Komunitas Pembelajar

Pengurus Wilayah

Pelajar Islam Indonesia ( PII )

Sumatera Barat

Gedung Student Centre Jln.Gunung Pangilun Padang ( Depan MTsN Model Padang)

Search

Jumat, 14 Januari 2011

ISLAM DAN IMPERIALISME PEMIKIRAN (2)

Umat Islam Indonesia dalam Lingkaran Setan Imperealisme Pemikiran

Part 2

Oleh: Rengga Satria

Sekretaris Umum PW PII Sumatera Barat

Tulisan sederhana ini adalah kelanjutan dari “diskusi” tentang Imperealisme Pemikiran yang melanda umat Islam Indonesia yang beberapa hari lalu kita bahas.

Beberapa bulan yang lalu saya pernah mengalami pengalaman yang menarik, ketika tampil persentasi makalah Metodologi Studi Islam yang membahas metodologi studi hadits. Seorang peserta diskusi bertanya seperti ini “ boleh kah kita mengkaji suatu hadits tanpa harus berpegang kepada pendapat ulama terdahulu, kita tetap membaca pendapatnya namun ketika mengkaji hadits kita menggunakan pendapat sendiri tanpa harus berpegang kepada pendapat ulama yang kita baca tadi, bukankah kita memiliki akal??”. Atau ketika saya semester 2 yang lalu tepatnya waktu kuliah sejarah peradaban Islam, pemakalah mengatakan “bahwa Khalifah Ustman bin Affan memerintah secara “Nepotisme”, ia mengangkat para keluarganya untuk menjadi pejabat Negara tanpa mempertimbangkan keahlian keluarganya tersebut. Khalifah ustman sering dikritik oleh para sahabat yang lain karena kebijakan nya itu namun beliau tak mengubrisnya… bahkan Ustman pernah mengangkat keluarganya yang memiliki kebiasaan mabuk untuk menjadi salah satu gubernur”.

Prof Dr Azyumardi Azra guru besar pemikiran sejarah Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memang menganjurkan untuk melihat sejarah Islam secara Objektif (analitis-kritis) walaupun mengguncang keyakinan kita pada sejarah Islam.

Sejarah Kodifikasi Hadits telah menjelaskan bagaimana ulama Hadits ini sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits, terutama Imam Bukhari yang tak segan segan menempuh perjalanan ribuan kilometer dan puluhan tahun hanya untuk meneliti kesahihan suatu hadits, hafal puluhan ribu hadits. Lalu sekarang, ada yang mengusulkan untuk mengkaji Hadits secara kontemporer tanpa terikat dengan pendapat ulama yang mulia ini.

Bukankah Rasulullah sendiri bahkan Al Quran juga telah menjamin akan kemulian para Sahabat Utama Rasulullah SAW ini. Lalu sekarang, ada yang mengatakan Utsman “nepotisme” dalam menjalankan roda kekhalifahan dan bahkan menghujatnya sebagai khalifah yang tidak adil. Mungkin kita pernah merasa tertarik dengan pendapat seperti ini, maka kita perlu mempertanyakan kepada diri kita……. Siapa kita???? Sehingga kita berhak menghujat Sahabat Nabi yang Mulia atau menganggap pendapat Ulama Salaf (terdahulu) tidak kontekstual lagi lalu mengusulkan adanya pengkajian hadits secara kontemporer.

Senada dengan pengalaman yang saya ceritakan ini, Syaikh Yusuf Qaradhawi pernah berkata “pada zaman sekarang ini ada kita mendapati ada orang yang meragukan keharaman Khmar atau riba, atau tentang bolehnya Thalaq dan berpoligami dengan syarat-syaratnya. Ada yang meragukan keabsahan Sunnah Nabi SAW sebagai sumber hokum. Bahkan ada yang mengajak kita untuk membuang seluruh Ilmu Al Quran dan seluruh warisan Ilmu Pengetahuan Al Quran ke tong sampah untuk kemudian memulai membaca Al Quran dari nol dengan bacaan Kontemporer, dengan tidak terikat oleh suatu ikatan apapun, tidak berpegang pada ilmu pengetahuan sebelumnya, juga tidak dengan kaidah dan aturan yang ditetapkan oleh ulama umat Islam semenjak berabad-abad silam.

