yang ingin memberikan bantuan ke PII dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Saat ini KB tidak perlu lagi malu-malu untuk membantu PII.

3. Jumlah pelajar yang besar.

Kader PII adalah pelajar baik yang berada di sekolah Formal maupun Imformal. Tidak banyak organisasi yang menggarap pemuda dan pelajar menjadi bidang garapnya. Oleh sebab itu bidang garap PII masih terbuka luas.

4. Gerakan dakwah yang semakin tumbuh dan berkembang.

Saat ini terjadi kesadaran Islam baik dikalangan birokrasi dan kaum abangan. Hal ini bisa ditandai dengan adanya kesadaran untuk memunculkan symbol-simbol islam seperti JIlbab dan Mushalah di lingkungan perkantoran. Santrinisasi ini menjadi potensi untuk menjadikan PII lebih serius lagi dalam bidang dakwahnya.

5. Kemajuan teknologi komunikasi.

Perkembangan teknologi komunikasi telah menghilangkan jarak antara satu daerah dengan daerah lainnya. Dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi seharusnya semakin mempermudah PII untuk melakukan pembinaan didaerah dan penyebaran ide-ide PII kepada masyarakat.

4. Ancaman PII

Secara politik tidak ada lagi ancaman bagi PII. Yang adalah ancaman sosial berupa gerakan irtidad (pemurtadan) dan penyimpangan (inkhiraf), sekulerisme, permassiveme, materialism, dan hedonism serta pluralism.

D. Langkah Aksi PII

sudah saatnya PII malakukan perubahan yang mendasar bila ingin bangkit dari keterpurukan. Hal yang harus dilakukan adalah:

1. Menjadi organisasi yang inklusive

Menjadi organisasi yang inklusive dan terbuka adalah sebuah kewajiban. Keterbukaan dalam artian berinteraksi terhadap semua kalangan.

2. PII harus merevolusi system pendanaan.

PII harus membangun system keuangan yang memadai dan sustainable. Untuk dapat menjadikan PII sebagai organisasi yang memiliki system keuangan yang sustainable perlu dilakukan : pertama, PII harus memulai pemberlakuan iuran wajib. Bukan jumlahnya yang ingin dicapai tetapi kesadaran untuk membiayai diri sendiri oleh kader-keder PII. Sejarah mencatat tidak ada organisasi pergerakan yang beasar tanpa adanya sumbagsi yang besar dari anggotanya. Kedua, kontribusi Keluarga Besar PII. KB PII adalah sumber pembiayaan kegiatan PII yang utama. Bila ada kegiatan KB PII berbarengan dengan kegiatan PII maka sebaiknya yang diproiritaskan adalah kegiatan PII, karena PII adalah generasi penerus yang merupakan investasi masa yang akan datang. KB PII apapun jabatan dan kegiatan nya harus memberikan sumbangan wajib tanpa mempersoalkan jumlahnya. Yang utama adalah kewajiban partisipasi untuk membantu kegiatan PII. Ketiga, akses terhadap anggaran pemerintah baik dalam bentuk APBN maupun APBD.

3. Merevisi terhadap kepengurusan secara nasonal. Perombakan kelembagaan PII. Saat ini struktur PII sangat mengacu pada hirarki pemerintahan. System ini memuat PII hanya memiliki pengurus ditiap jenjang kepemimpinan tetapi tidak memiliki masa binaan. Padahal karakteristik PII adalah organisasi kader yang sekaligus organisasi massa. Basis masa PII adalah Pelajar umum dan Santri. Pelajar umum pada umumnya tinggal diperkotaan dan santri tinggal di pedesaan. Kedua basis masa PII ini tentunya punya pendekatan yang berbeda. Bagaimana struktur PII bisa mempasilitasi perbedaan tersebut. Oleh sebab itu maka struktur PII tidak mengacu kepada birokrasi pemerintahan tetapi berdasarkan basis masa dan basis teritorial masa. Struktur PII hendaknya menjadi PB, PW, Pengurus Cabang, Pengurus Komisariat. Pengurus Cabang tidak berdasarkan teritorial pemerintahan tetapi berdasarkan perkembangan komisariat yang ada. Bisa jadi satu kabupaten ada beberapa pengurus cabang atau bebarapa kabupaten hanya ada satu pengurus Cabang. Selain itu diperlukan Koordinator Cabang yang melakukan pembinaan kepada Pengurus Cabang yang merupakan Pengurus Wilayah.

Perombakan hirarki kepengurusan ini berkaitan juga pada siapa yang berhak hadir dan memimiliki suara dalam ajang Muktamar Nasional. Hak Suara itu harus dikembalikan kepada Pengurus Cabang. Hal ini bertujuan untuk keadilan dan demokratisasi. Ini akan memacu wilayah-wilayah untuk mengembangkan pengurus cabang.

4. Menumbuhkan Propesionalisme pengurus.

Selain itu Pengurus PB PII harus benar-benar propesional dalam menjalankan tugasnya dalam artian tidak melakukan kegiatan selain tugas-tugas ke PII an. Sudah menjadi keharusan kesejahteraan dan biaya operasional untuk diperhatiakn oleh KB PII.

5. PII harus kembali kedunia pelajar yang merupakakn bidang garap utama

Keterlibatan PII dalam pendidikan politik itu perlu karena itu merupakan hak warga negara. Namun porsi utama adalah dalam dunia pelajar. Saat ini dunia pelajar jauh bebeda dengan kondisi pelajar pada periode dua puluh tahun pertama, kedua dan ketiga. PII harus menjadi organisasi pelayan kebutuhan pelajar (to serve the student need) baik itu pelajar umum maupun pelajar dari kalangan santri.

6. Bekerjasama dengan banyak pihak

Semakin banyak kalangan yang dapat diajak kerjasama oleh PII akan mempercepat gerak dakwah umat islam di Indonesia pada umumnya dan membangun kepercayaan ummat bahwa PII masih tetap eksis dan istikomah. Bekerjasama denan banyak pihak bukan berarti menghilangkan prinsip independensi PII dan menggadaikan Islam.

E. Penutup

PII adalah mata rantai perjuangan ummat Islam Indonesia. oleh sebab itu keberadaan PII sangat dibutuhkan umat dalam penyiapan kader-keder dakwah yang mampuni. Oleh karena itu PII diharapkan mampu bangkit dari keterpurukan dan menjadi yang besar seperti awal-awal pembentukannya. Semoga!


* Oleh: H. Mutammimul Ula SH*,Ketua Umum PII Tahun 1983-1986

Disampaikan pada Dialog Lintas Generasi Pelajar Islam Indonesi, Gedung Garuda, Sabtu, 17 Mei 2008

Kamis, 05 Juni 2008

Persyaratan Intra Batusangkar

Persyaratan Intermediate Training (INTRA)
Batusangkar 30 Juni-6 Juli 2008

1. Bersedia untuk aktif pada kepengurusan PII (PK,PD,PW) minimal 2 tahun pasca INTRA.
2. Telah mengikuti Basic Training (BATRA) minimal 6 bulan.
3. Pernah mengikuti salah satu kegiatan PII dan pernah bergabung dalam kepanitiaann kegiatan PII
4. Telah membaca buku-buku karya umum minimal sebanyak 5 Judul.
5. Fasih baca Al Quran.
6. Membuat makalah setebal 7 halaman (minimal) ukuran kuarto, spasi 1.5, margin 4x3x3x3. Dengan pilihan tema :
a. Pelajar berprestasi dalam perspektif kader PII
b. Keberagaman Islam sebagai peluang eksistensi gerakan PII
c. Pembentukan Komunitas/Sagiat (satuan kegiatan) sebagai pembasisan gerakan PII.
d. Menelaah system pendidikan masyarakat Minangkabau.
e. Meningkatkan peran kaderisasi untuk melanjutkan gerakan PII di tingkat Daerah.
f. Ghazwul Fikri : Menelaah dan mengantisipasi gerakannya.
g. Menciptakan kerukunan yang berlandasan moral

7. Membuat resume Falsafah Gerakan PII.
8. Membuat resensi buku dengan pilihan :
a. Aku Wariskan Untuk Kalian, Penulis Sayyid Quthb. Penerbit : Uswah
b. Psykologi Komunikasi, Penulis : Jalaluddin Rahmat.
c. Wawasan Islam, penulis : Endang Saefudin Al Anshari.
d. Tasauf Modern, penulis : Hamka.
e. Filsafat Ilmu, penulis : Jujun.S.Sumantri
f. Paradigma Islam, Interpretasi untuk aksi, penulis : Kunto Wijoyo, Penerbit : Mizan.
g. To be Enterprenew Moslem.
h. Mencari Pahlawan Indonesia, Penulis : Anis Matta
9. Membawa buku-buku ilmiah, pergerakan, keorganisasian, kewirausahaan dll minimal 5 buah per orang.
10. Pas Foto 3x4 sebanyak 3 Lembar.

Rabu, 04 Juni 2008

BBM

Oleh: Rinaldi Rizal Putra *

Bangsa Indonesia kini telah memperingati usia kebangkitannya yang ke-100 tahun yang diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Sudah seabad bangsa Indonesia berjuang melawan segala bentuk penjajahan yang ingin kembali menjajah bangsa ini. Banyak sekali lika-liku yang telah dihadapi oleh bangsa ini, mulai dari terbentuknya organisasi Boedi Oetomo sebagai awal kebangkitannya pada tanggal 20 Mei 1908, kemerdekaan yang diraih pada tanggal 17 Agustus 1945 yang sekaligus terpilihnya Presiden Soekarno sebagai Presiden RI yang pertama, sampai dengan Presiden RI yang keenam yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tentu saja, sudah banyak kemajuan yang diraih oleh bangsa ini dalam usia kebangkitannya yang ke-100, tetapi masih banyak juga hal yang harus dibenahi oleh kita semua dalam rangka 100 tahun kebangkitan nasional. Salah satu hal yang sampai sekarang masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemimpin bangsa ini yang belum terselesaikan secara tuntas yaitu mengenai kesejahteraan rakyat. Apalagi sekarang pemerintah telah melaksanakan kebijakan menaikkan harga BBM.

Belakangan ini, kita sering mendengar dan melihat berita mengenai BBM, baik di media elektronik maupun media cetak. Tentu saja, sekarang ini masyarakat jika mendengar berita mengenai BBM tidak terlepas dari asumsi bahwa harga BBM naik lagi atau bahkan turun. Tapi rasanya sangat tidak mungkin jika harga BBM pada saat ini akan turun, kalau pun memang jadi kenyataan hal ini sangat menggembirakan bagi masyarakat Indonesia yang rata-rata tergolong ke dalam ekonomi bawah. Selain itu, merupakan sebuah prestasi bagi seorang Presiden jika ia bisa menekan harga BBM agar bisa dijangkau oleh masyarakat.

Tetapi apa yang terjadi saat ini sungguh sangat mencengangkan kita semua selaku masyarakat Indonesia, BBM naik lagi! Melihat dari sejarah bangsa Indonesia, kenaikan harga BBM merupakan sebuah awal dari “petaka” yang sangat menakutkan. Betapa tidak, sebelum harga BBM naik pun, harga-harga kebutuhan pokok sudah melonjak naik, walaupun pemerintah belum mengumumkan secara resmi mengenai kisaran harganya. Inilah yang paling menakutkan bagi masyarakat Indonesia, jika kebutuhan pokok saja sudah naik, lalu apa yang akan dimakan jika penghasilan sehari-hari hanya pas-pasan?

Niat pemerintah menaikkan harga BBM memang baik, yaitu untuk mengurangi subsidi APBN terhadap pembelian minyak mentah dunia agar bisa dijangkau oleh masyarakat. Hari ini harga minyak mentah dunia telah menembus angka 100 Dolar AS lebih per barel. Bayangkan jika sebagian besarnya disubsidi oleh pemerintah. Mungkin APBN negara kita akan mengalami defisit, sehingga akan menimbulkan situasi yang mengancam keamanan negara Indonesia. Dengan alasan inilah, walaupun pemerintah pun berat hati, maka harga BBM naik. Yang menjadi permasalahan saat ini adalah apa yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat Indonesia yang tergolong dalam ekonomi tingkat bawah atau yang di bawah garis kemiskinan apalagi dengan naiknya harga BBM.

Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) merupakan program yang diadakan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia sebagai pengganti dari naiknya harga BBM yang berimbas langsung kepada rakyat. Program ini sengaja digulirkan dengan maksud membantu mensejahterakan rakyat Indonesia yang kurang mampu karena naiknya harga BBM. Setiap program yang dilaksanakan pasti memiliki efek baik atau pun efek buruk. Bila melihat dari efek baiknya, pemerintah sangat peduli sekali terhadap nasib rakyat dengan cara memberikan bantuan berupa sejumlah uang tunai yang diserahkan langsung kepada masyarakat yang telah tercatat sebagai masyarakat yang kurang mampu. Tetapi di sisi lain, program BLT ini justru terlalu “memanjakan” masyarakat Indonesia untuk lebih giat dalam membuka atau pun mencari pekerjaan. Seolah-olah, pemerintah tidak mempedulikan bagaimana nasib masyarakat Indonesia penerima BLT jika program BLT ini dihapuskan. Dengan dilaksanakannya program BLT, ada beberapa oknum masyarakat yang hanya mengandalkan kebutuhan hidupnya dari BLT ini yang besarnya Rp 100.000 per bulan, itu pun terlepas dari pantauan pemerintah mengenai penggunaan uang BLT tersebut. Sehingga kemungkinan tidak tepat penggunaannya atau salah sasaran sangat besar.

Rekomendasi

Dalam pelaksanaan program BLT ini, pemerintah mengeluarkan dana ratusan milyar untuk dana BLT itu sampai kepada masyarakat yang memang telah tercatat sebagai penerima bantuan. Tetapi uang sebanyak itu, jika kita berpikir ke depan, akan lebih bermanfaat seandainya digunakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan yang mayoritas penduduk Indonesia masih sangat membutuhkan lapangan pekerjaan sebagai sumber penghidupannya. Jika seandainya dana BLT itu memang tetap akan digunakan untuk langsung disalurkan kepada masyarakat, dikhawatirkan kelanjutan program ini bisa saja terhenti di tengah jalan. Oleh karena itu, membuka lapangan pekerjaan oleh pemerintah merupakan salah satu cara yang efektif sebagai pengganti dari penggunaan dana BLT ini. Selain dapat terus berkelanjutan, juga akan mengurangi jumlah angka pengangguran yang ada di Indonesia saat ini. Karena semakin tinggi angka pengangguran, maka akan semakin tinggi pula angka kriminal yang akan terjadi.

Selain membuka lapangan perkerjaan, efektifitas penggunaan dana BLT ini lebih baik digunakan untuk peningkatan anggaran APBN bagi pendidikan yang menurut UUD harus mencapai 20% dari total APBN. Karena mayoritas orang tua saat ini, permasalahan kedua yang dihadapi setelah kenaikan harga BBM yang berimbas pada kenaikan harga bahan pokok adalah mengenai biaya pendidikan yang semakin hari semakin mahal. Bila dana BLT ini digunakan untuk peningkatan anggaran pendidikan, para orang tua tidak harus cemas mengenai biaya pendidikan anak-anaknya. Walaupun harga BBM naik, tetapi masih ada yang dapat mengobati kenaikan itu, yaitu dengan murahnya biaya pendidikan sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Oleh karena itu, kepada pemerintah kita semua berharap semoga ini menjadi sebuah pertimbangan dalam rangka memajukan bangsa Indonesia agar jangan sampai tertinggal oleh bangsa lain. Kita tidak ingin bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lemah dan mudah diperalat oleh bangsa lain. Semoga semua program yang dilaksanakan oleh pemerintah ini betul-betul pro kepada rakyat, bukan pro terhadap golongan tertentu. Seperti orang bijak berkata, “Think globally act locally”, berpikirlah global ketika bertindak lokal.

(*) Penulis adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya.

Sabtu, 26 April 2008

ciak lai..

Ass.Wr.Wb.
Dear friends, ini ada beasiswa program S1 dari Bank Lippo, sangat menggiurkan karena fasilitasnya: mulai dari biaya pendaftaran di PT, biaya SPP selama 4 tahun, komputer,buku, internet, bahkan skripsi.
Silakan dicoba untuk rekan-rekan pelajar SMU yang mau lulus.
Tetap semangat!

