Komunitas Pembelajar

Pengurus Wilayah

Pelajar Islam Indonesia ( PII )

Sumatera Barat

Gedung Student Centre Jln.Gunung Pangilun Padang ( Depan MTsN Model Padang)

Search

Minggu, 30 Januari 2011

Imperialisme Modern dan Dakwah Fardiyah

Oleh Riri Hanifah Wildani

Sekretaris Umum PD PII Padang Panjang



Sekularisasi dan westernisasi tumbuh subur seiring berkembangnya berbagai macam disiplin ilmu dan teknologi. Ilmu berkembang karena majunya teknologi dan pada akhirnya ilmu yang berkembang itu mengembangkan teknologi. Begitulah seterusnya.

Namun kita sebagai umat Islam belum sepenuhnya menyadari bahwa ada pihak-pihak yang mengambil kesempatan dari kemajuan lmu Pengetahuan dan teknologi ini. Sebaliknya kita begitu santai dan tidak melakukan organizer atau filter terhadap perkembangan yang ad. Sementara di seberang sana terdapat sekelompok orang yang sedang gigih-gigih dan giat-giatnya menyusun ribuan strategi yang akan memecah belah umat Islam.

Sehingga secara tidak sadar akidah umat Islam terkikis dan semangat berjihat pun mengendur. Hal ini dikarenakan oleh imperialism yang tampil dengan wajah baru sehingga sulit untuk dideteksi dan diketahui keberadaannya.

Imperialisme yang berarti pendudukan kaum terhadap kaum lain kini tampil dengan penjajahan terhadap pemikiran umat Islam dengan memanfaatkan IPTEK yang ada. Dtambah lagi saat ini mereka memiliki kelebihan berupa penguasaaan terhadap berbagai teknologi modern karena ‘kecerdasan’ nenek moyang mereka dahulu yang memusnahkan manuskrib-manuskrib Arab milik kaum muslimin di Andalusia.

Dan kenyataan yang kita rasakan ini sejalan dengan apa yang digambarkan oleh Sayyid Quthb dalam bukunya jahiliyah Abad Dua Puluh, “Betapapun beratnya tugas penyampaian tuntutan ilahi, namun akhirnya dapat dimenangkan setelah perjuangan gigih. Akhirnya kebenaran menjadi jelas bagi semua orang dan setelah itu mereka tidak akan ragu-ragu dan tidak kembali kepada keadaan semula. Lain halnya dengan kebatilan zaman dewasa ini yaitu kebatilan yang bersandar pada ilmu pengetahuan dan menggunakan ilmu pengetahuan sebagai sarana menyesatkan manusia.”

Imperialism Modern telah menumbuhkan problem baru yaitu kejahilliahan abad modern dimana saat ini kebenaran telah bercampur aduk dengan kebatilan dalam pikiran manusia, sehingga tidak dapat membedakan antara yang hak dengan yang batil.

Melihat kenyataan ini umat Islam harus menyusun rencana dan strategi yang terorganisir untuk melawan Imperialis yang menggunakan berbagai metode seperti Ghazwul Fikri ataupun psywar (perang psikologi).

H. Endang Saifuddin Anshari menyatakan dalam bukunya Wawasan Islam bahwa strategi pertama yang harus ditempuh adalah menjaga Islam yang kita anut agar tetap terpelihara dari tangan-tangan kotor yang hendak merusak dan mengotorinya.

Dakwah kembali mengambil andil besar dalam hal ini. Dakwah bisa membersihkan pandangan-pandangan yang salah karena terjangan Imperialis yang menyebarkan pengaruh-pengaruhnya. Namun dakwah yang amah (umum) yaitu metode dakwah dengan menyeru objek dakwah (yang didakwahi) secara umum perlu didukung dengan metode dakwah yang fokus dan dapat menunjang dakwah ammah.

Selama ini kegiatan dakwah sering dipahami sebagai kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat, dalam bentuk ceramah, aksi bakti sosial, dan lain-lain. Dan selama ini kita sering mempersepsikannya sebagai kegiatan yang butuh prasarana dan keahlian khusus di bidang pendidikan. Dengan adanya pandangan-pandangan ini, tidak banyak yang mau terlibat dalam kegiatan dakwah karena merasa kekurangan sarana seperti lembaga pendidikan sendiri.

Padahal dakwah pada dasarnya bisa dikerjakan oleh siapa saja tanpa membutuhkan sarana tertentu seperti lembaga pendidikan milik pribadi, pondok pesantren dan sebagainya. Misalnya saja kita bisa menggunakan metode Dakwah fardiyah atau pendekatan personal kepada sasaran dakwah sehingga sasaran dakwah merasa diperhatikan dan membuka diri terhadap da’inya.

Selain itu metoda ini dianggap mampu menunjang dakwah amah dengan adanya kesatuan antara da’I dan sasaran dakwah yang saling mengisi demi Islam dan jayanya Islam. Hal ini karena rasa ukhuwah islamiyah yang membangkitkan semangat jihad dengan dukungan saudara-saudara dan dorongan dari saudara-saudaranya. Saling bersama-sama menuju kemanisan iman.

Maka dakwah bukan hanya kewajiban ustadz atau ustadzah saja. Namun kewajiban kita semua dalam lingkaran Islam ini. Dengan berbagai profesi yang dimiliki dan keahlian yang digenggamnya. Bisa jadi seorang dokter berdakwah dengan pendekatan dan ukhuwah (persaudaraan) terhadap pasiennya, mengenalkan indah dan manisnya ukhuwah dalam dakwahnya. Begitu pula dengan profesi lainnya, seperti murid, mahasiswa, petani, pengusaha, wartawan, ilmuwan, pimpinan, dan lain-lainnya, mereka bisa melakukan pendekatan pribadi atau Dakwah fardiyah di lahan profesi yang mereka garapi.

Islam harus bersatu dalam dakwah ini. TAKBIR CIEK LU….. ALLAHU AKBAR!!!

Wallahu a’lam bis Shawwab..

Allahu Mu’thi wa nahnu muta’allimun

Referensi: Dakwah fardiyah : Sayyid Muhammad Nuh

Jahiliyah Abad 20 : Muhammad Quthb

Wawasan Islam : H. Endang Saifuddin Anshari, MA

Selasa, 25 Januari 2011

Mahasiswa Demo Istana Kosong

RMOL. Gabungan pergerakan pemuda mahasiswa dan pelajar kembali turun ke jalan mengepung Istana Negara siang ini (Senin, 24/1).

