Komunitas Pembelajar

Pengurus Wilayah

Pelajar Islam Indonesia ( PII )

Sumatera Barat

Gedung Student Centre Jln.Gunung Pangilun Padang ( Depan MTsN Model Padang)

Search

Minggu, 31 Agustus 2008

anggaran pendidikan

Kepentingan Penguasa atau Kepentingan Rakyat.

Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen sudah mengamanahkan dengan secara tegas bahwa untuk anggaran pendidikkan haruslah 20 % dari APBN dan APBD, tetapi kenyataannya lebih dari 5 tahun amanah tersebut tidak dijalankan oleh pemerintah, dengan alasan bahwa anggaran yang ada tidak mencukupi untuk memenuhi amanah konstitusi.

Melalui perjuangan yang panjang dalam aspek hukum, yaitu dengan melakukan yudisial review terhadap UU APBN dari tahun 2005 s.d 2008, maka akhirnya Makhkamah Konstitusi –sebagai pengawal tegaknya konstitusi – mengabulkan tuntutan PGRI untuk memerintahkan pemerintah memenuhi anggaran pendidikkan sebesar 20 %. Dan itupun ada cacatannya, yaitu gaji tenaga pendidik dan staf administrasi yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) termasuk dalam anggaran 20 %, selama gaji guru dan staf administrasi ini masuk dalam anggaran rutin pegawai negeri. Sungguh ironis.

Pemenuhan anggaran pendidikkan 20 % akhirnya disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia, dalam penyampaian nota keuangan RAPBN 2009 tanggal 16 Agustus 2008 di dalam sidang paripurna DPR RI, dimana Presiden menyampaikan bahwa pemerintah berkomitmen untuk mematuhi amanah konstitusi dalam hal anggaran pendidikkan yaitu sebesar 20 % walaupun ditengah kondisi krisis harga minyak dan pangan dunia.

Sebagai lembaga yang peduli dan bergerak dalam bidang pendidikkan di Indonesia, Pelajar Islam Indoensia (PII) sangat menyambut baik apa yang disampaikan oleh Presiden terhadap komitmen anggaran pendidikkan, yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, dimana bila kita bandingkan dengan negara-negara di ASEAN saja, bangsa ini sangat kalah jauh.

Peningkatkan kualitas pendidikkan tidak hanya dalam segi fisik belaka, walaupun kita ketahui bahwa masih banyak, bangunan sekolah yang ambruk atau rusak diakibatkan kurangnya dana buat perbaikan, tetapi juga harus digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru sebagai aktor utama dalam proses pendidikkan, lagu umar bakrie mungkin tidak akan lagi kita dengar karena para guru sudah sejahtera serta memiliki kompentesi yang sesuai dengan ilmu mereka buat menciptkan anak bangsa yang cerdas-cerdas.

Dengan anggaran 20 % maka diharapkan akan benar-benar bermanfaat bagi rakyat Indonesia, tetapi disamping itu juga timbul rasa pesimis akan termanfaatkan anggaran pendidikkan sesuai dengan kebutuhan dalam peningkatkan Sumber daya manusia Indonesia. Dengan jumlah sebesar RP. 224 triliun suatu dana yang sangat besar apakah tidak akan diselewengkan?

Rasa pesimis itu timbul bukan tanpa alasan, hal ini dikarenakan :

1. Dekatnya waktu Pemilu dan Pilpres, anggaran yang besar ini dapat saja dijadikan lumbung untuk mengisi pundi-pundi penguasa, baik untuk kepentingan partai politik penguasa ataupun untuk penguasa sendiri.
2. Dua Departemen yang mengelolah anggaran Pendidikkan, yaitu Departemen Pendidikkan Nasional dan Departemen Agama, dalam catatam ICW dan TI merupakan Departemen yang memiliki tingkat korupsi yang tinggi.

Dengan alasan inilah maka perlunya suatu sistem yang handal dan terpadu yang dilakukan oleh semua pihak baik lembaga pemeriksa pemerintah, LSM ataupun organisasi-organisasi yang peduli dengan pendidikkan untuk dapat mengawasi dan menjaga bahwa anggaran pendidikkan benar-benar untuk kepentingan rakyat Indonesia, bukan untuk kepentingan penguasa atau partai politik. Hal ini juga sesuai dengan pesan Presiden bapak Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengawasi penggunaan anggaran pendidikkan agar tidak di korupsi atau dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Oleh karena itu Pengurus Besar (PB) Pelajar Islam Indonesia (PII) akan memberikan konsentrasi penuh untuk mengawasi penggunaan anggaran pendidikkan agar tepat sasaran sehingga pemenuhan pelayanan pendidikkan akan benar-benar dirasakan oleh rakyat Indonesia, sehingga kejayaan bangsa Indonesia dalam dunia pendidikkan akan kembali.