Lippo Bank*

LB SCHOLARSHIP
(Beasiswa LB)
2008 Intake

PT Bank Lippo Tbk (“LB”), a major investee company of Khazanah Nasional Berhad, Malaysia , believes in developing the human capital in The Republic of Indonesia. In this regard, LB is pleased to offer scholarships and financial assistance to deserving Indonesian students who intend to pursue their tertiary education at selected university in Indonesia **.
Therefore, LB is inviting applications from high school graduates who would like to pursue a Bachelor’s Degree program majoring in Commerce, Finance, Economic, Accounting, Computer Science, Mathematics, Statistic, and Law.
The scholarship grant will based on the merits of the applicant, including academic grades and school extra-curricular activities. However, to provide opportunities to those who would otherwise have difficulties in financing their tertiary education, special consideration will be given to applications from students that come from a financially disadvantage family.

Coverage of the Scholarship:

1. Registration fees at the university at which the scholarship recipient is enrolled.
2. Tuition fee for four year duration of study.
3. Book and internet allowance to cover living expense throughout the period of study.
4. Personal computer.
5. Research allowance required for final-year research study.


Basic Eligibility:
Applicants must satisfy all of following requirements:

1. Must be an Indonesian citizen.
2. Grade Point Average for National Examination Result and Average Point for High School Examination Result must be 8.00 or higher.
3. Not presently receiving any other equivalent scholarship or award.
4. Must be complete the application form. The application can be download from LB website at www.lippobank. co.id or obtained directly from LB Head Office.
5. Further requirements and conditions apply. Please visit our website www.lippobank. co.id for further information.


How to Apply:
Interested candidates should complete the application form and return them along with copies of all supporting documents required no later than June 27, 2008 to:
PT Bank Lippo Tbk
Head Office
Menara Asia 15th Floor
Jalan Diponegoro 101
Lippo Karawaci – Tangerang 15810
Indonesia

Attention: Corporate Secretary
LB will only consider completed application that fulfilled all requirements. LB will not return any application documents submitted to LB.
The decision to award the scholarship is to subject to the sole discretion of LB and can not be appealed for reconsideration. LB will only announce successful applicants in LB website.

*Sumber Informasi: Harian Kompas, edisi Jum’at, 11 April 2008. Hal. 20.
**List of universities will be provided by LB.

info beasiswa

KAUST Discovery Scholarship*

Beasiswa penuh untuk mahasiswa jurusan teknik dan sains

King Abdullah University of Science and Technology (KAUST), sebuah universitas untuk pendidikan pasca-sarjana yang berbasis riset dan akan dibuka di kawasan Laut Merah pada bulan September 2009, menawarkan beasiswa bagi calon pemimpin masa depan di bidang teknik dan sains.

Beasiswa yang diperoleh:

1. Uang kuliah untuk menyelesaikan pendidikan S1 yang sedang dijalani sekarang.
2. Tunjangan hidup, tunjangan buku dan tunjangan komputer.
3. Langsung diterima di program S2 di KAUST dengan beasiswa penuh.


Mahasiswa berprestasi yang masih menyisakan waktu 1 sampai 3 tahun untuk lulus S1 dapat mendaftar sekarang.

Kunjungi www.kaust.edu. sa/discovery, atau email ke scholarships@ kauts.edu. sa

The Indonesian International Education Foundation (IIEF)
Menara Imperium Lt. 28, Suite B
Jl. HR Rasuna Said Kav. 1
Jakarta 12980; Phone (021) 831-7330




*Sumber informasi: Harian Kompas, edisi Senin 14 April 2008, Hal. 11.

Apalagi setelah advanced...

Sesuatu yang terlupa dituliskan akan menjadi tidak menarik dan terasa tidak wah..
tapi tidak mengapa kita akan tulis kalausanya tanggal 24 maret-4 april 2008 PW PII Sumbar telah mengadakan Training terpadu di Eks-gedung rumah sakit daerah Padang PAnjang.Training terpadu ini juga di iringi dengan seminar pendidikan nasional dengan tema Menggagas Paradigma Baru UN 2008 dengan pembicara kepala dinas pendidikan kota padang panjang,Musfi Yendra,S.Ip dari Sumatera Barat Intellectual Society ( SIS ) dan Zakaria (Pengamat Pendidikan dari PB PII , Jakarta )...
Setidaknya seminar ini telah menampilkan bebrapa pandangan terhadap pendidikan secara umum dan UN pada khusunya...yang I-4WI dapat memberi masukan..

Lalu.. setelah advanced apalagi..?
Setelah advanced ,bertepatan dengan tanggal 19-20 kembali kita merapatkan Shaff dengan melaksanakan Rapat Pleno Wilayah.
Rapat Pleno itu sendiri mengevalusi kerja Bidang dan Hubungan dengan badan Otonom selama setengah periode ini serta menghasilkan rekomendasi untuk bidang dalam menyongsong setengah periode yang akan datang....
Rapat pleno ini juga menygarkan ke-pengurus-an, sehingga telah terjadi perubahan struktur dalam kepengurusan dengan masuknya "orang-orang baru" ke dalam barisan dakwah dan jihad periode ini..

Terakhir kami ucapkan Selamat untuk Akh dan Ukh yang telah mengikuti advanced tarining se nusantara.....ikhwah: Suib, Fauzan, Adil,Hanif, Fuad, mustakim,Zul, Aulia,Rahman, Akhwat : Yuli,Yati ,Dila..

Lalu setelah advanced apalagi...?

Kamis, 14 Februari 2008

Sejarah PII Sumatera Barat

oleh : Popy Adiyes Putra , S.S ,M.Si (Mantan Pengurus PW PII Sumbar)



PELAJAR ISLAM INDONESIA DI SUMATERA BARAT
SEBELUM ASAS TUNGGAL



A। Terbentuknya Pelajar Islam Indonesia di Sumatera Barat






Setelah dideklarasikannya PII pada tanggal 4 Mei 1947 di Yogyakarta oleh Yoesdi Ghazali, Amin Syahri, Anton Timur Djailani, Ibrahim Zarkasji dan lain-lain, PII terus mengalami perkembangan. Perkembangannya didukung oleh meleburnya organisasi-organisasi pelajar di daerah-daerah kedalam PII dan leburnya golongan pelajar dari Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) menjadi PII. GPII yang telah memiliki cabang di hampir di seluruh provinsi di Indonesia menyerukan kepada seluruh anggotanya yang pelajar untuk segera meleburkan diri ke dalam organisasi PII dan yang mahasiswa melebur ke organisasi HMI. Seruan itu memudahkan usaha pembentukan PII di daerah-daerah.





Di Sumatera Barat, PII mulai dibentuk pada tahun 1949 dalam suasana darurat menghadapi Agresi Balanda II. Di VII Koto Talago Guguk Limapuluhkota, pelajar-pelajar yang tergabung dalam organisasi “Pelajar Darurat” menerima siaran sekaligus seruan yang ditandatangani Anton Timur Djailani sebagai Ketua Umum dan Abdul Halim Tuasikal sebagai Sekretaris Jenderal PII yang berpusat di Yogyakarta. Dalam siaran dan seruan itu diharapkan pelajar-pelajar Islam di manapun berada segera membentuk organisasi PII.




Setelah mendapat siaran itu, Pelajar Darurat yang terdiri dari Ismail Hasan, Mawardi Abdul Wahid, Zainul Yasni, Safiuddin Z, Firdaus AN, Yulius Iskandar dan lain-lain kemudian membentuk kepengurusan PII Sumatera Barat dengan Ismail Hasan sebagai Ketua dan Firdaus AN sebagai Sekretaris. Pembentukan organisasi PII itu mendapat sambutan hangat dari pelajar-pelajar Islam di Sumatera Barat, terbukti dengan cepatnya berdiri cabang-cabang PII di daerah-daerah Kabupaten dan Kodya.




Dalam perkembangannya, PII Sumatera Barat setelah dibentuk terus menampakkan perannya dalam setiap perubahan-perubahan perjuangan bangsa. Anggota PII selalu ikut berperan serta membantu mempertahankan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari serangan Belanda yang ingin menghancurkannya. Bersama-sama dengan TNI, mereka ikut berjalan kaki melalui lembah-lembah, bukit-bukit dan hutan-hutan yang lebat, guna mempertahankan pemerintahan darurat. Dan sesekali mereka ikut perang gerilya, yaitu kesatuan-kesatuan kecil yang sangat mobil “menyerang” dan “hilang” dengan tiba-tiba di tempat-tempat dan saat-saat yang tiada diduga oleh musuh.




Kondisi ini berlangsung sampai Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan Republik Indonesia dapat dipulihkan dan Syafruddin Prawiranegara kembali meyerahkan mandatnya ke presiden pada tanggal 13 Juli 1949. setelah mempertahankan PDRI, mereka kembali ke bangku sekolah untuk melanjudkan pelajarannya yang telah sempat terhenti.





Pada tahun 1958 ketika muncul Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), anggota PII kembali turut memberikan dukungan terhadap gerakan tersebur. Mengenai keterlibatan PII dalam PRRI dapat dilihat dari penjelasan dari Adli Fauzi, seorang aktifis PII yang aktif tahun 1964 -1973 yang mendapat informasi dari senior-seniornya ketika belajar di Pondok Pesantren Darul Funun El Abbasiyah Padang Japang Guguk Limapuluhkota yang merupakan basis PII sejak tahun 1950-an sampai sekarang. Beliau mengemukakan bahwa munculnya PRRI tidak terlepas dari peran serta Majlis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), meskipun secara kepartaian Masyumi pusat menolak bahwa PRRI adalah gerakan yang dilakukan oleh Masyumi, tapi secara personal pemimpin PRRI kebanyakan berasal dari kader-kader Masyumi. GPII merupakan organisasi yang begitu dekat dengan Masyumi, sehingga sering disebut organisasi di bawah Masyumi. Sedangkan PII adalah organisasi turunan dari GPII yang juga sering didekat-dekatkan dengan Masyumi, sehingga dikenal dengan Masyumi “celana pendek”. Melihat begitu dekatnya hubungan organisasi tersebut, hampir setiap apa yang dilakukan oleh masing-masing pihak selalu saling memberikan dukungan. Ketika Letkol Ahmad Husein mengumumkan berdirinya PRRI pada tanggal 15 Februari 1958 di Padang, kader-kader GPII, HMI dan PII menyatakan mendukung gerakan itu yang walaupun secara organisatoris tidak ada kebijakan tentang dukungan tersebut. Bentuk dukungan yang diberikan tidak hanya berupa moral tapi juga secara fisik turun ke medan pertempuran.




Dukungan yang luas terhadap PRRI juga ditunjukan oleh seluruh kalangan masyarakat termasuk mahasiswa dan pelajar. Hampir seluruh mahasiswa dan pelajar yang ada di Sumatera Barat ikut bergabung dengan PRRI, mereka menyebutnya dengan “turun karimbo”. Sementara itu dukungan juga berasal dari mahasiswa asal Sumatera Barat yang kuliah di pulau Jawa melalui aksi “pulang kampung” untuk mendaftarkan diri menjadi sukarelawan.




Setelah bergabung, mahasiswa dan pelajar itu dibekali kemampuan militer. Keberadaan mereka oleh para senior PRRI diberi kepercayaan untuk menduduki jabatan seperti komandan bataliyon, kompi, staf dan sandi. Kepercayaan itu juga ditunjukkan dengan menunjuk mereka sebagai pasukan pengawal pribadi Letkol Achmad Husein (Pimpinan PRRI).




Keterlibatan mahasiswa dan pelajar Sumatera Barat sebagai salah satu kekuatan pro PRRI dilatar belakangi oleh dunia mahasiswa dan pelajar yang sering diidentikkan dengan dunia keilmuan dan menolak setiap prilaku yang irrasional, menolak tindakan-tindakan yang mendustai prinsip-prinsip kebenaran. Potensi itulah yang menyebabkan mahasiswa dan pelajar sangat peka merasakan perkembangan politik secara nasional. Sentralisasi kekuasaan telah memunculkan kesenjangan pembangunan, sehingga distribusi hasil-hasil pembangunan tidak merata, hanya menguntungkan Jawa. Pemerintah pusat diidentikkan dengan Jawa, dan lawannya adalah luar Jawa yang merasa dirugikan dalam pembangunan. Selain itu kebijakan pemerintah Soekarno lebih dekat dengan kekuasaan PKI dan membawa strategi pemerintahannya lebih condong ke negara-negara komunis. Dua persoalan ini dirasakan mahasiswa dan pelajar menyimpang dari cita-cita kemerdekaan dan karena itulah mereka mendukung perjuangan PRRI.





Kondisi politik semakin tidak terkendali setelah pemerintah pusat mengambil kebijakan mematahkan pembangkangan daerah dengan menggunakan kekuatan Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI). Sumatera Barat sebagai basis pemberontakan daerah diserang oleh tentara pusat melalui darat, laut dan udara. Di bawah pimpinan Kolonel Achmad Yani akhirnya pada tanggal 17 April 1958 kota Padang berhasil dikuasai dan kemudian satu persatu basis pemberontakan jatuh ke tangan tentara pusat. Selama penumpasan PRRI telah menimbulkan kerugian yang luas bagi daerah Sumatera Barat. Banyak laskar mahasiswa, pelajar dan pemuda menjadi korban baik fisik maupun mental. Gedung-gedung, sekolah dihancurkan karena diduga sebagai basis massa PRRI. Hampir semua gedung sekolah tidak dapat digunakan untuk belajar.
Setelah gerakan PRRI dapat dilumpuhkan, mahasiswa dan pelajar yang bergerilya untuk melakukan perlawanan bersama-sama dengan rakyat di hutan-hutan selama lebih kurang dua tahun, akhirnya kembali ke kota-kota untuk kembali melanjutkan kuliah dan sekolah. Mereka memperoleh amnesti dan abolisi, sehingga membuka kesempatan bagi sebahagian dari mereka kembali ke kampus untuk meneruskan kuliah dan sekolah yang sempat terhenti. Sebahagian lagi tidak dapat melanjutkan kuliah dan sekolah karena kesulitan ekonomi yang menjerat negeri ini akibat perang saudara. Ada pula diantara mereka yang pergi merantau untuk berdagang seperti ke pulau Jawa, Medan, Pekanbaru, Dumai dan Malaysia.





Pada masa pasca PRRI, gerakan mahasiswa dan pelajar serta pemuda pada umumnya mengalami kemunduran. Kemunduran disebabkan oleh faktor kekalahan dan kesulitan ekonomi, juga diperburuk oleh tekanan politik yang semakin hari semakin agresif dari kekuatan PKI. PKI semakin leluasa mengembangkan sayapnya, karena mendapatkan kerja sama dengan divisi Diponegoro yang memegang kendali keamanan dan sekaligus pembersihan daerah dari bekas-bekas kekuatan PRRI yang belum menyerah. Sementara kekuatan politik Islam semakin terjepit. Hal ini menambah pukulan mental yang sangat serius bagi masyarakat Sumatera Barat.
Tekanan tersebut sangat dirasakan oleh organisasi-organisasi yang berideologi Islam seperti HMI, PII dan GPII, terkhusus lagi bagi organisasi yang berafiliasi atau dituduh berafiliasi dengan Masyumi. Kalau pada masa sebelum PRRI, organisasi ini memiliki kekuatan dan kebebasan untuk menegembangkan pengaruhnya, tapi kondisi setelah itu menjadi terbalik. Posisi mereka berada sebagai objek politik PKI. Kondisi demikian mendorong PII Sumatera Barat dengan berbagai pertimbangan memutuskan untuk memvakumkan kegiatannya dalam beberapa waktu.
Pada tahun 1964 atas inisiatif dari Moeslim About Ma’anny dan Mazwar M beserta pelajar-pelajar lainnya PII Sumatera Barat dinyatakan aktif kembali. Mereka melakukan berbagai gerakan dan pembinaan terhadap lahan garapannya yaitu pelajar, mereka memberikan dukungan kepada HMI yang sedang mengalami perlawanan secara terselubung dari PKI. PII juga mulai mengadakan pelatihan untuk anak SD, pembinaan TPA dan sampai pada pengkaderan pelajar SMP/SMA dan mahasiswa. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan PII selalu mendapat perlawanan dari PKI, tapi tidak ada yang sampai dibubarkan atau dibasmi oleh PKI.





Sementara sikap dan aksi-aksi menentang komunis, baik secara tertutup maupun terbuka yang dilakukan PII, menyebabkan PKI menganggap bahwa PII adalah lawan yang serius dan harus dihadapi dengan sungguh-sungguh. Di dalam dokumen penting PKI yang terungkap pada akhir tahun 1964 menyatakan bahwa PII adalah musuh yang harus dihadapi dengan sungguh-sungguh.