Aksi ini merupakan tindaklanjut dari Mimbar Akbar Pemuda, Mahasiswa dan Pelajar pada pekan lalu. Rencananya, aksi dimulai pukul 11.00 WIB berangkat dari markas Pelajar Islam Indonesia, Menteng Raya, dilanjutkan longmarch menuju Istana Negara. Menurut Ketua Umum PII, M Ridho, aksi hari ini bersifat damai dan diharapkan menjadi pemantik bagi aksi-aksi lainnya di daerah.

"Setelah aksi ini, setiap elemen yang bergabung dalam koalisi ini akan menginstruksikan kepada strukturnya di daerah-daerah untuk melakukan aksi dengan mengusung isu yang sama yaitu gerakan 'perubahan sudah tidak bisa ditunda lagi'," tegas Ridho dalam pernyataan kepada Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu.

Namun, lagi-lagi demonstrasi mahasiswa hari ini dipastikan tidak akan mendapat atensi dari pihak Istana, apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta rombongan bertolak ke India pagi ini, sementara Wapres Boediono berada di Hotel Bidakara membuka Munas PP Polri.

Pada rapat koordinasi yang persiapan aksi lalu (Sabtu, 22/1) tercatat beberapa elemen pemuda, mahasiswa dan pelajar menyatakan bergabung dalam aksi tersebut. Elemen-elemen gerakan tersebut diantaranya adalah PII (Pelajar Islam Indonesia), HMI-MPO (Himpunan Mahasiswa Islam - Majelis Penyelamat Organisasi), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katholik Indonesia), LMND (Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi), HMI-Dipo (Himpunan Mahasiswa Islam - Dipo), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), Hikmahbudhi (Himpunan Mahasiswa Budha), Senat Mahasiswa UI, KMHDI (Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia), KAMTRI (Keluarga Mahasiswa Trisakti), BEM UMB (BEM Universitas Mercu Buana), BEM Nusantara, PMII Jakarta Timur.

Sebelumnya elemen-elemen tersebut telah melakukan rangkaian pertemuan secara intensif dan mereka sepakat merumuskan "7 Cita-cita Kaum muda, mahasiswa dan pelajar Indonesia. Mereka juga akan mengusung satu slogan bersama, yaitu "Perubahan Sudah Tidak Dapat Ditunda".[ald]


sumber : http://www.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=16030

Minggu, 23 Januari 2011

Perubahan Sudah Tidak Bisa Ditunda Lagi

Pernyataan Pers

Perubahan Sudah Tidak Bisa Ditunda Lagi

“Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangs, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.”

Demikianlah bunyi alinea pertama dalam Pembukaan UUD Negara kita. Alinea tersebut jelas sekali menyatakan bahwa demi kemanusiaan dan keadilan, penjajahan dalam segala bentuknya harus dilawan, sebab tanpa perlawanan penjajahan tidak mungkin terhapuskan.

Indonesia secara dejure merdeka sejak tanggal 17 Agustus 1945, namun sesungguhnya secara defacto Indonesia belum merdeka. Penjajahan ekonomi masih dilakukan oleh kaum pemodal (asing dan dalam negeri) yang berlindan dengan penguasa. Eksploitasi, perampasan sumber daya, serta penindasan terhadap besar rakyat masih terjadi di mana-mana. Pemerintah yang mustinya membela kepentingan rakyat justru berkelindan dengan pemilik modal tersebut (baik dalam maupun luar negeri) untuk bersama-sama mengeksploitasi rakyat.

Menghambanya pemerintah kepada selain rakyat Indonesia adalah sebuah bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita suci kemerdekaan dan semangat reformasi. Mereka tak lebih dari para kompeni yang kerjanya menjadi antek-antek penjaga kepentingan asing. Mereka telah mengkhianati rakyat dengan berkali-kali melakukan pembohongan. Mereka telah berkhianat dengan mengatakan Indonesia sejahtera sementara sesungguhnya rakyat menderita.

Mereka juga berbohong mengenai kampanye pemberantasan korupsi, padahal sesungguhnya korupsi makin merajalela, buktinya, mega skandal Century sampai saat ini tak ada penyelesaiannya. Alih-alih memperbaiki negeri, setelah kesempatan satu periode, rezim malah mengkhianati dengan tidak membela kepentingan rakyat, tapi justru malah mengorbankannya.

Oleh karena itu, rakyat mesti melawan! Perlawanan musti dilakukan secara semesta, seluruh elemen bangsa Indonesia harus bersatu, bergerak bersama-sama menyingkirkan kaum penindas dan pengkhianat.

Terima kasih kepada para ulama, kyai, pendeta, biksu, dan para tokoh yang sudah menjalalankan tugas pelayanannya dengan menyuarakan hati nurani rakyat Indonesia. Langkah profetik mereka adalah pelita bagi perjuangan kami mengawal cita-cita bangsa.

Bersama ini kami mengingatkan kepada para tokoh agama agar waspada. Waspada terhadap segala usaha kompromi dan kooptasi oleh penguasa. Ingat, sejarah dunia juga diwarnai oleh lembaran-lembaran pengkhiatan kaum agamawan yang berselingkuh dengan kekuasaan. Oleh karena itu, berhati-hati lah! Kami kaum pelajar, mahasiswa dan pemuda akan selalu mengawal perjuangan ini.

Selanjutnya kami mengundang elemen-elemen masyarakat lainnya untuk bergabung dalam barisan perjuangan ini. Bersama ini kami mengundang seluruh elemen bangsa, termasuk kaum profesional, petani, budayawan, purnawirawan dan tentara untuk bersama-sama mendorong percepatan perubahan ini.

Mulai hari ini (16 Januari 2011), kami -kaum pelajar, mahasiswa dan pemuda Indonesia- akan menggerakkan elemen-elemen kami di daerah untuk bersama-sama mendorong percepatan perubahan ini.

Karena pengkhianatan sudah sedemikian akutnya,

maka “perubahan sudah tidak bisa ditunda lagi”.

Jakarta, 16 Januari 2011

Pergerakan Pelajar, Mahasiswa dan Kaum Muda Indonesia

PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia

HMI-MPO Himpunan Mahasiswa Islam – Majelis Penyelamat Organisasi

IMM Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

PII Pelajar Islam Indonesia

LMND Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

HIKMAHBUDHI Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia

GMKI Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia

KAMTRI Kesatuan Aksi Mahasiswa Trisakti

KMHDI Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia

Kamis, 20 Januari 2011

AKU Tercerahkan

Oleh : Fikry Bin Abi Fikry

( Kabid.Kaderisasi PW PII Sumatera Barat 2009-2011)


“ Kita mencela zaman, rupanya yang tercela itu ada pada diri kita sendiri”

Syair Arab. Dilansir dalam buku Faraq Fauda Kebenaran Yang Hilang

Teringat akan bukunya Ali Syari’ati yang berjudul Tugas Cendikiawan Muslim terjemahan Amien Rais. Dalam hal ini manusia dibaginya kedalam 4 kategori, yaitu:

1. Ilmuan (orang yang berilmu)

2. Intelektual Muslim

3. Ideolog

4. Ulama

Namun dalam hal ini, kita tak akan membahas panjang lebar tentang Orang yang berilmu karena kita tahu bahwa orang yang berilmu merupakan orang melakukan kajian keilmuan dan mengembangkan kapasitas serta kapabilitas keilmuannya. Juga tak akan menyinggung panjang lebar cerita hidup seorang Ideolog, karena kita butuh waktu banyak untuk menjelaskan penemuan-penemuan besar yang mereka hasilkan. Dan juga, untuk berbicara soal Ulama sangat disayangkan jika kita nantinya tak berani untuk menyelesaikan pembahasan ini, karena sangat banyak hal yang dapat kita ambil dari sosok seorang ulama dan kefokusan mereka dalam kajian keilmuan yang mereka lakoni.

