Komunitas Pembelajar

Pengurus Wilayah

Pelajar Islam Indonesia ( PII )

Sumatera Barat

Gedung Student Centre Jln.Gunung Pangilun Padang ( Depan MTsN Model Padang)

Search

Selasa, 29 Desember 2009




Training di Bukittinggi 27 desember 2009-2 january 2010




Training di Bukittinggi 27 desember 2009-2 january 2010

Selasa, 22 Desember 2009

Rinduku ibunda…


Kemilau peluh bersinar di wajah berbinar
Tak terpancar letih meski langkah tertatih
Kau sembunyikan ragu yang terus menghantu
Kau jaga pelita agar tetap bercahaya..



Warna hari kaususun dengan kasih
Warna kisah kaurajut dengan ikhlas
Warna cinta kaubingkai dengan doa

Rinduku ibunda…
Mungkin tak seluas ladang cinta yang kausemai
Mungkin tak sedalam kesabaran yang kautanam
Mungkin tak sebesar harap yang kausimpan

Rinduku ibunda…
Tercurah lewat butir doa dalam sujudku
Tercurah lewat lantunan kalam-Nya kutitipkan untukmu
Tercurah lewat kesungguhan penuhi harapmu
Terkumpul dalam gumpalan keinginan
Cepat kembali tunaikan bakti
Padang,21 Des'09_Kerang_Hatiakhwat

Hari ibu ini kupersembahkan untukmu. You will always be the best mother for me..



Dina M.A
Korwil PII WATI Sumbar

Menjadi Kader Militan itu, Harus!!!


Hanya satu negeri yang menjadi negeriku
Ia tumbuh dari perbuatan
Dan perbuatan itu adalah usahaku (rene de clerq)

Masih jernih dalam ingatan kita, ketika mengingat tragedi berdarah bom bunuh diri dihotel Jw Marriot dan Rize Callton dll sebagainya. Para pelaku serta unsur-unsurnya yang berada dalam peristiwa tersebut dicap sebagai Teroris.... Ekstremis... Militan dan sebagainya.


Dan jika bertanya kepada masyarakat, apa yang dimaksud dengan kata-kata militan, jawabannya tak lepas dari Teroris, Ekstremis, dan Pemberontak!!!
Jadi, apa sebenarnya yang dimaksud dengan kata-kata militan tersebut?? Dan bagaimana seorang militan tersebut???
Menurut The American Heritage Dictionaries, kata Militan tersebut berasal dari kata latin militans (militare, berarti melayani / mengabdi laiknya tentara). Kamus Online Wikipedia menulis kata militan merujuk individu atau pihak yang terlibat dalam penyerangan secara agresif maupuin verbal. Seiring waktu berlalu kata militan ini disenonimkan dengan teroris.
Bila merujuk sejarah bangsa Indonesia mengenai siapa-siapa saja pahlawan Indonesia, maka kita akan menemui diantara mereka (pahlawan) tersebut sosok Bung Tomo,Bung Hatta, Bung Karno, Jend. Sudirman, Natsir, serta Agus Salim dll. Mereka semua orang-orang yang memiliki militansi tinggi,dan tidak diragukan bagi masyarakat Indonesia. Mereka semua memiliki semangat yang tinggi dalam memperjuangkan apa yang mereka yakini, dan bahkan mereka siap mengorbankan harta dan jiwa untuk melepaskan dan menjaga Indonesia dari cengkraman para penjajah. Daya juang mereka tak habis dimakan usia, seperti Jend. Sudirman, kemana-mana harus di tandu, tapi tak menyurutkan langkahnya untuk memimpin geriliya.
Dengan melihat militansi para pahlawan Indonesia, membuat dada penjajah bergetar. Sehingga dalam pandangan mereka, orang-orang militan tak ubahnya ekstremis atau sponsor kekerasan, tapi bagi Indonesia, ia pahlawan. Mahatma Ghandi bagi penjajah Inggris dalah ektremis, tapi bagi India dan bahkan dunia, ia ikon perjuangan dan seorang militan sejati.
Menurut A. Riawan Amin orang militan itu mempunyai tiga ciri. Pertama, ia seorang aktivis. Ia melihat problem dan tampil untuk menyelesaikannya. Kedua, seorang militan tak pernah berhenti berjuang. Ia tahu bahwa kemenangan adalah hasil perjuangan panjang. Ketiga, seorang militan memilliki strong leaderhip (kepemimpinan yang kuat) dan visioner.
Awal-awal perkembangan agama islam juga tak luput dari militansi Rasulullah Saw dan para sahabat r.a pada waktu itu, mereka yakin terhadap apa yang mereka perjuangkan dan mereka juga megorbankan harta dan jiwa demi tegaknya kalimat tauhid. Dengan melihat militansi kaum muslimin, para penguasa qurays da penguasa penyembah berhala merasa risih, gundah dan geram melihat tindakan kaum muslimin dalam mengembangkan ajaran islam. Tak ada yang bisa mempengaruhi atau menghalangi perjuangan rasul dan para sahabat walaupun diantara mereka disiksa dan dibunuh oleh penguasa kafir.
Dengan merenung sejena, dapat diartikan bahwa mengartikan militan sebagai teroris tidaklah tepat. Karna seorang militan bukanlah teroris.
Bagaimana dengan kita sebagai kader yang memperjuangkan izzul islam wal muslimin??? Masih adakah militansi itu bersemayam di dada kita?? Jagan pernah meragukan apa yang kita perjuangkan, sesungguhnya apa yang kita perjuangkan tersebut akan oleh Yang Maha Kuasa di akhir nanti.
Hanya satu negeri yang menjadi negeriku
Ia tumbuh dari perbuatan
Dan perbuatan itu adalah usahaku
Puisi gubahan penyair Rene De Clerq ini, sering dikutip Muhammad Hatta atau dikenal dalam perjuangan sebagai Bung Hatta. Puisi ini seolah melukiskan pergolakan jiwanya yang pantang menyerah. Sekali menceburkan diri dalam perjuangan ia akan membayarnya meskipun bahaya menghadang dihadapan mata ( A. Riawan Amin, Indonesia Militan)
Menjadi militan itu harus.......!!!!
1. Mempunyai imajinasi
2. Visioner
3. Intelek
4. Tahan uji dan godaan
]