B. Pelajar Islam Indonesia dan KAPPI Sumatera Barat





Meletusnya pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965 merupakan manifestasi dari konflik politik yang menimbulkan dampak yang besar terhadap munculnya semangat juang bagi mahasiswa dan palajar di Sumatera Barat. Gerakan mahasiswa dan pelajar setelah gagalnya PRRI berada dalam keterkungkungan, intimidasi dan pembunuhan karakter, muncul menjadi semangat untuk melakukan gerakan perlawanan balik. Gagalnya gerakan yang dimotori oleh PKI telah melahirkan kekuatan anti komunis yang radikal di kalangan mahasiswa dan pelajar.
Kesewenang-wenangan yang dilakukan PKI terhadap mahasiswa dan pelajar setelah gagalnya gerakan PRRI menimbulkan “dendam politik” di kalangan mahasiswa dan pelajar. Dendam politik anti komunis itu disalurkan melalui gerakan penumpasan terhadap PKI dan antek-anteknya. Aksi-aksi mereka lakukan secara rapi dan sistematis dalam sebuah wadah yang diberi nama Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI).





Gerakan perlawanan terhadap PKI terjadi hampir di seluruh pelosok negeri ini, aksi pembersihan memaksa sebagian besar anggota PKI dan antek-anteknya lari kehutan-hutan. Di Jakarta pada tanggal 3 dan 4 Oktober 1965 dilakukan rapat umum yang dihadiri ratusan ribu massa ummat Islam yang berasal dari massa organisasi GP Anshor, HMI, PII, IPM, Pemuda Pancasila, PMKRI, Gabiindo dan lain sebagainya. Mereka menuntut untuk segera membubarkan PKI dan antek-anteknya. Aksi ini dilanjutkan dengan melakukan perampasan dan pembakaran gedung-gedung yang semula dikuasai PKI dan satuannyam, seperti pendudukan dan pembakaran kantor Comitte Central (CC) PKI. Di Yogyakarta tanggal 6 Oktober 1965 massa HMI, PII dan ummat Islam melakukan aksi massa menuntut pembubaran PKI.


Pada tanggal 6 Oktober itu juga Presiden Soekarno mengadakan Sidang Kabinet Paripurna di Bogor, yang memutuskan agar ketertiban dan keamanan dipertahankan. Kepetusan pemerintah itu ternyata tidak dapat membendung aksi-aksi anti PKI. Pada tanggal 11 Oktober 1965 massa PII dibawah pimpinan Aziz Ati, Wahid Kudungga (PB PII), Gamsoni Yasin (PW PII Jakarta) menyerbu gedung Dewan Nasional Pemuda Rakyat di Jalan Tanah Abang III/2 A dengan cara merusak gedung dan menurunkan papan namanya serta mengancurkannya. Hari berikutnya tanggal 12 Oktober massa PII bersama-sama dengan Pemuda Pancasila menyerbu gedung SOBSI di Jalan Salemba Tengah dan mendudukinya. Di samping itu pada tanggal yang sama juga terjadi apel akbar ummat Islam di Medan yang dihadiri oleh sekitar 1.650.000 massa yang menuntut pembubaran PKI dan antek-anteknya.





Aksi serupa juga terjadi di Sumatera Barat, gerakan mahasiswa dan pelajar yang berasal dari kader-kader PII, HMI dan masyarakat luas melakukan aksi coret-coret dan penempelan pamplet yang isinya menentang PKI dan menuntut agar organisasi itu dibubarkan. Penggalangan sikap anti PKI itu dibantu militer dan tokoh-tokoh masyarakat. Pada tanggal 10 November 1965 seusai peringatan Hari Pahlawan di Lapangan Imam Bonjol secara spontan dan di luar dugaan aparat keamanan, ribuan mahasiswa dan pelajar mengepung kampung Cina, Pondok. Seluruh tulisan yang menggunakan bahasa Cina diturunkan dan dihancurkan. Empat buah bangunan termasuk Chung Hwa Chung Hwi dan kantor Baperki diduduki. Massa kemudian bergerak ke Jalan Ahmad Yani, dan mereka menduduki kantor Front Nasional (sekarang Rumah Dinas Walikota). Gedung itu selanjutnya dijadikan markas KAPPI Konsulat Sumatera Barat, KAPPI Padang dan sekretariat LKAAM.





Pembentukan KAPPI Sumatera Barat yang berpusat di dua kota, yaitu Padang dan Bukittinggi tidak bisa dilepaskan dari peran serta kader-kader PII. Aktivis PII di Sumatera Barat telah menerima berita tentang demonsrtasi menuntut pembubaran PKI dan berikutnya menyusul instruksi agar dibentuk perwakilan KAPPI di daerah-daerah.





Pada awal pembentukannya di Padang, KAPPI hanya beranggotakan organisasi intra sekolah (OSIS) yang mewakili sekolah masing-masing, ternyata mereka kebanyakan berasal dari kader-kader PII. Dalam pertemuan berikutnya keanggotaan meluas dengan diperbolehkannya organisasi ektra sekolah menjadi anggota KAPPI. Organisasi-organisasi yang ikut bergabung di antaranya IPNU, PII, GSNI, IPM, IPE, PErsatuan Pelajar Siswa Katholik dan Serikat Pelajar Muslim Indonesia (SEPMI).





Sementara itu di daerah-daerah lain seperti Bukittinggi dan Payakumbuh, keanggotaan KAPPI berasal dari organisasi ekstra dan intra sekolah. Pembentukannya diprakarsai oleh kader-kader PII yang kemudian dipilih menjadi pengurus KAPPI di masing-masing daerah tersebut, seperti Binahar Daut, Makmur Hendrik, dan Ismukhtar di Bukittinggi dan Adli Fauzi dan Risman Mukhtar di Payakumbuh.





Gerakan yang dilakukan KAPPI di setiap daerah memiliki kesamaan, mereka menyerang pusat-pusat yang menjadi basis PKI dan menguasai gedung-gedung milik PKI. Fenomena yang terjadi di Payakumbuh, kampung Cina menjadi tempat amuk massa kader-kader organisasi anggota KAPPI. Mereka meguasai markas PKI yang terdapat di sana dan kemudian dijadikan sebagai Kantor KAPPI Payakumbuh. Penyerangan tidak hanya dilakukan pada basis PKI tapi juga memburu anggota-anggota yang diduga sebagai penganut PKI, sehingga dengan gerakan ini banyak orang-orang China yang termasuk anggota PKI yang melarikan diri keluar kota. Gerakan tahun 1966 ini kemudian dikenal dengan “peristiwa 66 berdarah”.





Di Bukittinggi tidak jauh berbeda dengan Payakumbuh, kampung Cina menjadi tempat amuk massa anggota KAPPI. Dalam melakukan itu massa di kejutkan dengan bunyi tembakan yang datang dari arah aparat keamanan. Tembakan itu ternyata mengenai kepala bagian belakang salah seorang anggota KAPPI yang juga kader PII yang bernama Achmad Karim. Kejadian itu menyebar begitu cepat ke seluruh anggota KAPPI, ribuan anggota KAPPI yang berasal dari seluruh Sumatera Barat dan massa KAMI berdatangan ke Bukittinggi untuk menunjukkan rasa simpati. Mereka menuntut pertanggung jawaban pihak keamanan atas insiden tersebut dan sekaligus meminta pemerintah supaya Achmad Karim dinyatakan sebagai Pahlawan Ampera dan dikebumikan di taman makam pahlawan secara militer dengan penghargaan layaknya seorang pahlawan.





Dalam gerakan selanjutnya KAPPI terus melakukan berbagai usaha sampai dipenuhinya segala tuntutan yang dilemparkan. Di samping mengusut secara tuntas kematian Achmad Karim, mereka juga aktif melakukan operasi “Bakti dan Budhi” bersama kader-kader KAMI. Operasi itu melakukan pembersihan pejabat pemerintahan dari orang-orang yang diduga terlibat dalam PKI. Usaha ini terus dijalankan sampai pada periode awal pemerintahan Orde Baru terbentuk.




C. Pelajar Islam Indonesia Sumatera Barat menjelang Asas Tunggal




Peride awal pemerintahan orde baru, kegiatan yang diadakan oleh PII secara nasionalselalu mendapat dukungan dari pemerintah tanpa ada hambatan. Kondisi ini berlangsung sampai upaya yang dilakukan pemerintah masih berjalan menurut cita-cita pembaharuan yang baru dilahirkan.
Banyak pihak yang berharap orde baru akan mnghembuskan angin segar, terutama bagi tumbuhnya iklim demokrasi yang sehat. Tapi sebaliknya, orde baru yang didominasi oleh kekuatan ABRI banyak melakukan upaya rekayasa yaitu dengan depolitisasi dan deideologi.
Depolitisasi yang dilakukan pemerintahan orde baru bertujuan mengendalikan massa pada satu tangan (one pilitical system). Dalam kontek ini, semua organisasi yang memiliki kesamaan corak dan profesi diharuskan untuk berfusi (bergabung). Tahun 1973 partai politik yang sebelumnya berjumlah 10 partai difusikan, diantaranya NU, Parmusi, PSII, dan Perti dilebur menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Begitupun halnya dengan organisasi sosial politik yang beraliran nasionalisme dan beberapa partai politik Kristen digabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Sementara Golkar meskipun tidak menggunakan istilah partai politik, akan tetapi fungsi dan perannya sam dengan partai politik. Golkar selanjudnya memiliki peran ganda, satu sisi ia merupakan alat penekan dan menjadi tulang punggung pemerintah dan pada posisi lainnya ia dijadikan penghubung antara pemerintah dengan masyarakat. Golkar dijadikan sebagai partainya partainya penguasa yang didukung oleh kekuatan militer, birokrasi pemerintah, dan organisasi profesi yang sengaja dibentuk untuk mendukung kerja partai.





Sementara itu organisasi-organisasi profesional, kepemudaan dan lain-lain dikontrol, diarahkan dan “dibina” oleh pemerintah. Organisasi buruh disatukan dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), para petani dihimpun dalam Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), kelompok pedagang dan wiraswasta digalang dalam Kamra Dagang dan Industri (KADIN), para pemuda disatukan dalam Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), ulama dalam Majlis Ulama Indonesia (MUI), wartawan salam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan seterusnya.
KNPI yang dijadikan penghimpun organisasi kepemudaan dilahirkan oleh penguasa dengan cara yang tidak demoratis dan aspiratif dan cendrung hanya untuk kepentingan poltik tertentu (Golkar), maka berdasarkan ini PII mengambil sikap tidak ikut serta secara organisatoris dalam KNPI. Untuk itu PB PII mengirim surat bernomor: PB/Sek/391/1974 tentang hal penjelasan kedudukan KNPI dimata PII ke seluruh PW PII setanah air. Dalam surat itu dijelaskan PII tidak ikut secara organisatoris dalam KNPI dan menghimbau pimpinan dan kader PII disetiap eselon untuk tidak aktif dalam kepengurusan/anggota KNPI.





Kebijakan-kebijakan pemerintah orde baru diatas dinilai mahasiswa dan pelajar sudah lari dari prinsip-prinsip demokrasi. Penilaian ini menjadi titik awal pecahnya bulan madu pemerintah Soeharto dengan mahasiswa dan pelajar. Perselisihan tersebut ditandai dengan peristiwa Malari tanggal 15 Januari 1974, dimana pemerintah melakukan pengendalian yang sistematis terhadap dinamika politik nasional. Bagi PII dengan penolakan bergabung dengan KNPI menandainya dimulai persinggungan dengan pemerintah. Situasi ini diperburuk ketika PII mengeluarkan pokok-pokok pikiran pada tanggal 25 Agustus 1973 tentang perlawanan terhadap Rencana Undang-Undang Perkawinan (RUUP). Menurut PII, RUUP yang diajukan pemerintah ke DPR lebih cendrung isinya kepada ajaran Kristen dan sekuler yang bertentangan dengan ajaran Islam. PII kemudian memprakarsai pembentukan Badan Kontak Generasi Pelajar Islam (BKGPI) yang diketuai oleh Achmad Y. Aloetsyah (PII). Usaha BKGPI dilakukan dengan berdemonstrasi ke DPR untuk menggagalkan pengesahan RUUP tersebut. Meskipun akhirnya RUUP ini tetap disyahkan, tapi telah melalui revisi-revisi.





Persinggungan antara pemerintah dengan mahasiswa dan pelajar tidak hanya sampai disitu, pemerintah makin leluasa memainkan depolitisasinya dengan membatasi ruang gerak organisasi ekstra. Di sekolah-sekolah tidak dibenarkan ada organisasi ekstra kecuali Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan di perguruan tinggi tidak dibenarkan ada organisasi ekstra kecuali merujuk pada konsep NKK/BKK tahun 1978. penerapan ini berdampak padaorganisasi ekstra mahasiswa dan pelajar Islam seperti HMI dan PII. Mereka mengalami kemunduran di dalam aktifitasnya dan lambat laun organisasi-organisasi ini mulai ditinggalkan oleh mahasiswa dan pelajar, karena disibukan dengan urusan kampus dan sekolah.





Puncak kebijakan politik pemerintah tercipta ketika menjadikan Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum yang kemudian pada tahun 1985 dikeluarkan UU No. 3 dan UU No. 8 / 1985 tentang Pancasila sebagai satu-satunya asas dan setiap organisasi kemasyarakatan harus meletakkan Pancasila sebagai landasan organisasinya. Bagi yang tidak, organisasi itu dinyatakan sebagai organisasi yang terlarang. Tapi lagi-lagi PII menentang kebijakan itu dengan tidak mau menyesuaikan diri pada undang-undang tersebut, sehingga akhirnya PII dibubarkan oleh pemerintah. Kondisi yang sama juga terjadi pada organisasi Gerakan Pemuda Marhaen (GPM) yang tetap mempertahankan ajaran-ajaran markhaenisme sebagai asas organisasinya dan kemudian organisasi ini juga dibubarkan oleh pemerintah.





Di Sumatera Barat perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang dilakukan PII tidak begitu kentara, sikap perlawanan mereka tergambar dari diskusi-diskusi dan tulisan-tulisan kadernya di media massa. Perlawanan itu tidak konfrontatif karena begitu ketatnya pengawasan yang dilakukan oleh aparat keamanan yang menjadi tulang punggung penguasa.





Disamping mengadakan perlawanan terhadap kebijakan penguasa tersebut diatas, mereka juga tidak melupakan kerja pokoknya. Bagi kader-kader PII mengkritik dan menyatakan tidak sesuai dengan apa yang telah menjadi kebijakan pemerintah yang dinilai menyimpang dari nilai-nilai Islam adalah sebuah keharusan dan dinilai sebagai ibadah. Meskipun mereka begitu gencar mengkritik pemerintah, namun mereka tidak melupakan tugas utamanya yaitu pembinaan terhadap pelajar dan generasi muda.





Mereka melakukan berbagai macam kegiatan, diantaranya:




1. Trainning pengkaderan PII, antara lain:
→ Trainning konvensional :
Leadership Basic Trainning (LBT)
Leadership Mental Trainning (LMT)/Perkampungan Kerja Pelajar (PKP)
Leadership Advansce Trainning (LAT)
Pendidikan Instruktur (PI)
→ Trainning inkonvensional (kursus-kursus):
Studi Islam Awal Mula (SIAM) I dan II
Forum Perkenalan Anggota (Foperta)
Bimbingan Keilmuan dan Kepelajaran (BKK)
Latihan Kader Tunas (LKT)
Forum Paju Study (Forpasdi)
Ta’lim-ta’lim atau tarbiyah-tarbiyah dan lain-lain.




2. Kegiatan di bidang keagamaan:
→ Mengadakan pembinaan-pembinaan TPA-TPA
→ Melatih didikan-didikan Shubuh dan sesekali diadakan lomba antar didikan Shubuh antar Masjid.
→ Memberikan ceramah-ceramah agama ke masjid-masjid
→ Melatih seni baca Al qur’an (mengaji irama)
→ Mengkaji Tafsir Al qur’an dan lain-lain.



3. Kegiatan di bidang penalaran:



→ Melakukan seminar-seminar, diskusi-diskusi dan sarasehan
→ Mengadakan kursus-kursus bahasa Arab dan bahasa Inggris dan lain-lain.




4. Kegiatan di bidang keolahragaan:
→ Mengadakan pertandingan olah raga antar pelajar
→ Melaksanakan latihan bela diri dan lain-lain.




5. Kegiatan di bidang kesenian:
→ Mengadakan lomba kesenian antar pelajar
→ Mengadakan pementasan teater, puisi, drama dan lain-lain.