Namun entah kenapa, tatkala memperbincangkan sosok Intelektual muslim, akan terasa dekat dengan diri kita. Dan semakin diperbincangkan semakin timbul keresahan dalam diri ini. Dan semakin lama, hati ini semakin resah…

Kenapa demikian?

Apa sebenarnya Intektual Muslim itu? Sehingga tatkala membicarakannya malah timbul keresahan dalam diri ini…

Oleh sebab itu alangkah arifnya kita mulai pembahasan ini dengan menyamakan presepsi kita terhadap Intelektual Muslim. Intelektual Muslim adalah orang yang berada disekitar masyarakat dan melakukan perubahan bersama masyarakat. Mereka adalah inisiator yang mengarahkan, mengajak, dan ikut bersama-sama dengan masyarakat melakukan perubahan dalam kehidupan. Mereka adalah orang yang terenyuh hatinya tatkala melihat betapa kritisnya kondisi masyarakat. Juga orang yang memiliki sifat Guriah. Guriah dalam arti orang yang merasa “resah” sehingga keresahan itu melahirkan keinginan untuk membebaskan mereka.

Mereka teringat akan suatu pesan dalam Firman Allah SWT surat Ar-ra’du ayat 11:

Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sebelum kaum itu berusaha merubah nasibnya sendiri

Hal ini terpatri dalam hati dan jiwa-jiwa mereka. Hati yang resah akan realita kehidupan. Jiwa yang penuh keresahan akan krisisnya kondisi masyarakat. Dengan hadirnya ditengah-tengah masyarakat, bergaul dan hidup bersama masyarakat akan memudahkan mereka memperkecil keresahan itu. Sehingga ini menjadi modal awal mereka untuk masuk memberi warna dalam kehidupan masyarakat.

Intelektual Muslim adalah orang yang memiliki sifat kepedulian terhadap lingkungannya. Andaikan terjadi sekelumit persoalan rumit, maka dia berusaha untuk mengambil peran dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

Dalam beberapa kasus, seorang Intelektual Muslim mesti terlebih dahulu memetakan kondisi masyarakat, terkadang tak semua persoalan itu dipermasalahkan dan tak semua masalah adalah kesalahan yang benar atau benar-benar masalah.

Oleh sebab itu pemetaan yang benar oleh seorang Intelektual Muslim adalah prasyarat penting untuk memanajemen kepedulian terhadap masyarakat. Sebab kepedulian yang membabi buta juga akan menyebabkan kerancuhan dalam bertindak benar.

Teringat akan konsep Pejuang yang disampaikan oleh seorang Penulis Buku Wawasan Islam. Pejuang yang artinya sama dengan Intelektual Muslim seperti yang kita sampaikan sebelumnya. Pejuang yang merupakan orang yang memiliki Tujuan yang jelas, strategi yang rapi, taktik yang jitu, dan juga teknik yang baik. Tujuan Kesempurnaan Islam dan rahmat bagi sekalian alam berlandaskan Qur’an dan Sunah menjadi titik tolak perjuangan. Menentukan strategi, taktik, dan teknik itulah yang mesti dipetakan oleh seorang Intelektual Muslim. Strategi melahirkan taktik, dan taktik merekomendasikan teknik.

Untuk memetakan itu mestilah seorang intelektual muslim memiliki beberapa kecakapan dasar. Seperti yang disampaikan Kurt Singer ada 3 kecakapan dasar untuk bertindak dalam masyarakat:

1. Kecakapan negosiasi

2. Kecakapan mengelola konflik

3. Kecakapan menyantuni pluralism

Setelah pemetaan selesai, Strategi telah lahir, Taktik sudah selesai, tinggal mengimplementasikan Teknik. Untuk mengimplementasikan teknik mestilah seorang Intelektual Muslim memiliki kecerdasan Interrelationship. Dalam hal ini kita fokuskan terhadap Skill interpersonalnya. Ada beberapa skill Interpersonal yang seharusnya ada pada dirinya:

1. Kemampuan, kesanggupan, kepandaian, kemahiran seseorang dalam mengerjakan sesuatu

2. Memiliki konsep diri dan kepribadian yang kuat

3. Meningkatkan potensi diri menjadi pribadi yang mempunyai kompetensi dibidangnya

4. Percaya diri dan mengasah kemampuan berkomunikasi

5. Berpenampilan menarik dan menyenangkan

6. Meningkatkan human relationship dalam kehidupan bermasyarakat dan organisasi

7. Meningkatkan kemampuan menjadi pemimpin dan dapat bekerjasama dalam tim dan siap untuk dipimpin

Inilah beberapa skill yang mesti ada disetiap diri seorang Intelektual Muslim. Ini menjadi skill yang sangat membantu dalam melakukan interaksi dalam sosial masyarakat.

Oleh sebab itu, untuk meminimalisir keresahan demi keresahan itu sudah semestinya kita sebagai Intelektual Muslim bersegera untuk mengambil peran dalam masyarakat, khususnya masarakat sekitar kita. Sebab untuk merubah nasibnya mesti ada usaha yang mereka lakukan seperti yang disampaikan Allah dalam Surat Ar-ra’du ayat 11. Masyarakat sudah mendambakan kebebasan diri yang teraniaya oleh kerusakan moral yang sangat konfrehensif dalam setiap lini kehidupan.

Mumpung waktu masih ada, kesempatan masih terbuka. Mari kita berlompa-lomba untuk memuliakan Islam dengan segera berbuat sebagai seorang Intelektual Muslim.

Seorang Intelektual Muslim tak mesti lahir dari rahim pendidikan agama formal, sebab tak semua yang lahir dari rahim pendidikan agama formal mau menjadi Intelektual Muslim. Karena syarat utama menjadi intelektual Muslim setelah Keteguhan Islamnya dan Kecerdasan Berfikirnya adalah Rasa Guriah nya. Guriah Melihat Kerusakan Moral. Guriah melihat kerancuhan pemahaman agama. Guriah terhadap jauhnya nilai-nilai Islam dalam diri masyarakat.

