Kendati tengah mengalami berbagai ujian & cobaan berat, namun semua tak menjadi stagnant kaum muslimin untuk terus menyemai bibit kebajikan. Salah satunya adalah pembersihan ekonomi dari system ekonomi ribawi, serta usaha untuk mewujudkan ekonomi islam yang sehat. Hal itu terimplementasi dalam dua hal :(1) didirikanya bank-bank islami dan pembebasan ekonomi dari kotoran Riba, (2) pewajiban zakat untuk menegakkan solidaritas kemanusiaan dan sebagai kontribusi dalam mewujudkan keadilan sosial serta menyelesaikan berbagai problematika masyarakat.
Perkembangan zakat semakin menunjukkan arah yang menggembirakan, Keputusan Komisi VIII DPR untuk menjadikan Badan Amil Zakat Nasional sebagai mitra resmi mereka, menjadikan ruang politik bagi dukungan terhadap pengembangan zakat semakin besar. Peluang ini diharapkan bisa dioptimalkan oleh Baznas dan para stakeholder zakat lainnya, agar peran zakat dalam pembangunan masyarakat dapat meningkat secara signifikan, terutama dalam mengentaskan kemiskinan. Dan kita tentu masih ingat, digelarnya Konferensi Zakat Asia Tenggara di Kota Padang, 31 Oktober 2007 merupakan pertemuan politik yang berlevelkan internasional yang membicarakan bagaimana meningkatkan profesionalisme zakat.Tak dapat dipungkiri, pengelolaan zakat sangat dipengaruhi oleh kondisi dan keputusan politik penguasa. Zakat merupakan salah satu keputusan politik dalam Islam yang penting. Karena itu kita mesti mengkaji dulu karakter politik zakat yang kemudian menjadikan instrumen zakat sebagai bagian fundamental dari sistem keuangan publik Islam. Sehingga, dimensi ibadah al-maaliyah al-ijtimai'yyah zakat dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan masyarakat benar-benar dapat diwujudkan. Untuk menjaga karakter politik peran penguasa menjadi sangat mutlak.Kesadaran akan karakter politik zakat inilah yang membuat khalifah Abu Bakar mendeklarasikan perang terhadap beberapa suku Badui yang tidak mau membayar zakat kepada pemerintah setelah wafatnya Rasulullah SAW. Mengingat pentingnya instrumen zakat, baik dari sisi ibadah mahdlah maupun dari sisi muamalahnya, sudah sewajarnya kita mencoba membangun kekuatan politik zakat yang kuat di negeri ini. Bicara zakat, memang tak lepas dari politik. Ada 3 komponen penting yang disebut Trias Politica Zakat, yaitu
Politik Praktis
Ditinjau dari politik praktis, tujuan zakat memang jangka pendek. Besarnya yang cuma 2,5 persen,Kendati jangka pendek, Ada tujuan mulia seperti ditegaskan Ibnu Taimiyah agar kita memenuhi kebutuhan sesama muslim,
High Politics
Dikaji dari sisi high politics, pesan zakat lebih kuat ketimbang pajak. Zakat diprioritaskan khusus untuk kalangan mustadh’afin (tidak mampu).Dalam postulat manajemen, kekuatan organisasi terletak di simpul terlemah. Dengan menemukan dan membenahi yang lemah, lembaga manapun akan jadi kuat. Dengan membenahi yang miskin, negara akan tumbuh realistis jadi kuat. Jumlah 120 juta orang miskin tidak lagi bisa dinamakan sebuah simpul. Tapi Itu palung kelemahan yang sangat dalam, yang siap membetot siapapun untuk jadi miskin. Yang bisa mencegah hanya pemerintah. Karena bicara kebijakan, itu adalah ranah high politics yang jadi hak penuh pemerintah.
Hidden Politics
Zakat juga punya sisi hidden politics. Zakat cuma 2,5 persen. Maka sebagai muzaki, SBY berzakat sebesar 2,5 persen. Sebagai presiden, apa sedekah SBY dan juga para pemimpin yang lain?. Sebagai pribadi muzaki, mereka sudah bersedekah dalam bentuk zakat. Namun sebagai pemimpin,mereka harus bersedekah dalam bentuk kebijakan.
Hari ini, sebenarnya jalan menuju ranah implementasi Zakat secara optimal telah terbuka cukup lebar, tinggal bagaimana para stakeholder zakat mampu mengoptimalkan semuanya. Setidaknya dengan menjadikan amandemen UU zakat sebagai pintu integrasi ke dalam kebijakan ekonomi negara secara lebih mendalam.Kemudian harapan kita bersama, Baznas harus bisa memainkan posisi strategisnya sebagai mitra resmi DPR maupun sebagai institusi yang berada di bawah pemerintah dalam mempercepat proses integrasi zakat dalam kebijakan nasional. Masuknya zakat ke dalam ruang politik yang lebih besar sesungguhnya adalah sebuah kebutuhan. Selama ini zakat lebih banyak bermain pada ranah sosial kemasyarakatan layaknya dunia LSM. Dunia zakat modern di tanah air lebih banyak diinisiasi oleh masyarakat sehingga pendekatannya lebih pada bottom-up approach, berbeda dengan Timur tengah yang menggunakan pendekatan top-down. Persoalannya sekarang, seberapa lama pendekatan bottom-up ini, jika tidak disertai pendekatan top-down akan berhasil men-trigger peran Zakat yang lebih besar dan monumental? Semoga saja,.