Tapi akibat tindakan PII yang menentang kebijakan pemerintah, memberi pengaruh terhadap pelaksanaan acara-acara yang diadakan tersebut. Hampir setiap acara yang diadakan PII selalu mendapat pengawasan pemerintah melalui aparat keamanan, mereka dituduh sebagai perpanjang tanganan PPP dan diduga dalam pelasanaan acara ada unsur politik yang dikembangkan, seperti yang terjadi pada acara LBT PII yang diadakan di Payakumbuh pada tahun 1977 dan acara yang sama di Padang Panjang tahun 1984, aparat mendatangi acara karena diduga acara yang diadakan itu terselip kegiatan politik. Tapi setelah diberi keterangan dan pemerinksaan langsung pihak aparat tersebut, acara itu tetap terus dijalankan.



Meskipun sering dituduh acara yang diadakan ada unsur politik, tak membuat kader-kader PII patah semangat. Mereka tetap eksis melakukan kegiatan-kegiatan. Meskipun demikian PW PII agak mengalami kesulitan memperluas gerakan PII kaderah-daerah lainnya. Tapi PD PII yang ada seperti PD PII Kabupaten Limapuluhkota/Kodya Payakumbuh, PD PII Kabupaten Agam/Kodya Bukittinggi, PD PII Kodya Padang Panjang, PD PII Istimewa Diniyah Putri Padang Panjang dan PD PII Kodya Padang tetap berkegiatan dan hampir mereka memiliki PK PII di sekolah-sekolah yang ada di daerahnya masing-masing. Setiap pelaksanaan acara pengkaderan PII, peserta yang ikut selalu ramai dan setiap acara rata-rata pesertanya berjumlah 200-400 orang. Peserta ini merupakan siswa-siswa yang terpilih di sekolahnya, mereka termasuk pengurus OSIS dan dapat renking dikelasnya. Tapi kondisi ini tidak terjadi di PD PII Kabupaten Padang Pariaman dan PD PII Kabupaten/Kodya Solok, mereka mengalami kemandekan dalam berkegiatan karena tidak jalannya kaderisasi.



GERAKAN PELAJAR ISLAM INDONESIA SUMATERA BARAT DI BAWAH BELENGGU ASAS TUNGGAL



A. Asas Tunggal Dalam Pandangan Pelajar Islam Indonesia Sumatera Barat



Ciri pokok pemerintahan orde baru adalah pengembangan politik Pancasila dan perencanaan perubahan masyarakat secara bertahap yang tertuang dalam konsepsi pembangunan nasional. Ciri ini dilihat dari penempatan faktor stabilitas nasional, stabilitas politik; penyederhanaan partai, tanggung jawab dan disiplin nasional, serta keamanan nasional sebagai faktor terpenting dan esensial bagi pembangunan nasional yang disusun, dirumuskan dan dilaksanakan berdasarkan ideologi Pancasila [1] Sebagai pelaksanaan konsep dasar tersebut disusunlah kebijakan politik yang secara umum meliputi berbagai aspek kehidupan, soisal, politik dan budaya.



Tujuan kebijakan itu adalah dicapainya suatu tata kehidupan politik, pengorganisasian kekuatan sosial politik, cara berfikir dan mental politik yang mendukung tercapainya tujuan pembangunan.[2] Dan dari tujuan ini diharapkan seluruh rakyat dapat berpartisifasi dalam program pembangunan.



Usaha untuk mencapai dan melaksanakan konsep dasar pembanguan masyarakat pada umumnya dilakukan dengan menghilangkan perbedaan ideologis dari berbagai kelompok masyarakat dan mengarahkan tindakan politik rakyat kepada prinsip loyalitas seluruh kekuatan politik pada ideologi Pancasila.[3]



Dalam penerapannya, ideologi Pancasila dijadikan sebagai ideologi tunggal. Hal itu dilakukan dengan menetapkan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum (TAP MPRS 1966), pemasyarakatannya diterapkan melalui Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasil (P4) yang dikukuhkan dengan TAP MPR No. 2/1978. usaha pemerintah kemudian didukukung oleh MPR melalui hasil Sidang Umumnya tahun 1983 dengan mengeluarkan TAP MPR No. 2/1983 tentang menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi seluruh kekuatan sosial politik.[4]
Lahirnya ketetapan MPR ini bagi organisasi sosial politik jelas memiliki dampak terhadap pergerakan mereka. Disamping itu juga memperkecil ruang gerak timbulnya ideologi politik yang dapat menumbuhkan faham fanatisme dan primordialisme. Kebijakan ini dipandang perlu oleh Golkar yang menguasai separoh lebih anggota DPR/MPR, karena mengingat Golkar sendiri tidak memiliki faktor primordialisme yang sama bobotnya dengan agama guna mempertautkannya dengan massa sebagai alat penginkat solidaritas dan pengintegrasian massa.
Golkar menyadari bahwa jika agama (Islam) dibiarkan dengan leluasa menjadi simbol organisasi sosial politik akan menjadi pronata yang mampu menggabungkan segenap potensi yang ada. Apalagi jika mengingat filsafat politik Islam yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai egalitarian. Ummat Islam akan berupaya mengaktualisasikan nilai-nilai egalitarian itu dalam kehidupan bernagsa dan bernegara. Semangat ini tentu saja bertentangan dengan monopolitisasi yang hendak dilancarkan Golkar.[5]



Sementara itu pemerintah terus bersikap refresif untuk menggolkan proses pelembagaan asas tunggal. Diskusi dan perdebatan di sekitar penentuan sikap terhadap asas tunggal menjadi basa-basi belaka, sedangkan keputusan terakhir tetap mengikuti apa yang telah digariskan dalam skenario sebelumnya. Pemerintah “dengan kekuatan yang dimilikinya, tidak mengalami kesulitan untuk melaksanakan kehendaknya, inilah yang terjadi dalam pelembagaan asa tunggal”.[6]



Setelah mendapatkan legitimasi terhadap usaha yang direncanakan, pemerintah kemudian mencoba menyusun format undang-undang yang mengatur secara terperinci dalam pelasanaannya. Usaha itu dituangkan dengan mengajukan Rencana Undang-Undang Keorganisasian (RUUK) yang satu paket dengan undang-undang tentang partai politik, referendum, kedudukan DPR/MPR dan Pemilu.



Sejak RUUK ditawarkan berbagai tanggapan dan reaksi bermunculan dari organisasi kemasyarakatan. Bagi PII pada setiap eselon mulai dari struktur bawah sampai atas, RUUK ini menjadi topik isyu yang sangat hangat dibicarakan. Pembicaraan ini makin terarah ketika PB PII mengirimkan bundelan RUUK ke masing-masing PW PII, PW PII mengkopinya untuk PD PII dan PD PIImeneruskan ke PK PII.mengiringi kopian tersebut, PB PII juga mengirimkan surat instruksi bernomor: PB/Inst/Sek/001/1904-1984 yang berisi tentang tetap berpegang kepada prinsip bahwa PII hanya menerima Al Islam sebagai satu-satunya asas hudup dan kehidupan, senantiasa melakukan konsolidasi ke dalam secara terus menerus, tidak terpengaruh dan tidak turut serta baik secara langsung maupun tidak langsung kepada berbagai statmen politik/pernyataan kerbulatan tekat atau sejenisnya terutama yang berkaitan dengan asas tunggal dan UUK serta senantiasa berpegang teguh pada aturan-aturan organisasi (AD/ART, TAP MUKNAS, Khittah Perjuangan) serta keputusan-keputusan lainnya.[7]



Di Sumatera Barat pembicaraan RUUK ini dilakukan secara intens dan berkelanjutan. Periode PW PII Sumatera Barat 1982-1984, 1984-1986 dan 1986-1989 waktunya banyak dicurahkan untuk membahas hal ini. Pembicaraannya dilakukan dalam bentuk diskusi-diskusi kecil antar personil pengurus, diskusi yang melibatkan Keluarga Besar (KB) dan simpatisan PII, diskusi antar PD dan PW, seminar-seminar yang melibat pelajar-pelajar, mendatangkan PB PII dan tidak terkecuali dalam pentrainningan-pentrainningan PII (menjadi bahasan khusus).[8]



Seiring dengan pembicaraan ini, pada tanggal 17 Juni 1985 RUUK disyahkan menjadi UU No. 8/1985. Konsekwensi dari penetatapan itu adalah semua organisasi kemasyarakatan harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut sampai batas waktu tanggal 17 Juni 1987.[9] Keputusan batas akhir diberikan kepada seluruh organisasi kemasyarakatan untuk menyesuaikan secara internal organisasinya tentang penerimaan asas tunggal.



Keputusan menerima atau menolak menyesuaikan dengan UUK didasarkan dari rumusan, usulan dan kemufakatan dari tingkat bawah sampai atas. PW PII Sumatera Barat sebelum memutuskannya terlibat pembicaraan yang cukup alot. Pada dasarnya di tingkat PW setelah menimbang untung ruginya menerima atau menolak, memutuskan untuk menyesuaikan dengan UUK tersebut. Penerimaan ini didasarkan dengan melihat keberadaan PII yang dinilai tidak pada kondisi yang mengembirakan dan masih lemah dalam institusi keorganisasian. Jika PII menolak untuk menyesuaikan akan dikhawatirkan PII sebagai wahana yang potensial dalam pembinaan pelajar dan generasi muda hilang dari peredaran. Alasan ini juga diperkuat dengan landasan sejarah Nabi Muhammad SAW ketika menyetujui perjanjian Aqobah dengan kaum Quraisy. Perjanjian itu dinilai para sahabat sangat merugikan ummat Islam, tapi Nabi Muhammad malah menyepakatinya, Beliau mundur selangkah untuk maju seribu langkah. Hasil pelaksanaan perjanjian itu, Nabi dan ummat Islam dapat dengan aman menjalankan agama dan bisa beraktifitas tanpa ada gangguan dari orang-orang kafir Quraisy. Dengan melihat kejadian ini, maka tidaklah salah kiranya PII menyesuaikan diri dengan UUK yang disusun pemerintah meskipun undang-undang itu banyak bertentangan dengan Khittah Perjuangan PII.Tapi melaui penerimaannya diharapkan PII bisa terus beraktifitas secar formal dan legal dalam mewujudkan misi dan eksistensi PII.[10]



Sementara itu dalam lingkungan PD PII, penilaiannya beragam ada yang menerima dan ada pula yang menolaknya. PD PII yang menerima hanya PD PII Padang, sedangkan PD PII yang lainnya menolak untuk menyesuaikan. Alasan PD PII Padang menerima juga didasarkan pada kekhawatiran mereka terhadap nasip PII setelah berada dalam golongan organisasi yang terlarang. Sedangkan PD PII Kabupaten Limapuluhkota/Kodya Payakumbuh, PD PII Kabupaten Agam/Kodya Bukittinggi dan PD PII Kodya Padang Panjang menolak dengan keras adalah dengan alasan pada penilaian bahwa Pancasila memiliki berbagai kelemahan-kelemahan dan tidak mungkin dijadikan sebagai sumber nilai aktifitasnya, dan bagi mereka Islam sudah cukup sebagai sumber nilai setiap gerakan PII.[11]



Untuk menengahi perbedaan pandangan tersebut, maka PW PII Sumatera Barat berupaya untuk mencarikan solusi salah satunya dengan mengundang PB PII untuk memberikan penjelasan sebenarnya tentang UUK itu. PB PII yang dihadiri oleh Ketua Umumnya Mutammimul Ula menyampaikan dalam pertemuan yang melibatkan PD PII dan PW PII Sumatera Barat ini yang intinya mendukung penolakan yang dilakukan PD PII. Penyampaian pendapat PB PII mendatangkan perdebatan yang sengit dari PW dan PD PII Padang, sehingga akhirnya Mutammimul Ula mengemukakan “tiada alasan apapun bagi PII untuk menerima menyesuaikan diri dengan asas tunggal”.[12]



Usaha selanjudnya yang dilakukan oleh PW PII Sumatera Barat adalah dengan mengadakan Rapat Pimpinan Wilayah (Rapimwil) yang merupakan rapat pimpinan-pimpinan pengurus PII yang dihadiri oleh PK PII, PD PII dan PW PII se provinsi Sumatera Barat pada tahun 1986. Rapimwil ini diadakan untuk memutuskan bagaimana PII Sumatera Barat dalam memandang UUK dan hasilnya akan diutarakan dalam penyampaian pandangan umum PII Sumatera Barat ketika Muktamar Nasional PII ke-XVII yang akan diadakan di Jakarta pada bulan September 1986.



Sementara itu dari segi pandangan Keluarga Besar (KB) PII yang merupakan alumni PII menilai kasus ini dengan beragam pula, ada yang menerima dan ada pula yang menolaknya. Alasan masing-masing mereka hampir-hampir sama dengan alasan dari PD dan PW yang menolak dan menerima tersebut. Tapi secara kelembagaan KB PII menyerahkan sepenuhnya kepada kader-kader PII yang masih aktif duduk dikepengurusan untuk memutuskannya sendiri berdasarkan pada aspirasi yang berkembang ditengah-tengah kader-kader PII.




Dalam Rapimwil PII Sumatera Barat ini terjadi perdebatan yang cukup keras antara kubu yang menerima dengan kubu yang menolak. Masing-masing mereka bersikukuh dengan argumennya masing-masing, sehingga persidangan berlangsung saling hantam meja dan saling melempar kursi ketengah-tengah ruangan persidangan. Tapi situasi ini dapat diredakan oleh pimpinan sidang, sehingga tidak sampai dibubarkannya acara Rapimwil tersebut. Seterusnya pimpinan sidang menginstruksikan kepada peserta sidang agar membicarakannya lagi pada tingkat yang lebih kecil dengan pedekatan yang lebih persuasif. Akhirnya dengan melalui perbicaraan yang memakan waktu lama, kubu yang menolak dapat dilunakan dan seterusnya sidang memutuskan menerima untuk menyesuaikan diri dengan UUK.[13]



Hasil sidang Rapimwil kemudian di bawa ke arena Muktamar Nasional[14] PII ke-XVII di Jakarta yang berlangsung pada bulan September 1986. Muktamar dihadiri oleh hampir semua PW PII yang ada di tanah air (25 PW PII). Tidak jauh berbeda dengan Rapimwil PII Sumatera Barat, dalam pembahasan kebijakan PII tentang asas tunggal terdapat perbedaan pendapat diantara masing-masing wilayah. PII Sumatera Barat sebagai delegasi yang menerima untuk menyesuaikan diri dengan UUK didukung oleh wilayah lain diantaranya: PII Aceh, PII Yogyakarta, PII Jawa Tengah dan PII Jambi. Penerimaaan yang dilakukan oleh 5 wilayah ini didasari oleh kekhawatiran terhadap nasip PII sebagai lembaga pembinaan pelajar dan generasi muda akan menjadi organisasi yang terlarang dan tidak lagi bisa berkegiatan secara formal dan legal. Kondisi ini tentu akan merugikan PII yang telah lama berkiprah dalam mempertahankan dan membangun negara ini.[15]



Sedangkan wilayah yang lainnya menyatakan menolak untuk menyesuaikan diri dengan UUK. Penolakan mere dilatar belakangi oleh:



1. Alasan ideologis



Dalam UU No. 8/1985 pasal 2 ayat 1 berbunyi “Organisasi kemasyarakatan berdasarkan Pancasila sebagai satu-satunya asas”. Disini Pancasila diletakan pada posisi yang strategis, menjadi sumber dari segala sumber aktifitas organisasi, yang kemudian sering dilemparkan dalam bentuk statmen-statmen oleh pemerintah. Pada hal disisi lain pemerintah menegaskan pula bahwa Pancasila tidakakan diagamakan dan agama tidak akan di Pancasilakan. Pancasila bukan agama dan tidak mungkin menggantikan agama. Tapi ironisnya tidak boleh mencantumkan asas lain kecuali Pancasila. Disamping itu dilihat dari pengertian kalimat “satu-satunya asas” jelas bahwa tidak boleh menarok asas lain disamping Pancasila walaupun asas agama. Ini berarti suatu kesamaran yang susah di baca kemana arahnya.[16]



Sementara itu kedudukan Pancasila yang dijadikan sebagai dasar juga tidak luput dari persoalan-peersolan, ini dapat dilihat dari:



a. Aspek Historis



Lahirnya Pancasila merupakan intisari pidato Bung Karno yang disampaikan dalam sidang BPUPKI ke-9 tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 sebagai jawaban pertanyaan DR Radjiman (Ketua BPUPKI) tentang apa dasar negara yang akan dibentuk. Uraian pidato itu bersifat kompromis, dapat meneduhkan pertentangan yang mulai tajam antar yang menghendaki dasr negaraIslam dengan merekayang menghendaki negara sekuler (bebas dari corak agama).