Tulisan ini saya tutup dengan pesan yang disampaikan oleh Ketua PW PII Sumbar saat melakukan kajian ini di sekretariat Gedung Student Center PII Sumbar di jalan Gunung Pangilun, tepatnya di depan MTsN Model Padang beberapa waktu lalu.

Jadilah Orang yang Tercerahkan…

Tercerahkan adalah Orang yang hadir dalam masyarakat…

Melakukan perubahan besar dalam lingkungan bersama-sama masyarakat.

Reportase Diskusi Ta’lim PW PII Sumbar ke 5

Oleh:

Adel Wahidi

Efri Yunaidi

Rengga Satria

Robby Yunianto Utama MS

Hamda Risman

Fikry bin Abi Fikry

Tulisan Ini diselesaikan di Koto Laweh, X Koto, Tanah Datar

Di bawah rindangnya Pohon Bambu, Dinginnya suhu pagi pegunungan Singgalang,

Dan indahnya sentuhan suasana Tropis

"Prof"

Kegiatan berbau Komunis,PII Demo!

JAKARTA - Puluhan orang yang terdiri dari Pelajar Islam Indonesia, Gerakan Pelajar Islam dan Laskar Empati Pembela Bangsa melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor pusat kebudayaan Jerman, Goethe Institut, Jakarta.

Mereka menuntut agar konferensi internasional yang bertema Indonesia and the World in 1965 yang akan diselenggarakan di Goethe Institut pukul 18.00 WIB nanti dibatalkan.

"Di dalam ada konferensi internasional komunis yang isinya mereka mengatakan komunis itu korban tragedi 1965. Sama saja mereka sebagai sarang komunis yang berusaha membelokkan sejarah," terang Aktivis PII Yazid Qulbuddin kepada okezone di depan Goethe Institut, Jalan Sam Ratulangi, Jakarta Pusat Selasa (18/1/2011).

Faktanya, tambah Yazid sekira seratus kader Pelajar Islam Indonesia dibantai ribuan orang PKI.

Sebelum melakukan aksi di depan Goethe Institut mereka melakukan long march dari Tugu Tani sambil membawa spanduk bertuliskan "Setan Komunis Telah Mati", "PKI Adalah Pelaku dan Dalang Tragedi 1965 Bukan Sebagai Korban".

Aksi yang memakan hampir setengah ruas jalan di depan Goethe Institut tersebut membuat arus lalu lintas menjadi tersendat, kemacetan terjadi hingga Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat.

Untuk mengantisipasi tindakan anarkis pendemo, seratusan Aparat Kepolisian dari Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Pusat telah bersiaga sejak siang tadi.(hri)

Sumber : http://news.okezone.com/read/2011/01/18/338/415331/pelajar-islam-geruduk-pameran-foto-di-goethe

Jumat, 14 Januari 2011

ISLAM DAN IMPERIALISME PEMIKIRAN (2)

Umat Islam Indonesia dalam Lingkaran Setan Imperealisme Pemikiran

Part 2

Oleh: Rengga Satria

Sekretaris Umum PW PII Sumatera Barat

Tulisan sederhana ini adalah kelanjutan dari “diskusi” tentang Imperealisme Pemikiran yang melanda umat Islam Indonesia yang beberapa hari lalu kita bahas.

Beberapa bulan yang lalu saya pernah mengalami pengalaman yang menarik, ketika tampil persentasi makalah Metodologi Studi Islam yang membahas metodologi studi hadits. Seorang peserta diskusi bertanya seperti ini “ boleh kah kita mengkaji suatu hadits tanpa harus berpegang kepada pendapat ulama terdahulu, kita tetap membaca pendapatnya namun ketika mengkaji hadits kita menggunakan pendapat sendiri tanpa harus berpegang kepada pendapat ulama yang kita baca tadi, bukankah kita memiliki akal??”. Atau ketika saya semester 2 yang lalu tepatnya waktu kuliah sejarah peradaban Islam, pemakalah mengatakan “bahwa Khalifah Ustman bin Affan memerintah secara “Nepotisme”, ia mengangkat para keluarganya untuk menjadi pejabat Negara tanpa mempertimbangkan keahlian keluarganya tersebut. Khalifah ustman sering dikritik oleh para sahabat yang lain karena kebijakan nya itu namun beliau tak mengubrisnya… bahkan Ustman pernah mengangkat keluarganya yang memiliki kebiasaan mabuk untuk menjadi salah satu gubernur”.

Prof Dr Azyumardi Azra guru besar pemikiran sejarah Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memang menganjurkan untuk melihat sejarah Islam secara Objektif (analitis-kritis) walaupun mengguncang keyakinan kita pada sejarah Islam.

Sejarah Kodifikasi Hadits telah menjelaskan bagaimana ulama Hadits ini sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits, terutama Imam Bukhari yang tak segan segan menempuh perjalanan ribuan kilometer dan puluhan tahun hanya untuk meneliti kesahihan suatu hadits, hafal puluhan ribu hadits. Lalu sekarang, ada yang mengusulkan untuk mengkaji Hadits secara kontemporer tanpa terikat dengan pendapat ulama yang mulia ini.

Bukankah Rasulullah sendiri bahkan Al Quran juga telah menjamin akan kemulian para Sahabat Utama Rasulullah SAW ini. Lalu sekarang, ada yang mengatakan Utsman “nepotisme” dalam menjalankan roda kekhalifahan dan bahkan menghujatnya sebagai khalifah yang tidak adil. Mungkin kita pernah merasa tertarik dengan pendapat seperti ini, maka kita perlu mempertanyakan kepada diri kita……. Siapa kita???? Sehingga kita berhak menghujat Sahabat Nabi yang Mulia atau menganggap pendapat Ulama Salaf (terdahulu) tidak kontekstual lagi lalu mengusulkan adanya pengkajian hadits secara kontemporer.

Senada dengan pengalaman yang saya ceritakan ini, Syaikh Yusuf Qaradhawi pernah berkata “pada zaman sekarang ini ada kita mendapati ada orang yang meragukan keharaman Khmar atau riba, atau tentang bolehnya Thalaq dan berpoligami dengan syarat-syaratnya. Ada yang meragukan keabsahan Sunnah Nabi SAW sebagai sumber hokum. Bahkan ada yang mengajak kita untuk membuang seluruh Ilmu Al Quran dan seluruh warisan Ilmu Pengetahuan Al Quran ke tong sampah untuk kemudian memulai membaca Al Quran dari nol dengan bacaan Kontemporer, dengan tidak terikat oleh suatu ikatan apapun, tidak berpegang pada ilmu pengetahuan sebelumnya, juga tidak dengan kaidah dan aturan yang ditetapkan oleh ulama umat Islam semenjak berabad-abad silam.

