Komunitas Pembelajar

Pengurus Wilayah

Pelajar Islam Indonesia ( PII )

Sumatera Barat

Gedung Student Centre Jln.Gunung Pangilun Padang ( Depan MTsN Model Padang)

Search

Sabtu, 11 Desember 2010

PKS;Tidak Tertarik Berkonfederasi

Beberapa waktu yang lalu saya sempat membaca berita ( Padang Ekspres 6 Desember 2010 ) perihal ketidaktertarikan Partai Keadilan Sejahtera ( PKS ) untuk membetuk konfederasi dengan parpol lain menyusul pemilu 2014 mendatang. Hal ini membuat kita teringat kembali mengenai isu konfederasi parpol yang diusulkan Partai Amanat Nasional (PAN ) beberapa waktu yang lalu.

Usulan konfederasi partai muncul setelah adanya wacana untuk menaikkan ambang batas persyaratan minimal untuk mendapatkan kursi di parlemen ( Parliamentary Threshold/PT ) dari 2,5% menjadi 5%.

Menurut PAN, konfederasi partai bertujuan untuk menyederhanakan jumlah partai politik dan juga untuk menampung ke sia-siaan suara partai yang tidak lolos parlementy treshold. (PT). Partai Demokrat mengusulkan hal yang sama dengan nama berbeda yaitu asimiasi parpol, sedangkan Golkar memakai istilah Fusi Politik seperti yang terjadi 1973

Penyederhanaan partai dipandang dari sudut efektivitas dan efisiensi perlu dilakukan untuk mengurangi biaya politik, mengingat sistem multi partai yang kita anut sekarang ini memiliki tingkat keborosan cukup tinggi yang notabenenya ongkos tersebut menggunakan uang rakyat. Serta untuk menghindari menjamurnya parpol lantaran uang atau kelatahan terhadap trend mendirikan parpol

Akan tetapi disisi lain, konfederasi parpol juga memiliki kelemahan. Konfederasi dinilai dapat mengekang hak individu untuk berekspresi dalam bidang politik yang berarti akan bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28.

Terlepas dari semua itu, saya mendukung sikap PKS yang tidak ikut menggarap (berkonfederari dengan) parpol lain. Disatu sisi, barangkalai keputusan PKS ini akan dianggap ingin menang sendiri dan tidak peduli terhadap kesatuan umat islam di indonesia (PKS masih berasaskan Islam), mengingat adanya tuntutan dari berbagai pihak untuk menyatukan kekuatan islam. Seperti dari wakil Ketua umum PBNU Slamet Efendi.

Dalam sejarah politik Indonesia, belum ditemukan adanya partai yang bergabung dengan inisiatif sendiri. Adapun pengabungan partai yang terjadi lebih kepada “paksaan” dari pemerintah seperti lahirnya PDI dan PPP di zaman orde baru. Kisah “pisah ranjang” parpol lebih sering terjadi daripada penggubungan partai. Setelah Pemilu 1955, beberapa komponen umat islam keluar dari Masyumi dan membentuk partai sendiri, baru-baru ini adanya partai Barisan Nasional (Barnas) yang didirikan oleh pendiri Partai Demokrat juga menunjukkan bahwa dari dulu sampai era “reformasi “ini perpecahan parpol senantiasa terjadi.

Hal ini tidak terlepas dari besarnya kepentingan pribadi mengalahkan kepentingan bersama. Melihat hal ini, jika PKS menghabiskan sebagian energinya untuk menggarap konfederasi maka saya percaya bahwa energi tersebut hanya akan sia-sia. Dan tidak akan memberikan efek yaang besar terhadap kesuksesan pemilu 2014.

Disamping itu, jika kita mau jujur, PKS adalah satu-satunya partai yang masih memiliki ideologi serta memiliki pemilih yang jelas dan kader yang “patuh” kepada pemimpin partai. (PDIP yang mengaku partai ideologis sudah mulai pudar ideologinya dan sudah mengarah pada politik popular). Idoelogi yang dimaksudkan disini bukanlah terbatas pada asas partai, seperti Religious, Pancasila dsb. Akan tetapi lebih kepada ciri khusus dalam berpolitik yang membedakannya dengan partai lain.

Ideologi PKS serta ciri khusus yang melekat padanya seyogyanya mesti di “adaptasi”kan dengan lingkungan konfederasi (jika konfederasi terbentuk), yang otomatis membuat ciri tersebut menjadi tidak “pure”. PKS akan kehilangan identitasnya dan bukan tidak mungkin, kader yang terkenal “patuh” akan tidak lagi bersama dengan PKS di jalur politik.Alih-alih menambah suara partai, malah akan memicu kader meninggalkan partai., yang selama ini menjadi tulang punggung dan mesin politik partai. Hal ini pernah terjadi setelah kebuntuan komunikasi PKS dengan Cepres Jusuf Kalla (JK), Sehingga terbentuknya Foruk Kader Peduli (FPK)

Lalu bagaimana dengan kekuatan Islam?

Di zona abu-abu yang sarat dengan kepentingan ini (politik) para elit masih sulit untuk melepaskan kepentingan pribadi dan kelompok masing-masing kendatipun kita sama-sama bersepakat akan pentingnya persatuan umat.

Kesatuan Imamah merupakan suatu cita-cita yang setiap muslim harus mendukung dan mengusahakan ketercapaiannya, hanya saja untuk kondisi saat ini berkonfederasi bukanlah pilihan terbaik. Pun demikian, tidak berkonfederasi juga tidak menutup kemungkinan untuk bekerjasama dalam kebaikan.

Akan tetapi untuk menjaga aspirasi umat tetap dapat diserap walaupun partai pilihannya tidak lolos PT, parta-partai Islam mesti senantiasa menjaga silaturrahim (lebih daripada hanya berkunjung saat lebaran, bersalaman setelah selesai rapat/shalat dsb), saling berbagi informasi mengenai keadaan umat yang sesungguhnya.



Efri Yunaidi

Bukan Pengamat politik dan Bukan Aktivist Parpol

Jumat 9 desember 2010

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan beramal shaleh....