(Zakaria : Ketua Bidang Pembinaan Masyarakat Pelajar)

Selasa, 26 Agustus 2008

marhaban ya ramadhan

Senin, 11 Agustus 2008

kedudukan tauhid

Penulis: Al-Ustadz Abdurrahman Abu Usamah bin Rawiyah an Nawawi Aqidah, 23 Juli 2003, 07:45:27 Dakwah merupakan ibadah yang agung. Sayangnya, dakwah telah banyak disalahgunakan untuk membungkus kampanye politik dalam rangka mencari pengikut, merekrut simpatisan dan kader partai, atau sekedar mencari dunia. Di sisi lain, ada da’i yang mengkhususkan pada persoalan-persoalan politik hingga melupakan hal-hal mendasar dalam Islam. Lalu bagaimanakah sesungguhnya dakwah Rasulullah itu? Terlalu banyak seruan atau ‘dakwah’ ilallah (menuju Allah) yang kita jumpai di sekeliling kita. Masyarakat pun dengan mudahnya mengatakan bahwa ‘dakwah itu semuanya sama’. Benarkah? Lalu manakah seruan yang benar yang akan mendekatkan kepada Allah? Beragamnya seruan itu sendiri telah menjadi sunnatullah. Telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari shahabat Abdullah bin Mas’ud, bahwasanya Abdullah bin Mas’ud bercerita di mana Rasulullah membuat satu garis lurus dan mengatakan: “Ini adalah jalan Allah yang lurus.” Lalu beliau membuat garis-garis yang banyak dari arah kanan dan arah kiri dan beliau mengatakan: “Ini adalah jalan-jalan dan tidak ada satupun dari jalan tersebut melainkan syaitan menyeru di atasnya.” Kemudian beliau membacakan firman Allah: “Dan ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka tempuhlah ia dan jangan kalian menempuh jalan yang banyak tersebut yang pada akhirnya akan memecah diri-diri kalian dari jalan-Nya.” As Sa’dy menjelaskan apa yang dimaksud dengan jalan yang lurus tersebut di dalam kitab tafsirnya: “Adalah jalan yang sangat jelas yang akan menyampaikan kita kepada Allah dan kepada surga-Nya. Jalan yang lurus itu adalah mengenal yang hak dan mengamalkannya.” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam juga telah menjelaskan akan munculnya para da’i yang menyeru di atas jurang neraka. Dalam hadits Hudzaifah bin Yaman yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Hudzaifah mengatakan: “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan dan aku bertanya kepada beliau tentang kejelekan yang khawatir akan menimpaku. Lalu aku berkata: “Ya Rasulullah, tatkala kami berada dalam kehidupan jahiliyah Allah mendatangkan kebaikan ini (Islam). Apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan? Rasulullah menjawab: “Ya.” Aku berkata lagi: “Apakah setelah kejelekan ini ada kebaikan?” Rasulullah menjawab: “ Ya, akan tetapi ada asapnya.” Aku mengatakan: “Apakah asapnya wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Kaum yang mengambil petunjuk selain petunjukku kamu kenal dan kamu ingkari.” Aku berkata: “Apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan?” Rasulullah menjawab: “Ya, yaitu para da’i yang berada di pintu neraka dan barangsiapa yang memenuhi seruannya, maka akan mencampakkannya ke jurang neraka tersebut.” Kedua hadits di atas menjelaskan tentang adanya sunnatullah munculnya berbagai seruan yang semuanya mengangkat panji Islam dan mengatasnamakan Islam. Akan tetapi seruan yang benar adalah satu dan jalan yang benar adalah satu dan tidak berbilang. Allah berfirman: “Tidaklah setelah kebenaran itu melainkan kesesatan.” (Yunus: 32) Hadits tadi juga menjelaskan bahwa jalan yang tidak benar itu lebih banyak daripada jalan yang benar. Demikian juga dengan da’i yang menyeru kepada kesesatan, lebih banyak dibanding dengan para penyeru kebenaran. Kedudukan Tauhid Tidak ada keraguan lagi bahwa tauhid memiliki kedudukan yang tinggi bahkan yang paling tinggi di dalam agama. Tauhid merupakan hak Allah yang paling besar atas hamba-hamba-Nya, sebagaimana dalam hadits Mu’adz bin Jabal radiyallahu 'anhu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam berkata kepadanya: “Hai Mu’adz, tahukah kamu hak Allah atas hamba-Nya dan hak hamba atas Allah? Ia menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Beliau mengatakan: “Hak Allah atas hamba-Nya adalah mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.” ( HR. Bukhari dan Muslim) 