Dari proses sejarah akhirnya, Pancasila lahir secara utuh pada tanggal 22 Juni 1945 yang kemudian terkenal dengan Piagam Jakarta. Pancasila yang lahir tanggal tersebut memuat sila pertamanya dengan rumusan “Ketuhanan Dengan Kewajiban Menjalankan Syari’at Islam Bagi Pemeluknya”. Tapi rumusan ini pada tanggal 18 Agustus 1945 dirobah dengan meninggalkan tujuh buah kata dibelakang “Ketuhanan” berdasarkan usulan M. Hatta dengan menjadi “Ketuahan Yang Maha Esa” setelah melalui kesepakatan dalam sidang PPKI. Dari fakta yang terungkap diatas, tampak jelas bahwa Pancasila adalah rumusan filsafat yang menyangkut diantara dua pendapat yang saling bertentangan antara pandangan nasionalis sekuler dengan nesionalis Islam.



Dengan ditetapkanya Pancasila sebagai dasar negara, Bung Karno ternyata sama sekali tidak pernah bermaksud dengan Pancasila berarti paham-paham yang ada di dalam masyarakat akan dihapus. Bung Karno menyatakan dalam ceramahnya yang berjudul “Anjuran kepada segenap bangsa Indonesia” di depan pertemuan Gerakan Pembela Pancasila di Istana Merdeka pada tanggal 17 Juli 1954…”Jangan berkata bahwa Pancasila diakui oleh suatu partai, jangan ada suatu partai berkata Pancasila adalah asasku. PNI tetaplah pada asas Marhaenismenya, dan PNI boleh berkata justru karena PNI berasas Marhaenisme. Oleh karena itulah PNI mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara, tapi jangan berkata PNI berdasarkan Pancasila.



b. Aspek politik



→ Pancasila (rumusan terakhir yakni yang diberlakukan lagi oleh Dekrit 5 Juli 1959):



☺ Adalah dasar dan filsafat negara Republik Indonesia
☺ Adalah konsensus nasional yang harus dihormati sebagai landasan bersama untuk bernegara yang mengikat segenap alirandan golongan bangsa dan negara Republik Indonesia yang ditegakkan bersama dengan saling menghormati identitas masing-masing.



→ Pancasila adalah satu filsafat negara RI dan sama sekali bukanlah agama dan janganlah sesekali dianggap seperti agama (baik dalam arti luas maupun dalam arti khas).
→ Ummat Islam tidak dapat (karena memang tidak diperkenankan agama):



☺ Memandang Pancasila lebih atau diatas proporsi yang seharusnya, seperti menganggab Pancasila sakral, keramat, abadi, sumber dari segala sumber, mutlak, dengan perkataan lain menganggab Pancasila sebagai agama; apalagi menganggab Pancasila lebih dari pada agama.
☺ Mengganti agama mereka (Al Islam) dengan agama lain atau aliran kepercayaan ataupun ideologi serta filasafat apa dan manapun termasuk Pancasila.[17]



Melihat penilaian diatas, tidaklah pas kiranya Pancasila diletakkan pada posisi yang tertinggi. Bagi PII Islam sudah cukup menjadi landasan yang tertinggi dan tidak ada lagi yang tinggi dari pada itu. Cara pandang PII terhadap Islam sebagai dasar pergerakan dan perjuangan sangat mempengaruhi setiap kebijakan yang akan diambil oleh PII. Cara pandang terhadap Islam bisa diklasifikasikan sebagai berikut:



a. Islam sebagai rahmatullil’alamin



Dalam hal ini, Islam merupakan solusi setiap permasalahan yang timbul di tengah kemelut peradapan modern. Islam membawa keselamatan dan kebahagiaan bagi segenap umat manusia. Islam bukan hanya untuk satu golongan tertentu saja, tetapi untuk semua makhluk Allah. Adanya Islam bagi setiap organisasi bukanlah penyebab terjadinya perpecahan dan fanatisme sekretarian seperti yang dilangsir oleh pemerintah.



b. Islam merupakan pedoman hidup yang lengkap dan universal



PII berpandangan Islam merupakan satu-satunya sumber nilai dalam setiap pergerakan, perjuangan, pemikiran dan kehidupan. Dengan keyakinan akan totalitas ajaran Islam, sungguh tidak tepat mencari bentuk lain selain Islam sebagai dasar/asas gerakan organisasi. Dasar gerakan organisasi haruslah suatu hal yang sudah pasti kebenarannya, kebenaran itu hanya dari Allah (QS. Al Baqoroh:208 dan Al-Maidah: 3).



c. Islam harus diperjuangkan sebagai tugas kekhalifahan



Tugas kekhalifahan manusia di muka bumi adalah membawa misi memperjuangkan Islam sebagai sumber nilai dalam setiap gerakan kehidupan manusia. Sungguh amat naif jika manusia memperjuangkan nilai-nilai selain dari Islam sebagai nilai-nilai dasar hidupnya.



d. Islam memberi peluang berijtihad bagi manusia



Islam tidak mengatur secara terperinci perihal kehidupan dunia. Untuk itu Islam membuka peluang bagi manusia untuk berijtihaduntuk kebaikan hidupnya. Islam sangat menghargai hasil ijtihad manusia. Namun ijtihad manusia tidak boleh keluar dari tatanan nilai yang ada dalam Islam. Dengan dibukanya pintu ijtihad berarti memungkinkan timbulnya pandangan yang berbeda (Khilafiyah).



Islam sangat menghargai perbedaan dalam kehidupan manusia. Maka dalam hal ini sangatlah tidak relefan dengan semangat Islam, jika pemerintah meaksakan penyeragaman ideologi setiap ormas yang ada.[18]



2. Alasan komitmen perjuangan



Sesuai dengan namanya, “Pelajar Islam Indonesia” terdapat tiga kata kunci yang menjiwai semangat dan tanggung jawab gerakan,yakni pelajar, Islam dan Indonesia. Ketiga kata ini merupakan “Tri Komitmen PII” dalam setiap gerakannya. Masing-masing menempati posisi, pelajar sebagai sasaran dakwah, Islam sebagai sumber nilai dan Indonesia sebagai wilayah dakwah.



Posisi pelajar yang strategis menjadi perhatian yang sangat serius bagi PII. Bentuk dan masa depan bangsa ditentukan oleh nilai-nilai apa yang tertanam pada pelajar hari ini. Komitmen PII terhadap pelajar jelas lebih menekankan pada penanaman nilai-nilai Islam, sehingga pada kehidupan yang akan dilaluinya, pelajar telah memiliki arah.



Dalam hal ini PII menjadikan pelajar itu sebagai lahan garap atau sasaran dakwahnya sebagai perwujudan dari komitmen PII terhadap pelajar. Atas dasar pandangan ini PII bangkit sebagai kelompok yang sadar dan ingin berpartisipasi membangun umat, khususnya pelajar dari kesalahan bersikap, berpikir dan dalam setiap amalnya.



Komitmen kepada Islam didorong oleh kesadaran sejarah yang menempatkan Islam sebagai agama dan kaum muslimin sebagai umat (komunitas) yang pernah dicabik-cabik oleh kaum penjajah untuk kepentingan politiknya.[19] Dalam rentang waktu yang cukup panjang kaum penjajah berhasil memisahkan umat dari agamanya, ibarat memisahkan ruh dari jasadnya. Fenomena seperti ini dialami hampir seluruh belahan dunia Islam.



Islam dengan totalitas ajarannya yang telah dipenggal sedemikian rupa menjadi serpihan-serpihan yang kemudian dipahami sebagai sesuatu yang parsial. Aqidah dan ukhuwah Islamiah yang merupakan kekuatan perekat umat Islam telah dimanipulasi dalam ramuan semangat sektarianistik. Beberapa ratus tahun Islam telah kehilangan dinamika dan rasionalitas ajarannya, dan kaum muslimin telah kehilangan ghirah perjuangannya.



Bangkitnya Pan- Islamisme di akhir abat XIX,[20] telah menyadarkan kaum muslimin terhadap agamanya dan kehidupan sosialnya, yaitu suatu kesadaran untuk meyakini Islam sebagai satu-satunya Ad-dien (pandangan hidup) yang diredhai Allah, yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia secara utuh dan menyeluruh (kaffah).



PII bangkit di tengah arus kesadaran baru Pan-Islamisme. Kebangkitannya dipenuhi keyakinan dan kesadaran menetapkan Islam sebagai asas pergerakannya. Ini berarti menjadikan Islam sebagai sumber inspirasi, semangat dan missi perjuangannya. Komitmen PII kepada Indonesia bukanlah komitmen kepada sistem nilai atau falsafah ideologinya.



Komitmen PII kepada Indonesia, justru karena didorong oleh komitmen kepada Islam. Yakni suatu kesadaran untuk mendakwahkan Islam kepada manusia, khususnya di Indonesia sebagai tempat berpijak.[21] Dalam hal ini komitmen PII kepada Indonesia adalah menjadikan Indonesia sebagai wilyah dakwah dan rakyat Indonesia yang mayoritas muslim sebagai sasaran dakwah.
Dari komitmen perjuangan PII di atas dapat penulis simpulkan bahwa penolakan PII terhadap pancasila sebagai asas organisasi karena PII tidak dapat menjadikan pancasila sebagai sumber inspirasi, motivasi, nilai pergerakan dan perjuangan serta missi organisasi. PII sebagai organisasi pengkaderan juga tidak dapat menjadikan pancasila sebagai dasar nilai pengkaderannya.
Dalam pandangan PII, asas merupakan dasar serta sumber nilai dalam setiap aktifitas gerakan PII. Komitmen dan idealisme kader dibentuk berdasarkan nilai-nilai tersebut (Islam), tidak dengan nilai pancasila. PII memandang pancasila sebagai instrumen pemerintah atau negara dalam merekat bangsa yang pluralisme (majemuk).[22]



Pandangan PII ini didukung oleh beberapa kenyataan sejarah yang tidak dapat dinafikan oleh PII bahwa komitmen perjuangan merupakan hal yang sangat berarti dalam menentukan gerak langkah menatap masa depan PII dan bangsanya.



a. Latar belakang sejarah



Sepanjang sejarahnya PII selalu tampil mengkritisi bahkan menentang setiap kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan semangat demokrasi dan kemanusiaan. Dan sebaliknya PII sangat mendukung dan melibatkan diri dalam setiap kegiatan dan kebijakan pemerintah yang memperjuangkan demokrasi dan nilai-nilai kemanusiaan.



PII ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan tatkala nilai-nilai kemerdekaan dan kemanusia bangsa Indonesia tidak dihargaai oleh Belanda (1947-1949). Tidak sedikit kader PII berguguran tatkala penumpasan pengkhianatan PKI di Madiun (1948), PII menolak dengan tegas kebijakan politik presiden Soekarno tentang “NASAKOM”.[23]



Dengan gagah berani dan penuh semangat jihad PII menggalang kekuatan pelajar dalam penumpasan PKI 1965. PII menolak kehadiran dan tidak ikut bergabung dengan KNPI sebagai induk organisasi kepemudaan karena dinilai sebagai perpanjangan tangan pemerintah dan sebuah usaha depolitisasi pemerintah terhadap organisasi kepemudaan.



Tahun 1972-1974, PII tampil sebagai salah satu kekuatan moral organisasi Islam yang banyak mengoreksi RUU perkawinan yang kontroversial. Masih banyak kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan yang tidak luput dari kritikan bahkan penolakan PII.



Berdasarkan beberapa fakta sejarah di atas dapat dipahami bahwa sejarah yang telah digoreskan PII sejak berdirinya tahun 1947 turut memberikan andil dan pemahaman bagi kader PII dalam menentukan sikap terhadap pemberlakuaan Asas Tunggal. Perlawanan terhadap tirani dan perjuangan mempertahankan idealisme sekalipun berakibat “pahit”, menjadi ciri khas kader dan organisasi PII. Telah banyak perjuangan dan pengorbanan yang dilalui, penolakan terhadap Asas Tunggal merupakan puncak dari perlawanan PII terhadap tirani.



b. Latar belakang politik



Untuk menjaga kestabilan perjalanan pemerintah, penguasa Orde Baru melakukan sentralisasi kekuasaan dan penyeragaman dalam berbagai bidang. Ruang untuk terjadinya perbedaan semakin diperkecil dan stabilitas dibangun melalui kekuatan meliter. Dengan itu terciptalah sebuah kekuasaan yang otoriter. Dibentuknya KNPI, diharuskannya fusi partai menjadi tiga partai dan lain-lain merupakan sebuah usaha depolitisasi terhadap kekuatan-kekuatan masyarakat demi memperkuat posisi pemerintahan. Banyak organisasi yang gamang dan bahkan tidak sanggup menghadapi realita ini dan akhirnya mengorbankan idealisme mereka dan untuk selanjutnya sangat akomudatif dengan pemerintah.[24]



Sebagai organisasi pergerakan, PII memandang usaha pemerintah tersebut di atas merupakan pengingkaran dan bahkan pengkhianatan pemeritah terhadap nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan. Ini merupakan suatu pembodohan terhadap rakyat demi memperkuat posisi kekuasaan. PII memandang, ini adalah sebuah tindakan kezaliman yang mesti ditentang.
Asas Tunggal secara politis merupakan pengkebirian terhadap organisasi-organisasi selain pemerintah, karena ini merupakan sebuah usaha untuk melemahkan posisi rakyat demi tegaknya sebuah rezimentalisme.



Dari beberapa hal di atas terlihat pemberlakuaan Asas Tunggal sangat bertentangan dengan semangat perjuangan dan idealisme yang dibangun oleh PII. Semangat ini mengalir dalam diri kader PII. Semangat mempertahankan kebenaran sekalipun akan berakibat pahit. Dengan penolakan ini pemerintah mengeluarkan surat edaran No 120 tahun 1987 yang menyatakan bahwa Organisasi Pelajar Islam Indonesia tidak diakui keberadaannya dan segala bentuk kegiatan yang mengatasnamakan PII dilarang.[25]



Keputusan untuk mentukan sikap PII antara menerima atau menolak dengan argumentasinya masing-masing terus berjalan dengan alot, dan kalau tetap dipertahankan tidak akan berada apada titik temu karena kedua alasan sama-sama kuat. Kemudian dilakukanlah pengambilan keputusan melalui voting (dengan suara terbanyak). Akhirnya kubu menolak mendapatkan suara mayoritas dan kemudian diputuskanlah dalam Muktamar itu bahwa PII tetap mempertahankan Islam sebagai satu-satunya asas organisasi PII.[26] Keputusan ini selanjudnya diterima oleh golongan yang menerima dengan dada lapang serta dengan satu itikad baik tunduk pada keputusan bersama.[27]



Keputusan Muktamar ini dikristalisasikan pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) pada bulan Juni 1987 menjelang diberlakukannya UUK tersebut. Dalam Rapimnas itu dihasilkanlah suatu kebulatan tekad dari segenap anggota dan pimpinan PII setanah air “Untuk tetap Istiqomah atas dasar Islam, tidak bisa menyesuaikan diri dengan UU No.8/1985 dan tidak akan membubarkan diri”.[28] Peristiwa ini kemudian dikenal dengan “Deklarasi Cisarua” (Cisarua nama tempat di sekitar Bogor Jawa Barat, tempat dikomandangkannya kebulatan tekad). Deklarasi ini memuat alasan-alasan penolakan di atas menjadi latar belakang pengambilan keputusan secara nasional.[29]



Ketika seluruh warga PII di persada negeri ini sedang membahas menentukan sikap yang paling tepat terhadap asas tungal, PII disentakkan dengan berita penyampaian kebulatan tekad 6 PD PII di Aceh. PD PII itu diantaranya: PD PII Aceh Utara, PD PII Aceh Tengah, PD PII Aceh Besar, PD PII Banda Aceh, PD PII Pidi dan PD PII Sabang. Mereka menyatakan menerima Pancasila sebagai asas organisasi. Kebulatan tekad ini didampaikan dihadapan Mentri Pemuda dan Olah Raga (Menpora) Abdul Ghafur, Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan Ketua KNPI Pusat Abdullah Puteh.[30]



Menghadapi sikap PD PII yang menerima tersebut, PW PII Aceh membekukan PD PII yang menyatakan kebulatan tekad itu dan seluruh aktifitas dan inventaris organisasi telah diambil alih oleh PW PII, termasuk stempel PD PII. Sementara terhadap kader yang ikut menyatakan kebulatan tekad di pecat dari keanggotaan PII.[31]



Hampir sama dengan PII Aceh, PW PII Jambi dibekukan PB PII karena menerima asas tunggal dan melakukan registrasi ke Kantor Soial Politik (Kasospol) Provinsi Jambi. Semua aset organisasi diambil alih oleh PB PII dan kemudian memecat orang-orang yang terlibat penyesuaian tersebut.[32]



B. Status Dan Posisi Pelajar Islam Indonesia Sumatera Barat Pasca UU No.8/1985



Dalam UU No. 8/1985 BAB II pasal 2 ayat 1 disebutkan “Organisasi kemasyarakatan bersasakan Pancasila sebagai satu-satunya asas”, ayat 2 “Asas yang dimaksud dalam ayat 1 adalah asas kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.[33] Dalam hal ini sangat jelas ditekankan bahwa organisasi kemasyarakatan mesti berasaskan Pancasiladan menutup kemungkinan bagi ormas berasaskan yang lain.