Penulis :
Dina Maria Astuti
(Koordinator Wilayah Korps PII Wati Pelajar Islam Indonesia (PII) Sumatera Barat 2009-2011)
Perkembangan zakat semakin menunjukkan arah yang menggembirakan, Keputusan Komisi VIII DPR untuk menjadikan Badan Amil Zakat Nasional sebagai mitra resmi mereka, menjadikan ruang politik bagi dukungan terhadap pengembangan zakat semakin besar. Peluang ini diharapkan bisa dioptimalkan oleh Baznas dan para stakeholder zakat lainnya, agar peran zakat dalam pembangunan masyarakat dapat meningkat secara signifikan, terutama dalam mengentaskan kemiskinan. Dan kita tentu masih ingat, digelarnya Konferensi Zakat Asia Tenggara di Kota Padang, 31 Oktober 2007 merupakan pertemuan politik yang berlevelkan internasional yang membicarakan bagaimana meningkatkan profesionalisme zakat.Tak dapat dipungkiri, pengelolaan zakat sangat dipengaruhi oleh kondisi dan keputusan politik penguasa. Zakat merupakan salah satu keputusan politik dalam Islam yang penting. Karena itu kita mesti mengkaji dulu karakter politik zakat yang kemudian menjadikan instrumen zakat sebagai bagian fundamental dari sistem keuangan publik Islam. Sehingga, dimensi ibadah al-maaliyah al-ijtimai'yyah zakat dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan masyarakat benar-benar dapat diwujudkan. Untuk menjaga karakter politik peran penguasa menjadi sangat mutlak.Kesadaran akan karakter politik zakat inilah yang membuat khalifah Abu Bakar mendeklarasikan perang terhadap beberapa suku Badui yang tidak mau membayar zakat kepada pemerintah setelah wafatnya Rasulullah SAW. Mengingat pentingnya instrumen zakat, baik dari sisi ibadah mahdlah maupun dari sisi muamalahnya, sudah sewajarnya kita mencoba membangun kekuatan politik zakat yang kuat di negeri ini. Bicara zakat, memang tak lepas dari politik. Ada 3 komponen penting yang disebut Trias Politica Zakat, yaitu
Politik Praktis
Ditinjau dari politik praktis, tujuan zakat memang jangka pendek. Besarnya yang cuma 2,5 persen,Kendati jangka pendek, Ada tujuan mulia seperti ditegaskan Ibnu Taimiyah agar kita memenuhi kebutuhan sesama muslim,
High Politics
Dikaji dari sisi high politics, pesan zakat lebih kuat ketimbang pajak. Zakat diprioritaskan khusus untuk kalangan mustadh’afin (tidak mampu).Dalam postulat manajemen, kekuatan organisasi terletak di simpul terlemah. Dengan menemukan dan membenahi yang lemah, lembaga manapun akan jadi kuat. Dengan membenahi yang miskin, negara akan tumbuh realistis jadi kuat. Jumlah 120 juta orang miskin tidak lagi bisa dinamakan sebuah simpul. Tapi Itu palung kelemahan yang sangat dalam, yang siap membetot siapapun untuk jadi miskin. Yang bisa mencegah hanya pemerintah. Karena bicara kebijakan, itu adalah ranah high politics yang jadi hak penuh pemerintah.
Hidden Politics
Zakat juga punya sisi hidden politics. Zakat cuma 2,5 persen. Maka sebagai muzaki, SBY berzakat sebesar 2,5 persen. Sebagai presiden, apa sedekah SBY dan juga para pemimpin yang lain?. Sebagai pribadi muzaki, mereka sudah bersedekah dalam bentuk zakat. Namun sebagai pemimpin,mereka harus bersedekah dalam bentuk kebijakan.
Hari ini, sebenarnya jalan menuju ranah implementasi Zakat secara optimal telah terbuka cukup lebar, tinggal bagaimana para stakeholder zakat mampu mengoptimalkan semuanya. Setidaknya dengan menjadikan amandemen UU zakat sebagai pintu integrasi ke dalam kebijakan ekonomi negara secara lebih mendalam.Kemudian harapan kita bersama, Baznas harus bisa memainkan posisi strategisnya sebagai mitra resmi DPR maupun sebagai institusi yang berada di bawah pemerintah dalam mempercepat proses integrasi zakat dalam kebijakan nasional. Masuknya zakat ke dalam ruang politik yang lebih besar sesungguhnya adalah sebuah kebutuhan. Selama ini zakat lebih banyak bermain pada ranah sosial kemasyarakatan layaknya dunia LSM. Dunia zakat modern di tanah air lebih banyak diinisiasi oleh masyarakat sehingga pendekatannya lebih pada bottom-up approach, berbeda dengan Timur tengah yang menggunakan pendekatan top-down. Persoalannya sekarang, seberapa lama pendekatan bottom-up ini, jika tidak disertai pendekatan top-down akan berhasil men-trigger peran Zakat yang lebih besar dan monumental? Semoga saja,.
Penulis :
Dina Maria Astuti
(Koordinator Wilayah Korps PII Wati Pelajar Islam Indonesia (PII) Sumatera Barat 2009-2011)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan beramal shaleh....