1. Tauhid merupakan dasar dibangunnya segala amalan yang ada di dalam agama ini. Rasulullah bersabda: “Islam dibangun di atas lima dasar, bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan puasa pada bulan Ramadhan.” (Shahih, HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah Ibnu Umar) 2. Tauhid merupakan perintah pertama kali yang kita temukan di dalam Al Qur’an sebagaimana lawannya (yaitu syirik) yang merupakan larangan paling besar dan pertama kali kita temukan di dalam Al Qur’an, sebagaimana firman Allah: “Hai sekalian manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa. Yang telah menjadikan bumi terhampar dan langit sebagai bangunan dan menurunkan air dari langit, lalu Allah mengeluarkan dengannya buah-buahan sebagai rizki bagi kalian. Maka janganlah kalian menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah”. (Al-Baqarah: 21-22) Dalil yang menunjukkan hal tadi dalam ayat ini adalah perintah Allah “sembahlah Rabb kalian” dan “janganlah kalian menjadikan tandingan bagi Allah”. 3. Tauhid merupakan poros dakwah seluruh para Rasul, sejak Rasul yang pertama hingga penutup para Rasul yaitu Muhammad Shallallahu 'alaihi wassallam. Allah berfirman: “Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang Rasul (yang menyeru) agar kalian menyembah Allah dan menjauhi thagut.” (An-Nahl: 36) 4. Tauhid merupakan perintah Allah yang paling besar dari semua perintah. Sementara lawannya, yaitu syirik, merupakan larangan paling besar dari semua larangan. Allah berfirman: “Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kalian jangan menyembah kecuali kepada-Nya dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (Al-Isra: 23) “Dan sembahlah oleh kalian Allah dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. ” (An-Nisa: 36) 5. Tauhid merupakan syarat masuknya seseorang ke dalam surga dan terlindungi dari neraka Allah, sebagaimana syirik merupakan sebab utama yang akan menjerumuskan seseorang ke dalam neraka dan diharamkan dari surga Allah. Allah berfirman: “Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka Allah akan mengharamkan baginya surga dan tempat kembalinya adalah neraka dan tidak ada bagi orang-orang dzalim seorang penolongpun.” (Al-Maidah: 72) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam bersabda: “Barang siapa yang mati dan dia mengetahui bahwasanya tidak ada ilah yang benar kecuali Allah, dia akan masuk ke dalam surga.” (Shahih, HR Muslim No.26 dari Utsman bin Affan) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam bersabda: “Barangsiapa yang kamu jumpai di belakang tembok ini bersaksi terhadap Lailaha illallah dan dalam keadaan yakin hatinya, maka berilah dia kabar gembira dengan surga.” (Shahih, HR Muslim No.31 dari Abu Hurairah) 6. Tauhid merupakan syarat diterimanya amal seseorang dan akan bernilai di hadapan Allah. Allah berfirman: “Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar mereka menyembah Allah dan mengikhlaskan bagi-Nya agama. ” (Al-Bayinah: 5) Tauhid Poros Dakwah Para Rasul Menggali dakwah seluruh para rasul dan sepak terjang mereka dalam memikul amanat dakwah ini, niscaya akan kita temukan keanehan di atas keanehan yang seandainya kita yang memikulnya, sunggguh kita tidak akan sanggup. Dakwah membutuhkan keikhlasan agar bisa bernilai di sisi Allah dan untuk mengikat diri kita dengan pemilik dakwah itu, yaitu Allah, serta mendapatkan segala apa yang dipersiapkan di negeri akhirat. Dakwah membutuhkan keberanian untuk tidak gentar, takut, dan lari ketika menghadapi segala tantangan. Dakwah membutuhkan kesabaran terhadap segala ujian dan tantangan di atasnya. Dakwah membutuhkan istiqamah untuk selalu bersemangat di atas dakwah meskipun kebanyakan orang tidak menerimanya. Dakwah membutuhkan iman yang kuat dan yakin terhadap pertolongan pemilik dakwah ini yaitu Allah. Dakwah membutuhkan tawakal, kelembutan, dan segala bentuk akhlak yang mulia. Allah telah menjelaskan di dalam Al Qur’an bahwa yang menjadi poros dakwah para rasul adalah seruan untuk mentauhidkan Allah sebagaimana firman Allah: “Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat itu