Jika setiap kita mencoba mengingat-ngingat pengalaman masing-masing maka mungkin setiap kita pernah mengalami, mendengar, membaca komentar ataupun pendapat yang terkesan Ilmiah, rasional dan mengelitik “adrenalin” berfikir, namun saat direnungkan kembali pendapat “nyeleneh” ini ternyata berupanya “mendobrak” kemapaman Ajararan Islam yang telah dirumuskan oleh para ulama Salaf berdasarkan Al Quran dan Sunnah.

Pemikiran-pemikiran Kontemporer yang menyatakan perlunya merekontruksi ajaran Islam, membangun Fiqh yang Humanis, mengkaji sejarah Islam secara Objektif(kritis-analitis), membangun Teologi Inklusif, pentingnya sekulerisasi, dan Reinterpretasi otoritas ayat Al Quran secara Hermeneutika agar Islam menjadi solutif dalam membangun masyarakat madani di era modernisasi ini. Maka tidak ada salah nya jika kita bertanya, apakah semua ini memang untuk merekontruksi ajaran Islam atau malah bertujuan untuk medekontruksi dan mendobrak kemapaman Ajaran Islam itu sendiri. Namun jika memang pemikiran ini bertujuan agar Islam “match” dengan perkembangan Zaman, maka pertanyaan selanjutnya adalah apakah Islam yang mesti me-macth-kan diri dengan perkembangan Zaman agar Islam selalu relevan sepanjang zaman. Kalau seperti itu, kemanakah Kesempurnaan Islam itu,,, kemanakah Islam Rahmatan Lil ‘Alamin itu???????

Metode kajian ala Orientalis atau lberalis Islam ini memang kadang kala bisa menaikkan “adrenalin” berfikir, bergaya Ilmiah dan menggunakan metodologi yang kritis. Namun sebenarnya didalam nya ada racun yang membahayakan. Kajian ini menggunakan metodologi Kritis, mencari-cari kelemahan Islam dan memberikan rujukan dari Ilmuwan barat. Bukan dengan metodologi Hikmah, mengungkap keunggulan Islam dengan menggunakan rujukan para ulama Salaf (terdahulu) yang mulia.

Samuel P Hutington menjelaskan dalam tesis nya yang berjudul benturan antar peradaban, bahwa Islam akan menjelma menjadi sebuah peradaban besar. Mungkin kita merasa bangga karena ia meramalkan hal tersebut, namun perlu kita ketahui bahwa selain menjadi akademisi Hutington juga bekerja di departemen luar negeri Amerika serikat. Sehingga jika Hutington mengatakan Islam akan menjadi sebuah peradaban besar, maka secara tidak langsung ia ingin menyampaikan bahwa kebijakan luar negeri Amerika akan menganggap Islam sebagai musuh utama mereka. Oleh karena itu, patut dikhawatirkan bahwa Imperealisme Pemikiran ini adalah salah satu “Agenda Besar” dari mereka dalam meracuni pemikiran Umat Islam terkhusus Umat Islam Indonesia.

Dalam mengakarkan Imperealisme Pemikiran kedalam “jantung” umat Islam khususnya Umat Islam Indonesia, maka kita perlu memperhatikan beberapa hal dibawah ini,

Orientalisme

Saat Napoleon Bonaparte menaklukkan Mesir pada tahun 1789, ia membawa puluhan sarjana Mesir yang ditugaskan untuk mempelajari seluk-beluk masyarakat Mesir. Sebagai hasilnya, terciptalah 23 jilid besar tentang Egyptologi, yaitu buku tentang serba serbi Mesir ditinjau dari segi sejarah , adat Istiadat, agama, bahasa, arkeologi, kesusteraan, politik, ekonomi, militer dan sebagainya. Semangat Ide Napoleon inilah yang kemudian melatar belakangi munculnya kajian Orientalisme di Negara barat.