Selanjudnya dalam pasal 4 BAB II dijelaskan “Organisasi kemsyarakatan wajib mencantumkan asas sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 dan tujuan sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 3 dalam pasal anggaran dasarnya”.[34] Jadi asas Pancasila harus dicantumkan oleh setiap ormas dalam anggran dasarnya.



Setiap organisasi yang tidak mengindahkan undang-undang diatas, maka pemerintah mempunyai hak untuk membubarkannya. Ini didasarkan pada pasal 15 BAB VII yang berbunyi “Pemerintah dapat membubarkan organisasi kemasyarakatan yang tidak memenuhi ketentuan-ketetntuan pasal 2, 3, 4, 7 dan atau pasal 18”. Sedangkan tata cara pembubarannya diatur dalam Peraturan Pemerintah.[35]



Setelah dikeluarkannya undang-undang tersebut, seluruh ormas diberi kesempatan utnuk menyesuaikan diri dengan undang-undang itu dalam jangka waktu 2 tahun tertanggal sejak disyahkan. Sesuai dengan pasal 18 BAB VIII yang berbunyi “Dengan diberlakukannya Undang-undang ini, organisasi kemasyarakatan yang sudah diberi kesempatan untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini yang harus disesuaikan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah tanggal mulai berlakunya undang-undang ini”.[36]



Dari ketetapan undang-undang ini, jelas ormas tidak memiliki pilihan lain kecuali mencantumkan Pancasila sebagai asas organisasinya kalau tidak mau dibubarkan oleh pemerintah. PII yang sudah menghasilkan kebulatan tekad melalui Mukatamar dan dipertegas dengan Rapimnasnya yang menyatakan tidak bersedia menyesuaikan diri dengan UU No. 8/1985. Dan sampai batas waktu yang telah ditentukan pemerintah yaitu tanggal 17 Juni 1987, PII belum mendaftarkan diri ke Departemen Dalam Negeri. Maka tertanggal 10 Desember 1987 melalui Mentri Dalam Negeri Soepardjo Rustam, pemerintah mengeluarkan SK No. 120 tahun 1987 yang mengatakan “PII tidak diakui keberadaannya marena tidak memenuhi undang-undang dan semua kegiatan yang engatasnamakan Pelajar Islam Indonesia (PII) dilarang”.[37]



Seruat keputusan tersebut sampai hari ini tidak pernah diterima PII secara kelembagaan, tapi secara derule PII tetap ditiadakan, walaupun secara defacto masih efektif. Hal ini mengakibatkan PII secara nasional turut bergeser, terutama perubahan dari organisasi formal ke organisasi informal, dari organisasi massa menjadi organisasi kader. Berbagai pergeseran memberikan inflikasi yang positif dan negatif bagi perjuangan PII di masa-masa berikutnya.[38]



Dengan tidak diterimannya surat Mendagri oleh PII, PB PII yang dipimpin oleh Chalidin Yacob mentangi Moch. Barir, Direktur Pembinaan Masyarakat Departemen Dalam Negeri dengan maksud menanyakan keberadaan PII. Menurut Moch Barir, “PII sudah tidak ada lagi. Kalau kalian mau silahkan membuat organiasi baru dengan nam bukan PII dan harus memenuhi undang-undang yang ada”. Artinya harus mencantumkan asas tunggal Pancasila.[39]



Sehari kemudian Mendagri dengan surat No. 220 dan 221 menyerukan kepada semua Gubernur, Walikota dan Bupati yang isinya permintaan agar para pejabat daerah mengamankan SK Mendagri No. 120 dan 121, dan mengadakan penertipan terhadap PII dengan cara melarang melakukan kegiatan apapun, menanggalkan papan nama, atau melarang pemasangan papan nama dan melarang penggunaan atribut organisasi yang bersangkutan.[40]



Meski sudah dinyatakan bubar, PII ternyata masih ada. PII wilayah Aceh misalnya, pada tanggal 20-14 Januari 1988 mengadakan acara Basic Trainning dengan jumlah peserta 150 orang. “Kami disini biasa-biasa saja”, kata Hasanuddin Ketua Umum PW PII Aceh.[41]
Sementara itu di Sumatera Barat, kader-kader PII tetap komit dengan kesepakatan bersama pada Muktamar Nasional dan Rapimnas dengan tetap mempertahankan Islam sebagai sayu-satunya asas. PW PII tidak melakukan tregistrasi ke Kantor Soial Politik (Kasospol) provinsi Sumatera Barat. Begitu juga dengan PD PII-PD PII yang ada, tidak melakukan pendaftaran ke Kasospol setempat sebagaimana yang diingini undang-undang.



Dengan tidak dilakukannya registrasi ormas tersebut, PII Sumatera Barat berada pada status sebagai organisasi informal dan legal. Dengan status ini tentu saja tidak bisa lagi membuat PII bergerak secara terbuka. Hal ini mengakibatkan penurunan kapasitas dan berkomunikasi dengan ormas lain menjadi terbatas. Sejak dibubarkan PII Sumatera Barat pada bulan-bulan awal mengalami kefakuman karena belum memiliki format dan pola gerakan yang jelas.[42] Disamping itu mereka juga dihimbau oleh PB PII melalui surat No. PB/Sek/117/1407-1987 untuk dapat mengurangi atau bahkan kalau perlu menghindari acara-acara yang demonstratif.[43]



C. Pola Gerakan Pelajar Islam Indonesia Sumatera Barat Semasa Bawah Tanah



Sikap keras yang ditunjukan oleh PII dengan tidak menerima kebijakan pemerintah terhadap pemberlakuan asas tunggal, mendatangkan rekasi dari beberapa tokoh Islam, diantaranya: Alm. Pak Natsir yang turut mendesak PB PII supaya menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang yang ada. Pek Natsir cemas jika PII tetap pada sikap kerasnya, “Organisasi itu akan hilang dari peredaran dan ketika PII hilang yang rugi bukan hanya PII melainkan bangsa ini secara keseluruhan yang kehilangan salah satu potensi efektifnya dalam pembinaan generasi muada”.[44] Sementara itu Endang Syaifuddin ‘Ansyari (PW PII pertama Jawa Barat) menilai bubarnya PII dianggab tragis, ”mereka tidak bersedia menerima asas tunggal Pancasila karena pemimpinnya polos, lugu dan sederhana. Mereka menyandarkan diri pada pendapat bahwa Islam bertentangan dengan Pancasila”. Sedangkan M. Husni Thamrin (Ketua Umum PB PII periode 1966-1967) berpendapat “Bila dibiarkan PII dengan sikap kerasnya, dikhawatirkan anak-anak muda itu nanti akan terjebak pada golongan apatisme yang fatalistis. Sebab bagai manapun tempat berlatih itu harus ada, Pramuka dan OSIS tidak cukup menampung aspirasi para pelajar”.[45]



Dari pihak Keluarga Besar (KB) PII sebagai alumni PII, masih ada yang belum memahami sikap yang diambil PII yang mengakibatkan renggangnya hubungan. Namun pada umumnya para KB yang kurang sependapat, mulai memahami dan tetap mendukung segala aktifitas, hanya saja tidak melibatkan secar langsung.[46]



Beberapa pandangan diatas benar terbukti, keberingsutan kegiatan PII secara nasional apalagi yang sifatnya daerah telah membawa pengaruh yang cukup tajam. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukanlah berbagai usaha dengan diadakannya acara-acara yang bersifat nasional dalam mencari jalan dan metode apa yang mampu menjawab kekhawatiran tokoh Islam tersebut. Diadakannya Rapimnas I dan II di Jawa Barat adalah bentuk upaya mengantisifasi kondisi-kondisi yang terjadi.



PII sumatera Barat selalu berperan aktif dalam penyelesaian-penyelesaian itu dengan memberikan sumbangan pemikiran. Rekomendasi yang disampaikan ke PB PII untuk menyelesaikan dengan pemerintah yang hal ini Mentri Dalam Negeri. Namun akibat keberagaman dari PB dan PW yang ketika itu didominasi oleh Jawa, sehingga rekomendasi tersebut belum dapat diwujudkan. Rekomendasi yang dimaksud adalah berbentuk wadah baru sebagai kamuflase dari wadah yang ada atau berbentuk yayasan yang bersifat nasional.[47]
Sambil menunggu pembahasan lebih lanjud usulan PII Sumatera Barat di tingkat nasional itu, PII Sumatera Barat dalam lingkungan wilayah menginformasikan kepada PD PII yang ada untuk membentuk nama-nama kamuflase dalam mengadakan aktifitas. Nama-nama kamuflase ini dibuat dengan memperhatikan penjelasan atas PP No. 18 tahun 1986, pada pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Perhimpunan yang bersifat kekerabatan yang mempunyai kegiatan, tujuan dan bersifat sementara, serta keanggotaannya yang longgar misalnya arisan tidak termasuk pengertian organisasi kemasyarakatan”.[48]



Mengacu pada PP ini, maka disusunlah pola gerakan yang sebenarnya telah dibahas dalam Rapimnas di Cisarua. Pola gerakan pertama yang akan dilakukan adalah membentuk wadah-wadah yang kiranya sejenis dan semaksud dengan pengertian penjelasan PP tersebut. Adapun bentuk-bentuknya antara lain:



1. Majlis-Majlis Ta’lim
2. Club-club
3. Arisan
4. Forum-forum
5. Remaja-remaja Masjid.[49]
Badan-badan di atas melakukan paket program:
a. Mengefektifkan trainning-trainning konvensional yang ada
b. Mengefektifkan Studi Islam Awal Mula (SIAM), Bimbningan Keilmuan dan Kepelajaran (BKK), Latihan Kader Tunas (LKT) dan lain-lain.
c. Mengefektifkan ta’lim-ta’lim atan tarbiyah-tarbiyah
d. Mengadakan trainning-trainning alternatif
e. Mengefektifkan gerakan dakwah fardiyah.[50]
Untuk menjalankan program-program ini, maka dilakukanlah pemobilisasian nama-nama PII dengan nama-nama kamuflase, diantaranya:
1. PD PII Kabupaten Limapuluhkota/Kodya Payakumbuh dirobah dengan nama Ramaja Islam Badan Kerja Sama Masjid dan Mubalig (RIS BKSM). Nama ini kemudian dirobah dengan Forum Komunikasi Remaja Masjid (FKRM).
2. PD PII Kabupaten Agam/Kodya Bukittinggi diganti dengan nama Kelompok Studi Islam (KSI).
3. PD PII Kodya Padang Panjang ditukar dengan namanya dengan Kelompok Belajar Estafet (KBE).
4. PD PII Kodya Padang diganti dengan nama Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan Assalam (LP 2 ASSALAM).[51]



Sebelum diadakan penggantian nama-nama tersebut, kondisi PII di masing-masing daerah mengalami kefakuman karena masih mencari format dan bentuk pergerakan. Disamping itu mereka juga ketakutan berkegiatan dengan memakai nama PII. Ketakutan mereka didasari kalau-kalau aparat keamana membubarkan acara yang mereka adakan dan menangkapai mereka. Tapi setelah menyepakati bentuk dan pola gerakan yang akan dilakukan khususnya dalam suasana informal, kader-kader PII di daerah kembali melakukan kegiatan-kegiatan.



Pada tahap awal kegiatan-kegiatan yang diadakan dengan nama-nama kamuflase berjalan dengan mulus tanpa ada gangguan dari aparat kemanan. Meskipun demikian mereka tetap siap siaga dengan segala kemungkinan yang bakalan terjadi. Mereka mengefektifkan kembali peran Brigade PII yang memiliki kemampuan inteligen dan penguasaan lapangan untuk bertugas mengamankan oganisasi.[52] Brigade PII memegang peranan penting dalam menjaga keberlangsungan acara dan mereka bertanggung jawab penuh terhadap keamanan organisasi.



Meskipun selalu waspada dan berkedok nama-nama kamuflase, akkhirnya kgiatan yang mereka lakukan tercium juga oleh aparat pemerintah daerah dan aparat keamanan, seperti yang terjadi di hampir semua PD PII. Di PD PII Kabupaten Limapuluhkota/Kodya Payakumbuh kegiatan yang dilakukan atas nama FKRM setelah tercium oleh aparat, selalu mendapatkan pengawasan. Kemudian untuk selanjudnya sering acara-acara yang diadakan atas nama FKRM dipersulit izin pelaksanaannya. Dengan kondisi seperti ini mereka tetap nekat mengangkatkan acara-acara, walaupun tidak mendapatkan izin dari aparat keamanan.[53]



Hal serupa juga terjadi pada PD PII Kodya Padang Panjang. Dengan memakai kofer KBE, mereka senantiasa dipantau oleh aparat keamanan karena wujud aslinya sudah mulai ketahuan. Ini disebabkan oleh segala bentuk geraknya yang agak spesifik dari organisasi-organisasi lainnya. Sikap ini makin jelas ketika mereka dituduh terlibat langsung dalam politik praktis sebagai kaki tanggannya PPP dalam mencari masssanya. Kondisi ini menbuat KBE tidak diperbolehkan beraktifitas, jika tidak bekerja sama dengan Departemen Agama setempat.[54]
Begitu juga yang terjadi di PD PII Kabupaten Agam /Kodya Bukittinggi dan PD PII Kodya Padang, mereka selalu mendapatkan pemantauan dari aparat keamanan. Meskipun terus dimatai-matai, PII Sumatera Barat tidak lantas mati dari berkegiatan, mereka terus dengan gencar mengangkatkan berbagai acara, mulai dari pengadaan training, kursus-kursus seperti kursus bahasa Arab, bahasa Inggris, latihan anak sholeh untuk anak SD, wirid-wirit ramaja, tafsir Al qur’an ta’lim-ta’lim/tarbiyah-tarbiyah, pertandingan oleh raga, lomba kesenian dan banyak yang lainnya.[55] Artinya mereka tidak pernah sepi dari kegitan-kegiatan.



Peserta yang mengikuti acara-acara diatas terbilang cukup ramai, rata-rata dalam sekali training diikuti oleh 200-400 peserta bahan ada yang melebihinya. Mereka yang mengikutinya barasal dari sekolah-sekolah umum dan agama, yang rata-rata mereka merupakan orang-orang pilihan di sekolahnya. Mereka di sekolah aktif dipengurusan OSIS dan mendapatkan rengking dikelasnya. Ketika mereka telah selesai mengikuti acara PII, rata-rata mereka memiliki perbedaan diantara teman-temannya yang tidak ikut dalam bersikap dan berfikir. Sementara keikutsertaan mereka dalam acara ada yang sudah mengenal PII sebelumnya karena diperkenalkan oleh teman-temanya yang telah ikut, tapi kebanyakan mereka belum mengenal bahwa yang mengadakan acara itu adalah PII. Mereka baru tahu bahwa yang mengadakan acara adalah PII ketika telah diberikan materi background PII.