Jika setiap kita mencoba mengingat-ngingat pengalaman masing-masing maka mungkin setiap kita pernah mengalami, mendengar, membaca komentar ataupun pendapat yang terkesan Ilmiah, rasional dan mengelitik “adrenalin” berfikir, namun saat direnungkan kembali pendapat “nyeleneh” ini ternyata berupanya “mendobrak” kemapaman Ajararan Islam yang telah dirumuskan oleh para ulama Salaf berdasarkan Al Quran dan Sunnah.

Pemikiran-pemikiran Kontemporer yang menyatakan perlunya merekontruksi ajaran Islam, membangun Fiqh yang Humanis, mengkaji sejarah Islam secara Objektif(kritis-analitis), membangun Teologi Inklusif, pentingnya sekulerisasi, dan Reinterpretasi otoritas ayat Al Quran secara Hermeneutika agar Islam menjadi solutif dalam membangun masyarakat madani di era modernisasi ini. Maka tidak ada salah nya jika kita bertanya, apakah semua ini memang untuk merekontruksi ajaran Islam atau malah bertujuan untuk medekontruksi dan mendobrak kemapaman Ajaran Islam itu sendiri. Namun jika memang pemikiran ini bertujuan agar Islam “match” dengan perkembangan Zaman, maka pertanyaan selanjutnya adalah apakah Islam yang mesti me-macth-kan diri dengan perkembangan Zaman agar Islam selalu relevan sepanjang zaman. Kalau seperti itu, kemanakah Kesempurnaan Islam itu,,, kemanakah Islam Rahmatan Lil ‘Alamin itu???????

Metode kajian ala Orientalis atau lberalis Islam ini memang kadang kala bisa menaikkan “adrenalin” berfikir, bergaya Ilmiah dan menggunakan metodologi yang kritis. Namun sebenarnya didalam nya ada racun yang membahayakan. Kajian ini menggunakan metodologi Kritis, mencari-cari kelemahan Islam dan memberikan rujukan dari Ilmuwan barat. Bukan dengan metodologi Hikmah, mengungkap keunggulan Islam dengan menggunakan rujukan para ulama Salaf (terdahulu) yang mulia.

Samuel P Hutington menjelaskan dalam tesis nya yang berjudul benturan antar peradaban, bahwa Islam akan menjelma menjadi sebuah peradaban besar. Mungkin kita merasa bangga karena ia meramalkan hal tersebut, namun perlu kita ketahui bahwa selain menjadi akademisi Hutington juga bekerja di departemen luar negeri Amerika serikat. Sehingga jika Hutington mengatakan Islam akan menjadi sebuah peradaban besar, maka secara tidak langsung ia ingin menyampaikan bahwa kebijakan luar negeri Amerika akan menganggap Islam sebagai musuh utama mereka. Oleh karena itu, patut dikhawatirkan bahwa Imperealisme Pemikiran ini adalah salah satu “Agenda Besar” dari mereka dalam meracuni pemikiran Umat Islam terkhusus Umat Islam Indonesia.

Dalam mengakarkan Imperealisme Pemikiran kedalam “jantung” umat Islam khususnya Umat Islam Indonesia, maka kita perlu memperhatikan beberapa hal dibawah ini,

Orientalisme

Saat Napoleon Bonaparte menaklukkan Mesir pada tahun 1789, ia membawa puluhan sarjana Mesir yang ditugaskan untuk mempelajari seluk-beluk masyarakat Mesir. Sebagai hasilnya, terciptalah 23 jilid besar tentang Egyptologi, yaitu buku tentang serba serbi Mesir ditinjau dari segi sejarah , adat Istiadat, agama, bahasa, arkeologi, kesusteraan, politik, ekonomi, militer dan sebagainya. Semangat Ide Napoleon inilah yang kemudian melatar belakangi munculnya kajian Orientalisme di Negara barat.

Jika kita kembali membuka sejarah perang Aceh, maka kita akan menemukan ternyata belanda sangat kepayahan menguasai tanah Aceh tersebut. Sehingga akhirnya belanda mengutus seorang Orientalis yang bernama Christian Snouck Hurgronje untuk menyusup kedalam masyarakat aceh dan akhirnya memang berhasil melakukan politik becah belah.

Mata rantai orientalisme ini sekarang ini diwujudkan dengan didirikannya pusat-pusat studi Islam di Universitas terkemuka di dunia, seperti Mc gill University, Columbia University dan menyediakan beasiswa bagi Intelektual muda Islam untuk belajar di Universitas tersebut. Beberapa Orientalis terkenal adalah Theodor Noldeke, Joseph Schacht, Ignaz Goldziher, Christian Snouck Hurgronje, Louis Massignon, Montgomerry Watt, Karen Amstrong, dll.

The Asia Foundation

Sekitar Tahun 2003, seorang Aktivis Islam Jakarta mendatangi kantor TAF di jalan Darmawangsa Raya, kebayoran Baru. Ia datang dengan menenteng majalah yang berwajah Islam militant. Aktivis Islam itu ingin mencoba memastikan maukah TAF mndanai majalah seperti itu? Staf yang menemuinya tertawa dan kontan menolak member bantuan. Majalah yang ditentengnya itu sreing mengecam kristenisasi, Islam Liberal, dan Program-program AS di dunia Islam. Kejadian lain, seorang mahasiswa Solo mengajukan proposal ke TAF untuk kegiatan Pendidikan Multikultural, Pluralisme, dll. Ia hanya mengajukan 5 juta Rupiah, tapi ia kaget bukan main karena dana yang dikucurkan TAF kepadanya sejumlah 50 juta rupiah, sepuluh kali lipat dari proposal yang diajukannya.

Ketika diwawancarai oleh majalah Hidayatullah bulan Desember 2004 yang lalu, ulil Absar Abdalla Koordinator JIL ketika itu mengatakan bahwa ia mendapat dana sebesar 1,4 Milyar Rupiah setiap tahunnya. Maka setiap dana yang dikucurkan memberikan konsekuensi penjajahan pemikiran terhadap umat Islam.

Dalam situsnya(www.asiafoundation.com) mengatakan bahwa sebagian donasinya berasal dari lembaga Yahudi dan Amerika seperti American Jewish Service, Ford Foundation dll.