Jika kita kembali membuka sejarah perang Aceh, maka kita akan menemukan ternyata belanda sangat kepayahan menguasai tanah Aceh tersebut. Sehingga akhirnya belanda mengutus seorang Orientalis yang bernama Christian Snouck Hurgronje untuk menyusup kedalam masyarakat aceh dan akhirnya memang berhasil melakukan politik becah belah.

Mata rantai orientalisme ini sekarang ini diwujudkan dengan didirikannya pusat-pusat studi Islam di Universitas terkemuka di dunia, seperti Mc gill University, Columbia University dan menyediakan beasiswa bagi Intelektual muda Islam untuk belajar di Universitas tersebut. Beberapa Orientalis terkenal adalah Theodor Noldeke, Joseph Schacht, Ignaz Goldziher, Christian Snouck Hurgronje, Louis Massignon, Montgomerry Watt, Karen Amstrong, dll.

The Asia Foundation

Sekitar Tahun 2003, seorang Aktivis Islam Jakarta mendatangi kantor TAF di jalan Darmawangsa Raya, kebayoran Baru. Ia datang dengan menenteng majalah yang berwajah Islam militant. Aktivis Islam itu ingin mencoba memastikan maukah TAF mndanai majalah seperti itu? Staf yang menemuinya tertawa dan kontan menolak member bantuan. Majalah yang ditentengnya itu sreing mengecam kristenisasi, Islam Liberal, dan Program-program AS di dunia Islam. Kejadian lain, seorang mahasiswa Solo mengajukan proposal ke TAF untuk kegiatan Pendidikan Multikultural, Pluralisme, dll. Ia hanya mengajukan 5 juta Rupiah, tapi ia kaget bukan main karena dana yang dikucurkan TAF kepadanya sejumlah 50 juta rupiah, sepuluh kali lipat dari proposal yang diajukannya.

Ketika diwawancarai oleh majalah Hidayatullah bulan Desember 2004 yang lalu, ulil Absar Abdalla Koordinator JIL ketika itu mengatakan bahwa ia mendapat dana sebesar 1,4 Milyar Rupiah setiap tahunnya. Maka setiap dana yang dikucurkan memberikan konsekuensi penjajahan pemikiran terhadap umat Islam.

Dalam situsnya(www.asiafoundation.com) mengatakan bahwa sebagian donasinya berasal dari lembaga Yahudi dan Amerika seperti American Jewish Service, Ford Foundation dll.

Samuel Zweimer, Direktur Organisasi misi Kristen dalam Konferensi Misionaris di Kota Quds (1935),” misi utama kita bukan menghancurkan kaum muslimin sebagai orang Kristen, namun mengeluarkan seorang muslim dari Islam agar jadi orang yang tidak berakhlak sebagaimana seorang muslim. Dengan begitu akan terbuka pintu kemenangan Imperealisme di negeri-negeri Islam. Tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam. Generasi Muslim yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi yang malas, dan hanya mengejar kepuasan hawa nafsunya.”

Terakhir, saya dan mungkin kita semua patut khawatir bahwa sekarang ini Cendekiawan Muslim, Aktivis Islam yang berafiliasi dalam Ormas keislaman, dan penggeliat Pendidikan di IAIN-UIN telah menjadikan Pemikiran “kontemporer” sebagaimana kita bahas tadi sebagai Budaya Intelektualnya. Karena sadar atau tidak, Umat Islam Indonesia sedang berada dalam Lingkaran Setan Imperealisme Pemikiran………..

Allahu ‘alam bishshawwab

Ini hanyalah tulisan sederhana……… namun semoga memiliki arti yang tidak sederhana.

Mohon kritikan dan saran pembaca agar penulis tidak jatuh dalam ”merasa benar pada pendapat yang salah..”

Terilhami dari “ Diskusi Intermediate Training di Bukittinggi tanggal 26 des 2010-03 jan 2011 dan Buku IMperealisme Baru karangan Nuim Hidayat, M.Si “

Catatan: semua kalimat yang ditulis miring dalam tulisan ini, adalah kutipan langsung dari buku Imperealisme Baru karangan Nuim Hidayat, M.si

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan beramal shaleh....