seorang rasul (yang menyeru) agar kalian menyembah Allah dan menjauhi thagut. ” (An-Nahl: 36) Dari ayat ini Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab mengambil beberapa faidah di dalam kitabnya At Tauhid, di antaranya: Hikmah dari diutusnya seluruh para rasul, bahwa risalah itu mencakup seluruh umat, dan agama para nabi itu adalah satu. Dari semua faidah ini, sangat jelas bahwa risalah para Rasul adalah satu yaitu risalah tauhid. Tugas dan tujuan mereka adalah satu yaitu mengembalikan hak-hak Allah agar umat ini menyembah hanya kepada-Nya. Atau dengan kata lain, memerdekakan manusia dari penyembahan kepada manusia menuju penyembahan kepada Rabbnya manusia. Tauhid, Wahai Para Da’i! Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albany mengatakan dalam risalahnya Tauhid Awwalan Ya Du’atal Islam: “Melihat jeleknya situasi yang menimpa saudara kita se-Islam, maka kita mengatakan situasi yang jelek ini tidak lebih jelek dibanding dengan kejahatan situasi jahiliah dulu ketika Allah mengutus Rasulullah…” Berdasarkan hal itu, maka obatnya adalah obat yang disebarkan oleh Rasulullah di masa jahiliah. Maka dari itu, bagi setiap da’i agar tampil mengobati jeleknya pemahaman umat terhadap kalimat La ilaha illallah dan mengobati keadaan itu dengan obat tersebut. Yang demikian itu sangat jelas jika kita mencoba untuk merenungi apa yang difirmankan oleh Allah: “Sungguh telah nampak bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagi siapa yang mengharapkan Allah dan hari akhir, dan bagi orang yang mengingat Allah. ” (Al-Ahdzab: 21) Kemudian beliau (Syaikh Albany) mengatakan: “Maka Rasul kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wassallam adalah suri teladan yang baik dalam mengobati segala problem yang menimpa kaum muslimin di masa kita sekarang ini, bahkan dalam setiap waktu dan keadaan. Yang demikian itu menuntut kita agar seharusnya memulai sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam, memulai yaitu pertama kali memperbaiki akidah kaum muslimin yang sudah rusak, yang kedua ibadah mereka, dan yang ketiga akhlak. Saya bukan berarti ingin memisahkan antara yang pertama dari yang paling penting menuju yang penting kemudian yang di bawahnya lagi. Akan tetapi yang saya maksudkan adalah agar setiap orang Islam terlebih khusus da’inya untuk memberikan perhatian yang besar (terhadap akidah, red).” Kenyataan yang menimpa umat secara menyeluruh dan kaum muslimin secara khusus adalah kerusakan hubungan mereka dengan Allah. Bahkan sampai kepada puncak menyekutukan Allah dalam peribadatan dan mengangkat tandingan-tandingan bagi Allah, baik itu dalam wujud manusia atau benda-benda yang tidak bisa bergerak dan berbuat apa-apa. Penyakit ini telah mendarah daging seperti pohon yang telah menancap akarnya. Bahkan telah menjadi penyakit kanker yang setiap saat merenggut nyawa manusia. Oleh karena itu, sungguh sangat dibutuhkan obat yang tepat dan dokter yang telaten untuk mengawali perombakan akar-akar pohon tersebut dan mengobati penyakit-penyakit kanker tersebut. Ketahuilah, dokter umat ini adalah mereka-mereka yang mengikuti langkah Rasulullah dalam berdakwah yang memulai dari tauhid yang merupakan dasar bangunan Islam ini sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Dan memberikan obat yang sesuai dengan kebutuhan mereka yaitu Tauhidullah. Wahai para da’i, mulailah darimana Allah dan Rasul-Nya memulai dan persiapkan dirimu untuk menghadapi segala kemungkinan gangguan dan cobaan yang dahsyat yang terkadang harus mengalami kegagalan di tengah jalan. Mulailah wahai para da’i dari tauhidullah! Sumber Bacaan: 1. Al Qur’an 2. Kitab Tauhid-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 3. Qaulul Mufid-Muhammad Al Wushabi 4. Tauhid Awwalan Ya Du’atal Islam Syaikh Al Albany (Dikutip dari tulisan Al-Ustadz Abdurrahman Abu Usamah bin Rawiyah an Nawawi, judul asli TAUHID WAHAI PARA DAI. URL sumber http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=71) Silahkan menyalin & memperbanyak artikel ini dengan mencantumkan url sumbernya. Sumber artikel : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=153