Samuel Zweimer, Direktur Organisasi misi Kristen dalam Konferensi Misionaris di Kota Quds (1935),” misi utama kita bukan menghancurkan kaum muslimin sebagai orang Kristen, namun mengeluarkan seorang muslim dari Islam agar jadi orang yang tidak berakhlak sebagaimana seorang muslim. Dengan begitu akan terbuka pintu kemenangan Imperealisme di negeri-negeri Islam. Tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam. Generasi Muslim yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi yang malas, dan hanya mengejar kepuasan hawa nafsunya.”

Terakhir, saya dan mungkin kita semua patut khawatir bahwa sekarang ini Cendekiawan Muslim, Aktivis Islam yang berafiliasi dalam Ormas keislaman, dan penggeliat Pendidikan di IAIN-UIN telah menjadikan Pemikiran “kontemporer” sebagaimana kita bahas tadi sebagai Budaya Intelektualnya. Karena sadar atau tidak, Umat Islam Indonesia sedang berada dalam Lingkaran Setan Imperealisme Pemikiran………..

Allahu ‘alam bishshawwab

Ini hanyalah tulisan sederhana……… namun semoga memiliki arti yang tidak sederhana.

Mohon kritikan dan saran pembaca agar penulis tidak jatuh dalam ”merasa benar pada pendapat yang salah..”

Terilhami dari “ Diskusi Intermediate Training di Bukittinggi tanggal 26 des 2010-03 jan 2011 dan Buku IMperealisme Baru karangan Nuim Hidayat, M.Si “

Catatan: semua kalimat yang ditulis miring dalam tulisan ini, adalah kutipan langsung dari buku Imperealisme Baru karangan Nuim Hidayat, M.si

“Condong Mato Ka Nan Rancak, Condong Salera Ka Nan Perai”

Oleh : Efri Yunaidi


“Condong mato ka nan rancak, condong salera ka nan lamak” baitu pepatah urang tuo kito dahulunyo. Pepatah nan manunjuakkan kalau orang-orang pada maso itu iyo bana manjago apo nan dicaliaknyo dan apo nan dimakannya. Mungkin kito sabuik sajo manjago kulaitas apo nan dicaliak jo apo nan dimakannyo. Manuruik nan tuo, rancak disiko iyo bamakna pulo “rancak” manuruik adat, rancak manuruik syara’ itu nan ka kito caliak. Lamak juo bak kian, lamak rasonyo, lamak mandapekannyo, lamak dek awak ka tuju dek urang.

Tapi nan bak kini, pepatah nan tun lah baraliah bunyi saketek “ condong mato ka nan rancak, condong salero ka nan perai “. Baitu pulo bunyinyo dek urang mudo kini. Saketek sajo nan barubahnyo, pun nan bak kian ado nan iyo bana nan pokok nan baraliah. Yaitunyo condong paruik lah ka nan perai.

Orientasi urang kini yo lah ka nan perai, ka sesuatu nan indak banyak maabihkan tanago, ka nan indak banyak membutuhkan usaho untuak mandapekkannyo. Ba kecek urang juo “ Budaya Instan”.nak capek se, nak nan mudah se, nak sanang se.

Kalau kito mancubo mancaliak disikolah-sikolah, di tampek nan mudo bakumpua tantu indak lah susah dek kito mandapekkan apo nan dikecekkan “budaya instan” tut doh. koq disikolah namonyo, nilai iyo nak tinggi ko baraja iyo nak indak,akianyo ambiak jalan “instan”. Alam takambang jadi guru jimaik takambang beranglah guru.

Koq di masyarakaik namonyo, koq iduik iyo nak sanang, tapi koq kabakarajo koq dapek iyo jan lai.koq awak iyo nak disanjuang urang, tapi ba budi ka urang, ba jaso ka urang yo nak indak.

Mancaliak kito ka urang nan lah gadang namonyo, kito iyo taragak pulo nan bak kian. Koq karajonyo rancak, koq ka bajalan ado oto, koq ka lalok ado rumah. Tapi kito lupo mancaliak baa karajo urang nin dahulunyo. Kito nak iyo pulo nan saruman itu, tapi koq ka bakarajo koq ka bausaho indak kito nan saruman tut doh. nan sanang se lah dek awak.

Antah baa lah ajaknyo, mungkin ba tali pulo jo prinsip ekonomi kapitalih nan diajakan disikolah-sikolah agaknyo “ dengan modal yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya” antahlah!??*

Batanyo kito ka angku imam di musajik, satantangan iko. Ciek sajo pasan baliaunyo, dibacoannyo kalam ilahi

“ …sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum sebelum mereka mengubah diri mereka sendiri…” QS; Ar-Ra’d 11.

Baitu kecek angku imam, ibaraik roda padati,takadang diateh takadang dbawah. Tapi nan paralu kito ambiak pelajaran adolah roda nan di bawah tadi indak ka tibonyo di ateh kalau padati indak bajalan. Kito ka barado dibawah jo taruihnyo kalau kito indak bajalan.ndak mungkin dari bawah jo caro “instan” ka dapek di ateh.

Koq nak kayo iyo kuek lah mancari, koq nak tinggi nilai sikolah yo rajinlah baraja. Bak kato urang juo; Barakik-rakik ka hulu baranang ka tapian kamudiak dihari sanjo, basakik-sakik dahulu basanang-sanang ka mudian, barugi mangko balabo.

Mungkin baitu lah, koq di rantang namuahnyo panjang, koq dikumpa namuahnyo singkek, singkek sakiro kapaguno. Satantangan pasan angku imam tadi kito ambiak selah pelajaran dari nan dibacoan dek baliau tadi. Jan lah kito ba angan-angan ka “perai” sajo sadonyo, ka “instan” sajo caro untuak roda padati tibo di ateh

*kecek pak etek; prinsip ekonomi apolo tu?

“ kalau itu prinsip wak ang yuang, yo lah samo pulo ang jo sumanto tu, nan makan urang tuha. Dima lo wak ang ka dapek untuang gadang kalau usaho ang saketek? lah ka pasti juo ang mengorbankan urang lain tu nyo” baitu kecek pak etek kutiko dibacoan prinsip ekonomi ka wee

Padang, 13 Januari 2011

Efri Yunaidi

( Anak Pisang Rang Koto )

Rabu, 12 Januari 2011

ISLAM DAN IMPERIALISME PEMIKIRAN

Umat Islam Indonesia dalam Lingkaran Setan Imperealisme Pemikiran

Part 1

Oleh: Rengga Satria

Sekretaris Umum PW PII Sumatera Barat


Beberapa waktu yang lalu saya pernah berdiskusi dengan peserta Intermediate Training di Bukittinggi, dimana diskusi itu akhirnya mengarah kepada tema tulisan ini. Kesimpulan diskusi itu adalah segala kemerosotan Aqidah, Moral umat Islam saat ini tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Imperealisme secara pemikiran yang menggrogoti Umat Islam saat ini. Sehingga saat itu timbul keinginan untuk mempertajam Diskusi itu dalam bentuk tulisan sederhana.