Mereka tidak mundur dari keikutsertaannya dalam acara tersebut ketika telah diketahui yang mengadakan acara adalah organisasi PII yang berstatus sebagai organisasi terlarang. Sikap mereka yang terus mengikutinya dikarenakan oleh suasan yang telah diformat sedemikian rupa oleh instruktur PII. Dan setelah mereka selesai mengikuti acara, mereka tidak merasa menyesal bahkan ada diantara mereka yang malah merasa senang telah bisa mengikuti acara PII.[56]
Sedangkan sumber dana dari pelaksanaan acara di cari oleh panitia secar otodidak. Mereka meminta sumbangan ke pemerintah daerah kalau acara mendapatkan izin, jika tidak mereka kemudian meminta sumbangan ke Keluarga-keluarga Besar (KB) PII, meminta sumbangan ke sipatisan PII, memungut sumbangan ke mesjid-mesjid dan tidak jarang mereka berjalan ke toko-toko di pasar-pasar dan rumah-rumah warga yang ada di sekitar acara. Namun jika dana yang dipungut tidak memenuhi pembiayaan acara sampai ahkir, maka para panitia dan kader-kader lainnya menanggulanginya secara bersama-sama dengan cara beriyur.[57]



Sementara itu tanggapan dari masyarakat terhadap acara yang diadakan, pada umumnya mendukung pelaksanaannya. Ini dinilai dari begitu antusiasnya merea pada acara. Warga mau membantu dalam segi moril dan materil terhadap kelangsungan acara. Suasana ini terjadi di seluruh temapat pelaksanaan kegiatan seperti yang terjadi pada acara Basic Trainning yang diadakan di Padang Japang Guguk Kabupaten Limapuluhkota, masyarakat disana begitu mendukung sekali acara yang diadakan, ketika panitia meminta sumbangan ke rumah-rumah warga, mereka dengan spontan memberi sumbangan ala kadarnya berupa beras, kelapa dan sayur sayuran dan ada juga yang sampai-sampai diantara warga tersebut yang mengantarkannya sendiri bahan-bahan makanan bagi peserta. Dan begitu pula di tempat-tempat pelasanaan acara lainnya.[58]



Dari sekian banyak dukungan yang diberikan, tentu ada pula sebagian orang yang bersifat apatis dan sinis terhadap PII. Seperti yang terjadi di SMP Negeri 1 Payakumbuh, dimana pimpinannay melarang para siswanya mengikuti acara yang diadakan PII dan dihadapan para siswa juga dikatakan hal-hal yang dapat merugikan eksistensi PII.[59] Menyikapi pandangan sinis ini, PII lebih banyak diam dan hanya membuktikan saja melalui kader-kader yang dihasilkan, apakah benar terjadi kegalauan mereka terhadap organisasi PII.



Acara-acara yang dilakukan PII Sumatera Barat di atas selalu berada dalam pengawasan aparat keamanan. Supaya acara yang diadakan tidak ketahuan kedoknya, sering sekali mereka bermain kucing-kucingan dengan aparat seperti yang terjadi ketika acara Konferensi Wilayah (Konwil) PII sumatera Barat ke-XII di Padang Panjang. Ketika acara Konwil sedang berkacamuk sampai mengahantam meja dan saling melempar kursi ke tengah-tengah persidangan, secara tiba-tiba datang Departemen agama Padang Panjang ke lokasi acara, tapi karena Brigade PII selalu siap siaga. Ketika melihat ada mobil plat merah yang datang, salah seorang anggota Brigade langsung memberi tahu pimpinan persidangan bahwa ada aparat keamanan yang datang. Setelah mendapat berita pimpinan sidang memberi tahu anggota rapat dan sidang kemudian disulap seperti acara-acara ceramah dan Syaiful Amin disuruh memberikan materi di depan persidangan. Dalam suasana berbentuk ceramah itulah Depag tersebut di ajak memasuki ruangan acara dan kemudian di suruh pula memberikan ceramah. Melihat bentuk acara yang dilakukan, dalam ceramahnya Depag mendukung pelaksanaan acara dan mengajak untuk terus melakukan acara yang sama. Setelah Depag pergi acara persidangan kembali dilanjudkan.[60]



Strategi lain yang digunakan adalah dengan menggunakan kata-kata sandi yang hanya difahami oleh kader-kader PII saja. Kata sandi biasanya dipakai antara eselon pengurus yang berada di bawah atau atas dari struktur yang ada. Contohnya ketika PD PII atau PK PII meminta bantuan tenaga instruktur ke PW PII atau PD PII dalam mengelola satu kegiatan training, maka biasanya mereka akan meminta tolong dengan bahasa “Tolong pengiriman tenaga guru untuk membina TPA atau didikan Shubuh”. Dengan kalimat seperti ini, PW PII atau PD PII telah paham bahwa akan ada acara training yang akan diadakan dan mereka memohon untuk menurunkan tenaga instruktur dan dengan sendirinya mereka akan datang kelokasi acara.[61]



Cara lain yang dilakukan adalah dengan mengganti nama-nama trainning pengkaderan PII, misalnya acara Lidearship Basic Trainning (LBT) diganti dengan Latihan Kepemimpinan Ramaja Islam atau Latihan Kepemimpinan Dan Cendikiawan Muslim (LKCM), Lidearship Mental Trainning (LMT) dirobah dengan Latihan Kepemimpinan Tingkat Lanjud dan begitu pula dengan pengkaderan-pengkaderan PII lainnya.[62]



Meskipun telah berbagai upaya dilakukan PII Sumatera Barat agar tidak ketahuan oleh aparat keamanan, namun ada juga yang beberapa acara yang diketahui. Acara-acara yang ketahuan itu ada yang langsung dibubarkan dan ada yang hanya dimintai keterangan saja. Acara yang dibubarkan, pernah terjadi pada acara Latihan Kepemimpinan Remaja Islam di Bukittinggi. Acara ini dibubarkan setelah ketangkap basah menggunakan atribut dan menyanyikan lagu-lagu PII.[63] Pembubaran acara Latihan Dasar Kepemimpinan juga terjadi di Padang Panjang, karena lokasi acara yang kebetulan berdekatan dengan markas polisi.[64] Di Padang kegiatan PII berjalan sangat hati-hati karena begitu ketatnya pengawasan yang dilakukan aparat terhadap kegiatan-kegiatan keagamaan secara umum dan kegiatan-kegiatan organisasi terlarang secara khususnya. Meski sudah hati-hati, ada juga yang diketahui tapi tidak sampai dibubarkan karena ada pertolongan dari Keluarga Besar (KB) PII. Sehingga setiap acara yang diketahui hanya dimantai keterangan saja supaya tidak mengkaji soal-soal politik.[65]



Kejadian berbeda terdapat di Payakumbuh, acara yang diketahui oleh aparat keamanan tidak ada yang sampai dihentikan kelanjutannya gara-gara dibubarkan oleh aparat. Acara yang kalau dibubarkan tidak dihentikan pelaksanaannya, tapi panitia mencari alternatif tempat lain yang lebih aman untuk terus melanjudkan acara, salah satunya memindahkan acara tersebut kerumah-rumah KB PII yang memungkinkan. Disamping itu ada juga acara yang ketahuan, tapi tidak sampai dibubarkan karena mereka meminta bantuan kepada KB PII untuk memberikan penjelasan kepada aparat tentang acara yang sedang berlangsung. Seperti yang terjadi waktu pengangkatan acar Trainning Terpadu se-zone Sumatera di Masjid Gadang Balai Nan Dua Koto Nan Empat Payakumbuh, acara ini diketahui aparat dan berniat akan membubarkannya. Tapi karena ada bantuan dari KB PII, acar tersebut tidak jadi dibubarkan dan tetap jalan sampai akhir.[66] Kondisi yang sama juga terjadi ketika mengangkatkan acara Perkampungan Kerja Pelajar (PKP) di Desa Simpang Sugiran Guguk Kabupaten Limapuluhkota tahun 1992. acara yang diikuti oleh kader-kader PII se- Sumatera Barat ini dilaporkan oleh salah seorang pemuka masyarakat Polsek Guguk dan berita ini sampai pula ke Kasospol dengan tuduhan melakukan kegiatan-kegiatan politik. Kemudian Polsek memanggil ketua panitia acara yang waktu itu di pegang oleh Erianto dan menanyakan perihal kebenaran laporan yang didapatkannya. Sementara panggilan ke Kasospol dihadiri oleh Kabid Ekstern PD PII yang waktu itu di pegang oleh Akmal Thulas, Sospol menanyakan tentang acara yang diadakan. Setelah memberikan keterangan kepada kedua lembaga tersebut, tapi meraka tidak merasa puas mendengar keterangan yang diberikan, maka selanjudnya mereka meninjau kelokasi acara.




Setelah melakukan peninjauan, mereka tidak menemukan tanda-tanda acara yang berkenaan dengan poltik, tapi hanya kegiatan-kegiatan yang berbau agama saja, seperti melakukan pembinaan terhadap TPA, melatih didikan Shubuh, melatih Qasidah Rabbana, latihan silat, memberikan ceramah-ceramah di setiap masjid di lokasi itu, bergotong royong bersama warga dan lain-lainnya. Melihat acara-acara ini akhirnya Polsek dan sospol tidak jadi membubarkan acara, malah turut mendukung pelaksanaannya.[67]



Dalam segi Pengurus Komisariat (PK) PII, masing-masing PD PII memiliki 4-10 PK PII. Di PD PII Kab. Limapuluhkota/Kodya Payakumbuh mempunyai 8 PK PII, PD PII Kab. Agam/Kodya Bukittinggi memiliki 4 PK PII dan PD PII Kodya Padang dengan 3 PK PII. PK-PK PII yang ada ini kebanyakan terdapat di remaja-remaja masjid dan sebagian kedilnya di sekolah-sekolah. Di sekolah-sekolah kegiatan mereka hanya terpusat pada pengadaan diskusi-diskusi kelompok secara rutin pada jam-jam istirahat dan sepulang sekolah. Sesekali juga mengadakan trainning-trainning dengan disekolahnya atas nama OSIS. Acara yang diadakan itu ada juga yang ketahuan oleh pihak sekolah, tapi karena ada KB PII disekolah itu yang berpengaruh, acara tersebut terus dilanjudkan.[68]



Di PW PII Sumatera Barat, biarpun berada dalan pantauan aparat keamanan, mereka masih tetap berupaya membuka PD PII di daerah-daerah Kabupaten dan Kota lainnya. Namun upaya mereka mengalami banyak kesulitan, sehingga tidak berapa daerah yang mampu di bentuk PD PII. Daerah yang bisa dibentuk PD PII hanya PD PII Kabupaten Pesisir Selatan yang berpusat di Tapan dengan nama samaran Bina Ibadah Remaja Desa (BIRSA) dan Pengurus Daerah Perguruan Tinggi ( PD PT) PII yang terdapat di perguruan-perguruan tinggi yang anggotanya hanya mahasiswa saja. Adapun PD PT PII yang terbentuk hanya terdapat di dua perguruan tinggi yaitu PD PT PII IAIN Imam Bonjol dan PD PT PII IKIP Padang (sekarang UNP). PD PT PII ini memakai nama kamuflase Kelompok-Kelompok Diskusi Mahasiswa.[69]



Tidak dapat dipungkiri, meskipun PII Smatera Barat masih tetap eksis melakukan kegiatan, namun berada pada situasi informal berdampak juga terhadap eksistensi PII baik secara kelembagaan maupun program organisasi. Dampak itu dapat di lihat dari beberapa aspek, yaitu:



1. Aspek struktural keorganisasian



Secara kelembagaan pasca penolakan terhadap asas tunggal membuat PD PII di Padang Panjang yang sebelum asas tunggal terdapat dua PD PII (PD PII Kodya Padang Panjang dan PD PII Istimewa Diniyah Putri) berkurang menjadi satu PD PII yaitu PD PII Kodya Padang Panjang. PD PII Istimewa Diniyah Putri mengalami kefakuman karena berada pada satu institusi sekolah. Pihak pengelola sekolah merasa ketakutan kalau-kalau di sekolah itu ketahuan ada cabang PII, maka dengan berbagai pertimbangan PD PII Istimewa Diniyah Putri dinyatakan ditiadakan disekolah tersebut.[70]



Dampak penolakan asas tunggal juga terjadi pada PK-PK PII, mereka yang berada di sekolah-sekolah tidak dibenarkan lagi berada di sekolah tersebut dan kalau masih ada tidak jarang anggotanya ditakut-takuti oleh pihak sekolah dengan ancaman dikeluarkan dari sekolah. Kondisi ini membuat terjadinya perubahan kedudukan PK-PK PII dari sekolah ke remaja-remaja Masjid.



2. Aspek program/usaha organisasi



Seiring dengan dilarangnya setiap kegiatan yang mengatas namakan PII, maka terjadi penurunan intensitas pelaksanaan program organisasi. Pelaksanaan suatu kegiatan dilakukan sangat hati-hati karena besar sekali kemungkinan dilakukannya penggerebekan oleh aparat kemananan. Untuk menggantisifasinya PII mulai membentuk wadah-wadah baru sebagai alternatif kegiatan. Kegiatan yang dilakukan tidak atas nama PII, namun menggunakan nama-nama lain. Pelaksanaan program dengan wadah ini tidak seefktif ketika masih memakai nama PII, karena makin sedikitnya publikasi dari kegiatan; maka nyaris PII tidak dikenal pelajar dan masyarakat secara umumnya.



3. Aspek keanggotaan



Secara nasional pasca penolakan asa tunggal terjadi penurunan yang drastis terhadap jumlah anggota PII. Sebelumnya anggota PII menurut Chalidin Yacob lebih dari 4 juta orang, maka setelah penolakan jumlah itu tidak lebih dari 100 ribu orang saja pada tahun 1995.[71] Penurunan ini disebabkan oleh beberapa hal seperti seperti: adanya anggota yang tidak mau aktif, sedikitnya pelajar yang ikut pengkaderan PII karena tidak terpublikasi secara luas. Sementara kondisi ini tidak begitu kentara di Sumatera Barat, peserta yang ikut trainning terus ramai (berlangsung sampai tahun 1996), namun jika dibandingkan dengan sebelumnya, jumlah ini mengalami penurunan. Meski peserta yang ikut tetap banyak, tapi permasalahan yang dihadapi adalah tidak seberapanya diantara meraka yang aktif setelah mengikuti pengkaderan. Ini disebabkan oleh kondisi dari masing-masing peserta yang banyak sibuk dengan urusan masing-masingnya, takut dengan aturan sekolah dan ada juga yang dilarang oleh keluarga.



4. Aspek hubungan kemasyarakatan



Setelah keluarnya keputusan pemerintah yang membekukan organisasi PII, secara umum terbentuk opini di tengah masyarakat bahwa PII merupakan organisasi terlarang. Dengan ini PII secara formal mengalami kebuntuan komunikasi dengan masyarakat, hanya sebahagian masyarakat yang tetap mendukung kegiatan-kegitan PII itupun mereka yang pernah bersentuhan dengan PII atau mereka yang awam tentang hal tersebut.



D. Pelajar Islam Indonesia Menuju Keformalan



Melihat pada dampak yang terus menerus terhadap eksistensi PII pasca penolakan asa tunggal diatas, muncul kekhawatiran kembali di tengah-tengah kader-kader PII tak terkecuali dilingkungan pengurus sendiri baik ditingkat PK, PD, PW sampai PB PII. Mereka kembali membicarakan kedudukan PII apakah akan tetap bersikukuh dengan keputusan awal dikelurkannya asas tunggal atau malah mengalami perubahan fikiran dengan mau menyesuaikan diri dengan undang-undang tersebut.



Dilingkungan PD PII se Sumatera Barat pada umumnya masih tetap mempertahankan sikap kerasnya yaitu menolak asas tunggal dan tidak akan pernah menyesuaikan diri dengan UUK. Sebaliknya dilingkungan PW PII Sumatera Barat ada semacam indikasiakan menyesuaikan diri dengan undang-undang tersebut. Ini terbukti ketika PW PII Sumatera Barat menyetujui keputusan Rapimnas II yang diadakan di Cibubur Jakarta pada tanggal 18 September 1994 dengan menyepakati keputusan strategi kelembagaan yang dikenal dengan “Strategi Kulit Bawang”.[72]



Strategi kulit bawang ini di Sumatera Barat mendapatkan kritikan yang sangat keras dari kader-kadernya. Mereka berpandangan bahwa strategi kulit bawang, berdasarkan namanya tegambar bahwa PII seakan-akan tidak memiliki apa-apa kerena bawang kalau dikupas tidak akan ditemukan apapun sebab setiap yang dikupas hanya kulit saja, dari aspek lainnya kalau tetap dilakukan pendaftaran dengan anggaran dasar palsu berarti sama saja PII menerima asas tunggal.[73]



Kritikan-kritikan sampai pada upaya membentuk PW PII tandingan yang diprakarsai oleh Zulfaindra sebagi ketua dan Surisno Hs sebagai sekretaris. Upaya membentuk PW PII tandingan ini mendapatkan dukungan dari PD-PD PII, sehingga lgerakan yang dilakukan menjadi kuat. Kritikan yang semakin tajam tersebut membuat PW PII terjepit dan langkahnya untuk menerapkan strategi itu mengalami kegagalan atau tidak terlaksana.[74]



Semntara itu ketegangan antar PW PII yang syah dengan PW PII tandingan dapat diredakan, setelah PW PII yang syah yang dimotori oleh Akmal Thulas sebagai Ketua Umum melunak dan tidak akan menerapkan strategi kulit bawang ini di Sumatera Barat. Setelah mendengar tanggapan PW yang syah ini, kemudian PW PII tandingan meleburkan diri dengan PW yang syah. Dan akhirnya pembicaraan mengenai menerima atau menolak asas tunggal tidak begitu dibicarakan lagi sampai memanasnya situasi politik Indonesia.



