Komunitas Pembelajar

Pengurus Wilayah

Pelajar Islam Indonesia ( PII )

Sumatera Barat

Gedung Student Centre Jln.Gunung Pangilun Padang ( Depan MTsN Model Padang)

Search

Rabu, 12 Januari 2011

ISLAM DAN IMPERIALISME PEMIKIRAN

Umat Islam Indonesia dalam Lingkaran Setan Imperealisme Pemikiran

Part 1

Oleh: Rengga Satria

Sekretaris Umum PW PII Sumatera Barat


Beberapa waktu yang lalu saya pernah berdiskusi dengan peserta Intermediate Training di Bukittinggi, dimana diskusi itu akhirnya mengarah kepada tema tulisan ini. Kesimpulan diskusi itu adalah segala kemerosotan Aqidah, Moral umat Islam saat ini tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Imperealisme secara pemikiran yang menggrogoti Umat Islam saat ini. Sehingga saat itu timbul keinginan untuk mempertajam Diskusi itu dalam bentuk tulisan sederhana.

Imperealisme berarti Penjajahan, pendudukan suatu kaum terhadap kaum yang lain. Kata imperealisme biasanya dipakai dalam bentuk penjajahan secara fisik seperti penjajahan Negara barat terhadap Negara-Negara Islam, namun penjajahan secara fisik telah berakhir dengan telah merdekanya Negara Negara Islam terebut, walaupun masih adanya Pendudukan Israel atas Palestina.

Abul ‘ala al Maududi menjelaskan bahwa penjajahan itu ada dua macam, pertama penjajahan maknawi serta Moral dan kedua penjajahan fisik dan Politik. Selanjutunya Maududi mengatakan “ Yang Pertama (penjajahan Moral) muncul lantaran adanya suatu bangsa yang maju dan kuat dalam pemikiran dan konsepsi yang membuat bangsa-bangsa lain mempercayai pemikiran-pemikiran mereka. Sehingga Konsepsinya dapat menguasai hati nurani dan Aqidahnya mengendalikan kesadaran dan Intelektual bangsa itu”. jika kita mencoba membaca realitas Umat Islam Indonesia saat ini, maka kita akan menemukan bahwa pendapat Cendikiawan Muslim dari India ini sangatlah tepat.

Kita mungkin masih ingat ketika terjadi penolakan besar besaran dari Umat Islam terhadap jemaat Ahmadiyah, namun komunitas Islam Liberal yang diwakili oleh Ulil mengatakan bahwa Fatwa MUI tentang penyesatan Ahmadiyah adalah biang kerok kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah dan ia juga menambahkan bahwa MUi tidak bisa mengeluarkan Fatwa penyesatan terhadap komuntas komunitas lain. Ataukah terbitnya buku Fiqh Lintas Agama yang memfatwakan NIkah beda agama itu sah, Gay itu diboleh kan, dll. Dilain sisi, akhir ini dikembangkan pemahaman Islam Anti kekerasan, Islam Inklusif dan Islam Membebaskan ataupun sekulerisasi. Pemahaman – pemahaman seperti ini dianggap menjadi solutif dalam membangun masyarakat madani di Indonesia. Jikakita pahami sekilas pintas pemahaman ini memang terkesan Rasional dan mengajak umat Islam untuk merekontruksi ajaran agamanya ini, namun sejatinya pemahaman seperti ini meracuni pemikiran umat Islam agar memahami Islam Secara Parsial dan meninggalkan Pedoman utama Umat Islam itu sendiri.

Islam Anti kekerasan dianggap menciptakan kedamaian dan toleransi antar golongan, tapi perlu diingat bahwa Islam juga mengajarkan “kekerasan” (lihat Al Baqarah 216), namun dalam kondisi umat Islam itu berada dalam posisi terzalimi seperi di palestina. Namun Islam sangat mengecam keras Umat nya yang melakukan kekerasan tanpa alasan yang jelas (lihat Al Ma’idah 32). Saya khawatir pemahaman seperti ini menjadikan umat Islam tidak Responsif terhadap saudaranya yang terzalimi dan selalu mendewakan “Diplomasi” karena memahami Islam secara Parsial.

Islam Inklusif , Dialog Antar Agama, Doa Antar Agama, Pluralisme dikhawatirkan membawa Misi dalam upanya pendangkalan Aqidah Umat Islam. Teori Pluralisme yang Inklusif (terbuka) berarti “ semua Agama memiliki Tujuan yang sama dan memiliki Kebenaran yang sama”. Mengacu pada John B Copp Jr, Buddy mengungkapkan “agama agama lain berbicara tentang cara yang berbeda, tetapi memiliki kebenaran yang sama”. Teori Islam Inklusif dianggap bisa mendorong terciptanya Kerukunan Umat beragama di Negara Indonesia yang majemuk ini. Bukankah Nabi telah membuktikan dengan mendirikan Negara Madinah, Ia mampu menciptakan Kerukunan Umat beragama itu dalam bingkai masyarakat Madani tanpa harus mengatakan bahwa Islam itu membawa kebenaran yang sama dengan agama lain.

Sekulerisasi yang menyuarakan Pemisahan urusan Agama dengan persoalan keduniawian (Negara, hokum dll) diadopsi dari pemikiran Barat yang memberontak terhadap Hegemoni Gereja yang terlalu mengekang kehidupan bernegara dan perkembangan Ilmu Pengetahuan. Pemahaman seperti ini mungkin cocok untuk “mereka” namun sangat Ironis sekali jika ini juga diaplikasikan dalam kehidupan berIslam. Kemana Islam Rahmatan Lil A’lamin jika pemahaman “pemisahan” seperti ini kita agung-agungkan…. Jangankan mengatur urusan Negara yang begitu Komplek, membuang paku di tengah jalan dan urusan ke WC pun diatur dalam Agama Islam ini…. Agama kita ini. Maka konsep Islam Rahmatan lil A’lamin ini yang mesti umat Islam terutama cendikiawan Muslim ataupun para Aktivis Islam mengkomunikasikan kepada masyarakat majemuk Indonesia ini tanpa harus mengatakan semua Agama itu “membawa kebenaran yang sama” atau pun menyuarakan “dikotomi” antara Agama dengan Keduniawian.

Karena Islam bukan Rahmatan lil umat Islam tapi…….. ISLAM RAHMATAN LIL ‘ALAMIN

Allahu ’alam bishshawab…….

Insya Allah akan bersambung………..

Terilhami dari “ Diskusi Intermediate Training di Bukittinggi tanggal 26 des 2010-03 jan 2011 dan Buku IMperealisme Baru karangan Nuim Hidayat, M.Si

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan beramal shaleh....