Imperealisme berarti Penjajahan, pendudukan suatu kaum terhadap kaum yang lain. Kata imperealisme biasanya dipakai dalam bentuk penjajahan secara fisik seperti penjajahan Negara barat terhadap Negara-Negara Islam, namun penjajahan secara fisik telah berakhir dengan telah merdekanya Negara Negara Islam terebut, walaupun masih adanya Pendudukan Israel atas Palestina.

Abul ‘ala al Maududi menjelaskan bahwa penjajahan itu ada dua macam, pertama penjajahan maknawi serta Moral dan kedua penjajahan fisik dan Politik. Selanjutunya Maududi mengatakan “ Yang Pertama (penjajahan Moral) muncul lantaran adanya suatu bangsa yang maju dan kuat dalam pemikiran dan konsepsi yang membuat bangsa-bangsa lain mempercayai pemikiran-pemikiran mereka. Sehingga Konsepsinya dapat menguasai hati nurani dan Aqidahnya mengendalikan kesadaran dan Intelektual bangsa itu”. jika kita mencoba membaca realitas Umat Islam Indonesia saat ini, maka kita akan menemukan bahwa pendapat Cendikiawan Muslim dari India ini sangatlah tepat.

Kita mungkin masih ingat ketika terjadi penolakan besar besaran dari Umat Islam terhadap jemaat Ahmadiyah, namun komunitas Islam Liberal yang diwakili oleh Ulil mengatakan bahwa Fatwa MUI tentang penyesatan Ahmadiyah adalah biang kerok kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah dan ia juga menambahkan bahwa MUi tidak bisa mengeluarkan Fatwa penyesatan terhadap komuntas komunitas lain. Ataukah terbitnya buku Fiqh Lintas Agama yang memfatwakan NIkah beda agama itu sah, Gay itu diboleh kan, dll. Dilain sisi, akhir ini dikembangkan pemahaman Islam Anti kekerasan, Islam Inklusif dan Islam Membebaskan ataupun sekulerisasi. Pemahaman – pemahaman seperti ini dianggap menjadi solutif dalam membangun masyarakat madani di Indonesia. Jikakita pahami sekilas pintas pemahaman ini memang terkesan Rasional dan mengajak umat Islam untuk merekontruksi ajaran agamanya ini, namun sejatinya pemahaman seperti ini meracuni pemikiran umat Islam agar memahami Islam Secara Parsial dan meninggalkan Pedoman utama Umat Islam itu sendiri.

Islam Anti kekerasan dianggap menciptakan kedamaian dan toleransi antar golongan, tapi perlu diingat bahwa Islam juga mengajarkan “kekerasan” (lihat Al Baqarah 216), namun dalam kondisi umat Islam itu berada dalam posisi terzalimi seperi di palestina. Namun Islam sangat mengecam keras Umat nya yang melakukan kekerasan tanpa alasan yang jelas (lihat Al Ma’idah 32). Saya khawatir pemahaman seperti ini menjadikan umat Islam tidak Responsif terhadap saudaranya yang terzalimi dan selalu mendewakan “Diplomasi” karena memahami Islam secara Parsial.

Islam Inklusif , Dialog Antar Agama, Doa Antar Agama, Pluralisme dikhawatirkan membawa Misi dalam upanya pendangkalan Aqidah Umat Islam. Teori Pluralisme yang Inklusif (terbuka) berarti “ semua Agama memiliki Tujuan yang sama dan memiliki Kebenaran yang sama”. Mengacu pada John B Copp Jr, Buddy mengungkapkan “agama agama lain berbicara tentang cara yang berbeda, tetapi memiliki kebenaran yang sama”. Teori Islam Inklusif dianggap bisa mendorong terciptanya Kerukunan Umat beragama di Negara Indonesia yang majemuk ini. Bukankah Nabi telah membuktikan dengan mendirikan Negara Madinah, Ia mampu menciptakan Kerukunan Umat beragama itu dalam bingkai masyarakat Madani tanpa harus mengatakan bahwa Islam itu membawa kebenaran yang sama dengan agama lain.

Sekulerisasi yang menyuarakan Pemisahan urusan Agama dengan persoalan keduniawian (Negara, hokum dll) diadopsi dari pemikiran Barat yang memberontak terhadap Hegemoni Gereja yang terlalu mengekang kehidupan bernegara dan perkembangan Ilmu Pengetahuan. Pemahaman seperti ini mungkin cocok untuk “mereka” namun sangat Ironis sekali jika ini juga diaplikasikan dalam kehidupan berIslam. Kemana Islam Rahmatan Lil A’lamin jika pemahaman “pemisahan” seperti ini kita agung-agungkan…. Jangankan mengatur urusan Negara yang begitu Komplek, membuang paku di tengah jalan dan urusan ke WC pun diatur dalam Agama Islam ini…. Agama kita ini. Maka konsep Islam Rahmatan lil A’lamin ini yang mesti umat Islam terutama cendikiawan Muslim ataupun para Aktivis Islam mengkomunikasikan kepada masyarakat majemuk Indonesia ini tanpa harus mengatakan semua Agama itu “membawa kebenaran yang sama” atau pun menyuarakan “dikotomi” antara Agama dengan Keduniawian.

Karena Islam bukan Rahmatan lil umat Islam tapi…….. ISLAM RAHMATAN LIL ‘ALAMIN

Allahu ’alam bishshawab…….

Insya Allah akan bersambung………..

Terilhami dari “ Diskusi Intermediate Training di Bukittinggi tanggal 26 des 2010-03 jan 2011 dan Buku IMperealisme Baru karangan Nuim Hidayat, M.Si

Sabtu, 08 Januari 2011

Integrasi Zakat ke Ranah Politik

Kendati tengah mengalami berbagai ujian & cobaan berat, namun semua tak menjadi stagnant kaum muslimin untuk terus menyemai bibit kebajikan. Salah satunya adalah pembersihan ekonomi dari system ekonomi ribawi, serta usaha untuk mewujudkan ekonomi islam yang sehat. Hal itu terimplementasi dalam dua hal :(1) didirikanya bank-bank islami dan pembebasan ekonomi dari kotoran Riba, (2) pewajiban zakat untuk menegakkan solidaritas kemanusiaan dan sebagai kontribusi dalam mewujudkan keadilan sosial serta menyelesaikan berbagai problematika masyarakat.