Memanasnya situasi politik Indonesia secra terbuka dimulai ketika diadakannya pemilu tahun 1997. pada pemilu itu mahasiswa dan aktifis pro demokrasi menginnginkan pelaksanaan pemilu dilakukan dengan demokratis tanpa ada interfensi dari pemerintah. Keinginan ini direalisasikan dengan membentuk satu badan independen yang mengawasi pelaksanaan pemilu, badan ini kemudian dikenal dengan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP). Pembentukan KIPP dimotori oleh aktifis pro demokrasi dan para cendikiawan.



Setelah pemilu dilakukan, gerakan pro demokrasi masih banyak menemukan praktek-praktek yang berlawanan dengan nilai-nilai demokrasi. Pemerintah masih menunjukan tajinya dalam pemilu dengan cara meninterfensi pelaksanaan pemilu tersebut. Sementara kebohongan-kebohongan yang dilakukan kader-kader Golkar tidak terhitung banyak jumlahnya, sehingga masih meletakkan Golkar yang dinilai telah gagal mengkondisikan negeri ini sebagai pemenang pemilu. Dari praktek-praktek yang dilakukan Golkar itu menimbulkan kemarahan aktifis pro demokrasi, mereka tidak puas dengan pelaksanaan pemilu yang mereka rasakan hanya sebagai topeng negara demokrasi.



Ketidakpuasan, kekecewaan dan kebencian terhadap pemerintah makin mendalam ketika krisis ekonomi yang berkepanjangan tidak kunjung membaik. Harga-harga pokok naik menjauhi daya beli masyarakat, nilai tukar rupiah melemah sangat drastis, PHK dimana-mana dan angka kemiskinan melonjak sangat tinggi. Krisis ekonomi ini melumpuhkan semua sektor kehidupan.
Krisis ekonomi yang sudah begitu parah akhirnya mendatangkan protes keras dari berbagai kelompok masyarakat terutama mereka yang selama ini selalu mendapatkan kungkungan dari pemerintah dan mereka yang selama ini berstatus oposisi terhadap penguasa. Kegagalan pemerintah membawa keluar dari krisis yang seakan lebih telah mengakar mendatangkan krisi kepercayaan terhadap pemerintah.



Krisis ini sebetulnya telah lama lengket di hati generasi muda, keterkungkungan yang dialami selama ini menjadi dendam politik yang telah lama terpendam. Pemasungan terhadap hak-hak berpendapat adalah bentuk penghiatan orde baru kepada gerakan kaum muda yang ikut melahirkannya.



Timbulnya multi krisis ini membuat generasi muda ingin untuk melakukan reformasi total. Mereka menghendaki pergantian pucuk pimpinan nasional dan mengadakan perubahan sistem politik. Mahasiswa sebagai salah satu segmen agen perubahan kemudian mengadakan gerakan demonstrasi-demonstrasi sebagai peletusan dendam politik yang telah membesar. Mereka menuntut Soeharto sebagai presidenyang baru dipilih dalam sidang Umum MPR tahun 1998 untuk segera mundur dari jabatannya.



Aksi-aksi demonstrasi mahasiswa makin membesar dan meluas sampai ke daerah-daerah. Spirit idealisme mahasiswa ke kota-kota lainnya dan dari satu kampus ke kampus lainnya. Sehingga muncul sebuah adegium “Tidak lengkap rasanya menyandang identitas mahasiswa kalau tidak terlibat demonstrasi”.[75] Kondisi ini makin memanas ketika mahasiswa berhasil menduduki gedung DPR/MPR RI. Ketika pendudukan itu mereka memasang spanduk yang berbunyi “Turunkan Soeharto dari jabatannya, segera lakukan Sidang Istimewa MPR dan lakukan reformasi secara total”.



Melihat begitu besarnya tuntutan kepada Soeharto untuk turun dari jabatannya sebagai presiden, membuatnya melunak dan pada tanggal 21 Mei 1998 mundur dari jabatannya sebagai presiden dan kemudian digantikan oleh B.J Habibie yang waktu menjabat sebagai wakil presiden . Berhentinya Soeharto disambut dengan teriakan kegembiraan oleh semua mahasiswa Indonesia. Mereka melakukan sujud syukur dan pawai keliling kota sebagai tanda kemenangan.
Berakhirnya pemerintahan orde baru menandakan pula dimulainya babak baru perpolitikan Indonesia. ZAman reformasi yang baru digulirkan menjadi tahap awal kebebasan berpendapat dan beraktifitas. Undang-undang yang selama memasung kebebasan itu dipandang tidak relefan lagi dan meminta untuk segera dapat dihapuskan.



Dengan dibukanya kran demokrasi menginginkan pula organisasi yang telah dibubarkan oleh pemerintah untuk bangkit kembali denagn tetap memperthankan ciri khasnya. Dalam kondisi seperti inilah PII muncul kepermukaan untuk menampakan wujud aslinya yang telah lama terbenam. PII dinyatakan kembali sebagai organisasi legal formal.



Dengan telah dinyatakannya kembali PII sebagai organisasi legal maka PD PII yang ada didaerah untuk kembali mendaftarkan diri ke Kasospol sebagai bukti PII syah dan boleh berkegiatan kembali dengan nama aslinya. Kehadiran PII kembali pada awalnya ditakuti banyak orang karena sikap kerasnya memegang prinsip, kadernya yang kritis dan kuatnya memegang nilai-nilai keislaman. Ketakutan ini dapat dilihat dari pandangan dari beberapa sekolah yang cemas kalau-kalau siswanya masuk organisasi PII. Kecemasan mereka cukup beralasan karena biasanya siswa-siswa yang aktif di PII selalu menunjukan sikap-sikap kritis terhadap kebijakan sekolah dan mereka mampu menguasai siswa-siswa lainnya.



Disamping itu ketakutan mereka diwujudkan dengan tidak maunya pihak sekolah merekomendasikan siswanya dalam mengikuti acara-acara yang diadakan oleh PII. Dengan situasi ini acara-acara PII terlihat lengang tapi suasana itu dapat diatasi dengan meminta surat rekomendasi dari Diknas dan Depag terhadap acara yang diadakan. Sehingga acara-acara PII bisa kembali relatif agak ramai pesertanya dan tidak lagi menjadi organisasi yang ditakuti.[76]
Sementara itu desakan untuk mencabut TAP MPR tentang pemberlakuan azs tunggal bagi ormas dan orpol dan TAP MPR tentang P4 kembali terjadi. Akhirnya pada sidang istimewa MPR tahun 1999 TAP MPR No. 2/1978 tentang P4 dan TAP MPR N0. 2/1983 tentang azas tunggal dinyatakan dicabut. Dengan dicabutnya TAP MPR tersebut, Undang-undang N0. 3, dan N0.8/1985 yang mengatur azas tunggal sebagai satu-satunya azas batal dengan sendirinya.


[1] Abdul Munir Mulkan, Perubahan Prilaku Politik Dan Polarisasi Ummat Islam 1965-1987 Dalam Perspektif Sosiologi ,(Jakarta: Rajawali Press, 1989), hlm. 85
[2] Ibid
[3] Ibid, hlm. 86
[4] Wedrizon, “Pelajar Islam Indonesia dan Asas Tunggal”, Skripsi,(Padang: IAIN Imam Bonjol, 2002), hlm. 67
[5] M. Rusli Karim, Nuansa Gerak Politik Era 1980-an dii Indonesia, (Jakarta: MW. Mandala, 1992), hlm. 17
[6] Abdul Azis Thaba, Islam Dan Negara Dalam Politik Orde Baru, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 216
[7] PB PII,Surat Instruksi KE PW Dan PD Setanah Air tertanggal6 JumadilAkhir1404 H/ 8 Maret1984M. Arsip Tercatat
[8] Wawancara dengan Anisral pada tanggal 29 April 2005
[9] PB PII, Kodifikasi Hasil-Hasil Mukatamar Nasional PII Ke-XX Di Cisalopa Jawa Barat (Jakarta:PB PII,1995), hlm. 6
[10] Wawancara dengan Esa Muhardanil pada tanggal 27 Maret 2005
[11] Wawancara dengan Abizar El Ovany pada tanggal 30 Maret 2005
[12] Wawancara dengan Esa Muhardanil pada tanggal 27 Maret 2005
[13] Wawancara dengan Esa Muhardanil pada tanggal 27 Maret 2005
[14] Muktamar Nasioanal PII adalah musyawarah tertinggi PII tingkat nasional yang dihadiri oleh seluruh perwakilan PD dan PW PII setanah air, ditambah dengan PB PII dan Perwakilan PII di luar negeri. Adapun agenda Mukatamar adalah meminta pertanggung jawaban PB PII periode sebelumnya, menyusun pola kebijakan untuk periode yang akan datang dan memilih Ketua Umum PB PII yang baru serta ditambah dengan agenda lain dirasa cukup penting dibicarakan pada tataran PII secara nasional.
[15] Wawancara dengan Esa Muhardanil pada tanggal 27 Maret 2005
[16] PB PII, Nota Penjelasan Deklarasi Cisarua (Jakarta: PB PII, 1987), hlm. 7
[17] Ibid, hlm. 2-3
[18] Wedrizon, “Pelajar Islam Indonesia dan Asas Tunggal”, Skripsi (Padang: IAIN Imam Bonjol, 2002), hlm. 87-89
[19] Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam (Jakarta: Rajawali Press, 1992), hlm. 114
[20]Pan-Islamisme adalah gagasan yang menyatakan bahwa semua umat Islam harus bersatu menghadapi dominasi Barat. Istilah ini bercorak politik dan diberikan oleh para pengamat Barat terhadap gagasan Jamaluddin al-Afgani. Sedangkan Jamaluddin sendiri menyatakan gagasannya itu dengan Jamiahal-Islamiyah. H.A.R. Gibb. Aliran-Aliran Modern Dalam Islam, (Jakarta: Rajawali, 1985), hlm. 16
[21]PB PI, Falsafah…, Op.Cit, hlm. 14
[22] Wawancara dengan Irwan B pada tanggal 2 Mei 2005
[23] Wawancara dengan Bulkaini RM pada tanggal 1 April 2005
[24] PB PII, Rekonstruksi Falsafah Gerakan PII, (Jakarta: PB PII, 1994), hlm. 9
[25]PB PII, Surat Informasi PB PII Kepada PW PII se-Indonesia No 1780 Tahun 1987. Arsip Tercatat.
[26] PB PII, Falsafah Gerakan PII (Cisalopa: PB PII, 1995), hlm. 6
[27] Wawancara dengan Esa Muhardanil pada tanggal 27 Maret 2005
[28] PB PII, Nota Penjelasan…Op.Cit, hlm. 9
[29] Ibid
[30] Koran Harian Waspada, Medan 24 Februari 1987, hlm. 2
[31] PB PII, Pernyataan sikap PB PII terhadap Abdul Ghafur ketika mengunjungiAceh; Kedatangan Bung Ghafur meresahkan, Maret 1978, hlm. 3
[32] PB PII, Kodifikasi Hasil-Hasil Mukatamar PII Ke-XIX Di Jakarta, (Jakarta: PB PII, 1992), hlm….
[33] PB PII, Nota Penjelasan…Op.Cit, hlm. 4
[34] Ibid
[35] Ibid, hlm. 6
[36] Ibid
[37] Jamaluddin Malik, “PII, Cicil Society dan Revolusi Kebudayaan”. Majalah Diomensi: edisi Harba PII Ke-55 Juni 2002, hlm, 8 lihat juga PB PII, Kodifikasi Hasil-Hasil Muktamar Nasional PII Ke-XX, (Jakarta: PB PII, 2995), hlm. 6
[38] PBB PII, Falasafah…. Op.Cit
[39] Majalah Tempo, 6 Februari 1988, hlm, 24
[40] Majalah Tempo, 6 Februari 1988, hlm, 24
[41] Majalah Tempo, 6 Februari 1988, hlm, 24
[42] Wawancara dengan Zulfaindra pada tanggal 26 Maret 2005
[43] PB PII, Surat Pengantar Hasil Rapimnas lanjutan PII, tertanggal 20 Syawal 1407 H/17 Juni 1987 M. Arsip Tercatat.
[44] A.M. Fatwa, Demokrasi Teistis; Upaya Merangkai Integrasi Politik Dan Agama di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 131
[45] Majalah Tempo, 6 Januari 1988
[46] PW PII Sumatera Barat, Laporan Pertangung Jawaban periode 1987-1989 (Padang: PW PII Sumatera Barat, 1989), hlm. 2
[47] Ibid
[48] PB PII, Nota Penjelasan…Op.Cit, hlm. 9
[49] Ibid
[50] PB PII, Kumpulan Hasil-Hasil Rapimnas PII di Jawa Barat (Jakarta: PB PII, 1987), hlm.
[51] Wawancara dengan Esa Muhardanil pada tanggal 28 Maret 2005
[52] Wawancara dengan Dedi Supardi pada tanggal 25 Maret 2005
[53] Wawancara dengan Dedi Supardi pada tanggal 25 Maret 2005
[54] Wawancara dengan Said Amin pada tanggal 31 Maret 2005 dapat juga dilihat pada PD PII, Laporan Pertanggung jawaban Pengrus periode 1991-1992, (Padang Panjang: PD PII Padang Panjang, 1992), hlm. 9
[55] PW PII Sumatera Barat, Laporan Pertanggung jawaban Pengurus periode 1987-1989, hlm. 9 dapat juga dilihat dari PD PII Kabupaten Limapuluhkota/Kodya Payakumbuh, Laporan Pertanggung jawaban Pengurus Periode 1990-1991, hlm. 4 dan PD PII Kabupaten Agam/Kodya Bikittinggi, Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Periode 1991-1992, hlm. 5
[56] Wawancara dengan Erianto pada tanggal 25 Nmaret 2005
[57] Wawancara dengan M. David pada tanggal 24 Maret 2005
[58] Wawancara dengan M. David pada tanggal 24 Maret 2005
[59] PD PII, Kaupaten Limapuluhkota/Kodya Payakumbuh, Laporan Pertanggung jawaban Pengurus Periode 1986-1987, hlm. 5
[60] Wawancara dengan Fahmi pada tanggal 1 Mei 2005
[61] Wawancara dengan Almal Thulas pada tanggal 21 April 2005
[62] Wawancara dengan Efrizal pada tanggal 1 Mei 2005
[63] Wawancara dengan Wedrizon pada tanggal 31 Maret 2005
[64] Wawancara dengan Irwan B pada tanggal 2 Mei 2005
[65] Wawancara dengan Bustanuddin pada tanggal 1 Mei 2005
[66] Wawancara dengan Dedi Supardi pada tanggal 25 Maret 2005
[67] Wawancara dengan Erianto pada tanggal 25 Maret 2005
[68] PW PII Sumatera Barat, Laporan Pertanggung jawaban Pengurus Periode 1994-196
[69] PW PII Sumatera Barat, Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Periode 1994-1996, hlm. 11
[70] Wawancara dengan Irwan B pada tanggal 1 Mei 2005
[71] PB PII, Sejarah Kebangkitan dan Perkembangan Pelajar Islam Indonbesia (PII), hlm. 3
[72] Strategi kulit bawang adalah langkah strategis PII dalam mengoptimalkan peran kelembagaan PII dalam bentuk dua anggran dasar, anggran dasar pertama adalah qunun asasi PII yang baku dan anggran dasar kedua adalah anggaran dasar lain yang dibentuk berfungsi sebagai pemenuhan syarat administrasi dalam melakukan upaya memformalkan PII.
[73] Wawancara dengan Zulfaindra pada tanggal 26 Maret 2005
[74] Wawancara dengan Zulfaindra pada tanggal 26 Maret 2005
[75] Ibid, hlm. 104
[76] Wawancara dengan Yudi Helfi pada tanggal 20 Maret 2005