Perkembangan zakat semakin menunjukkan arah yang menggembirakan, Keputusan Komisi VIII DPR untuk menjadikan Badan Amil Zakat Nasional sebagai mitra resmi mereka, menjadikan ruang politik bagi dukungan terhadap pengembangan zakat semakin besar. Peluang ini diharapkan bisa dioptimalkan oleh Baznas dan para stakeholder zakat lainnya, agar peran zakat dalam pembangunan masyarakat dapat meningkat secara signifikan, terutama dalam mengentaskan kemiskinan. Dan kita tentu masih ingat, digelarnya Konferensi Zakat Asia Tenggara di Kota Padang, 31 Oktober 2007 merupakan pertemuan politik yang berlevelkan internasional yang membicarakan bagaimana meningkatkan profesionalisme zakat.Tak dapat dipungkiri, pengelolaan zakat sangat dipengaruhi oleh kondisi dan keputusan politik penguasa. Zakat merupakan salah satu keputusan politik dalam Islam yang penting. Karena itu kita mesti mengkaji dulu karakter politik zakat yang kemudian menjadikan instrumen zakat sebagai bagian fundamental dari sistem keuangan publik Islam. Sehingga, dimensi ibadah al-maaliyah al-ijtimai'yyah zakat dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan masyarakat benar-benar dapat diwujudkan. Untuk menjaga karakter politik peran penguasa menjadi sangat mutlak.Kesadaran akan karakter politik zakat inilah yang membuat khalifah Abu Bakar mendeklarasikan perang terhadap beberapa suku Badui yang tidak mau membayar zakat kepada pemerintah setelah wafatnya Rasulullah SAW. Mengingat pentingnya instrumen zakat, baik dari sisi ibadah mahdlah maupun dari sisi muamalahnya, sudah sewajarnya kita mencoba membangun kekuatan politik zakat yang kuat di negeri ini. Bicara zakat, memang tak lepas dari politik. Ada 3 komponen penting yang disebut Trias Politica Zakat, yaitu

Politik Praktis
Ditinjau dari politik praktis, tujuan zakat memang jangka pendek. Besarnya yang cuma 2,5 persen,Kendati jangka pendek, Ada tujuan mulia seperti ditegaskan Ibnu Taimiyah agar kita memenuhi kebutuhan sesama muslim,

High Politics
Dikaji dari sisi high politics, pesan zakat lebih kuat ketimbang pajak. Zakat diprioritaskan khusus untuk kalangan mustadh’afin (tidak mampu).Dalam postulat manajemen, kekuatan organisasi terletak di simpul terlemah. Dengan menemukan dan membenahi yang lemah, lembaga manapun akan jadi kuat. Dengan membenahi yang miskin, negara akan tumbuh realistis jadi kuat. Jumlah 120 juta orang miskin tidak lagi bisa dinamakan sebuah simpul. Tapi Itu palung kelemahan yang sangat dalam, yang siap membetot siapapun untuk jadi miskin. Yang bisa mencegah hanya pemerintah. Karena bicara kebijakan, itu adalah ranah high politics yang jadi hak penuh pemerintah.

Hidden Politics
Zakat juga punya sisi hidden politics. Zakat cuma 2,5 persen. Maka sebagai muzaki, SBY berzakat sebesar 2,5 persen. Sebagai presiden, apa sedekah SBY dan juga para pemimpin yang lain?. Sebagai pribadi muzaki, mereka sudah bersedekah dalam bentuk zakat. Namun sebagai pemimpin,mereka harus bersedekah dalam bentuk kebijakan.

Hari ini, sebenarnya jalan menuju ranah implementasi Zakat secara optimal telah terbuka cukup lebar, tinggal bagaimana para stakeholder zakat mampu mengoptimalkan semuanya. Setidaknya dengan menjadikan amandemen UU zakat sebagai pintu integrasi ke dalam kebijakan ekonomi negara secara lebih mendalam.Kemudian harapan kita bersama, Baznas harus bisa memainkan posisi strategisnya sebagai mitra resmi DPR maupun sebagai institusi yang berada di bawah pemerintah dalam mempercepat proses integrasi zakat dalam kebijakan nasional. Masuknya zakat ke dalam ruang politik yang lebih besar sesungguhnya adalah sebuah kebutuhan. Selama ini zakat lebih banyak bermain pada ranah sosial kemasyarakatan layaknya dunia LSM. Dunia zakat modern di tanah air lebih banyak diinisiasi oleh masyarakat sehingga pendekatannya lebih pada bottom-up approach, berbeda dengan Timur tengah yang menggunakan pendekatan top-down. Persoalannya sekarang, seberapa lama pendekatan bottom-up ini, jika tidak disertai pendekatan top-down akan berhasil men-trigger peran Zakat yang lebih besar dan monumental? Semoga saja,.



Penulis :
Dina Maria Astuti
(Koordinator Wilayah Korps PII Wati Pelajar Islam Indonesia (PII) Sumatera Barat 2009-2011)

LBT PII Kab.Lima Puluh Kota

Keterangan Gambar : Peserta LBT PII Padang Jopang bersama KB PII ( Brigjen Adytawarman Taha (berdiri paling kiri), Arifah Toha ( berkerudung kuning) Wedrizon,S.HI ( memakai jaket hitam) serta bersama ketua Umum PB PII Kanda Muhammad Ridha (memakai batik beridiri no.2 dari kanan).









Leadership Basic Training PII Kab.50 kota berlangsung pada tanggal 26 -31 desember 2010, bertempat di Nahdatun Nisaiyah Darul Funun El-Abbasiyah.


Semula kegiatan ini direncakan pra basic training, akan tetapi dengan melihat kondisi perserta team instruktur yang terdiri dari Uyo, Fai dkk dengan persetujuan Robby YU selaku kabid kaderisasi, mengambbil kebijakan untuk mengelolanya sebagi leadership basic training (LBT).


Tidak seperti LBT sebelumnya, LBT kali ini terasa lebih istimewa lantaran adanya Ketua Umum PB PII Muhammad Ridha ditengah-tengah peserta yang sekaligus berkesempatan membuka kegiatan ini secara resmi.


Muhammad ridha mengatakan bahwa PII adalah organisasi yang besar dengan jaringan tersebar di seluruh nusantara dengan sistem keorganisasian yang baik pula, hanya saja kedepan kita mesti melakukan aktivitas dengan cepat. Aktif merespon kebutuhan ummat dan mampu melakukan rekayasa perbaikan di tengah-tengah pelajar.


Para peserta yang berasal dari berbagai sekolah ini, terlihat antusias dan bersemangat dalam mengikuti pentrainingan,ini terbukti dengan adanya komitment mereka untuk kembali bertemu pasca pelatihan dengan kegitan yang baru.


Selamat kepada peserta yang telah resmi menjadi kader PII, semoga dapat menjadi kader yang Muslim,Cendekia dan berjiwa Pemimpin.(Free)