Hamda Risman
Kabid PPO PW Sumbar

Minggu, 13 Desember 2009

UN ku,UN mu, UN kita...?


Putusan MA yang tentang pelaksanaan UN akhir-akhir ini tetap menjadi perdebatan, di sini.
Setidaknya ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya keberatan akan diberlakukannya UN, diantaranya :
1. Berdasarkan teori pendidikan pedagogis
Kemampuan peserta didik memiliki 3 aspek yaitu : pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu kelulusan.


2. Berdasarkan aspek yuridis
UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, misalnya pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Sedangkan dengan pelaksanaan UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dengan standar yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah.

Pasal 58 ayat 1 menyatakan, evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Pelaksanaan UN pada gilirannya telah menjadikan evaluasi hasil belajar sebagaimana diamanatkan oleh pasal tersebut telah dilanggar, UN telah menjadi instrument evaluasi sepihak dan menghilangkan hak pendidik dalam melakukan evaluasi hasil belajar.

Pasal 59 ayat 1 menyatakan pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola , satuan, jenjang dan jenis pendidikan.Sedangkan dengan pemberlakuan UN pemerintah hanya mengevaluasi hasil beajar yang seyogyanya menjadi hak serta kewajiban pendidik sebagaimana amanat UU pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 58 ayat 1.

Dalam pelaksanaan Un pun, tidak terlepas dari hal-hal yang merusak wibawa UN itu sendiri.Misalkan fasilitas yang tidak merata disetiap sekolah penyelenggara UN. Disatu sekolah bias memiliki perlengkapan yang lebih memadai sedangkan pada sekolah yang lain fasilitas tersebut sangat minim.
Permasalahan yang lain adalah lemahnya pengawasan oleh guru pengawas terhadap peserta dan bahkan ada “kesepakatan” antar sekolah asal pengawas untuk “sama-sama tau”.

Efri Yunaidi

Sabtu, 12 Desember 2009

Kebangkitan Anak Nagari


Kebangkitan anak nagari 1 di kecamatan nan sabaris 15 November sudah selesai, begitu juga KAN 2 di sungai limau juga sudah selesai dan alumni kebangkitan anak nagari yang tergabung dalam komunitas pelajar pemimpin dan berprestasi sudah melakukan pertemua follouw up di SMA 1 nan sabaris untuk alumni kan 1 dan SMA1 sungai limau Untuk Alumni KAN 2 pada tanggal 6 desember 2009 lalu.
Bertepatan dengan tanggal tersebut (6 desember 2009) juga dilaksanakan kebangkitan anak nagari 3 di aula STIA BNM kecamatan pariaman tengah,Kota Pariaman.
Kegiatan yang digawangi oleh KPP-PII ini di ikuti oleh pengurus OSIS dari SMA 1 Pariaman Tengah dan pengurus osis SMP 1 Pariaman Tengah dari 5 sekolah yang diundang.


KAN 3 ini di kelola oleh team PII dan Fathir fahmi Mujahid selaku team dari PNP Greatness Center yang juga merupakan Staff bidang KPL PW PII Sumbar . Dari jalannya kegiatan terlihat bahwa peserta yang mengikuti kegiatan antusias dan bersemangat serta meunjukkan apresiasi yang tinggi terhadap “asupan” yang doberikan oleh PII, bahkan ada peserta yang ingin membuat himpunan pelajar pecinta fisika dan PII siap untuk menjembatani itu.
Alumni KAN 3 ini juga akan tergabung dalam Komunitas Pelajar pemimpin dan berprestasi dan suatu hari nanti akan dipertumkan dengan anggotan Komunitas lain PII dalam suatu agenda lain, insyaAllah habis ujian.Tunggu saja…
Untuk keberlanjutan pembinaan pelajar yang lebih luas dan menyeluruh, PII tetap membutuhkan dukungan kita semua.
PII Siap
PII jihad
PII AllahuAkbar

Jumat, 11 Desember 2009

Pelajar Garut Tolak UN



GARUT, KOMPAS.com - Sedikitnya 1.000 pelajar SMA di Kabupaten Garut yang mengatasnamakan Aliansi Pelajar Garut berunjuk rasa menolak penyelenggaraan ujian nasional atau UN, Kamis (10/12/09). Aksi mereka juga didukung oleh Dinas Pendidikan dan Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut.



Ribuan siswa yang berunjuk rasa itu berjalan kaki berangkat dari sekolahnya masing-masing sekitar pukul 09.00 menuju Gadung DPRD Kabupaten Garut. Di sana mereka berorasi dan menyebarkan pernyataan sikapnya terkait menolakan UN. Sejumlah spanduk dan poster juga dipampangkan.









Di Gedung DPRD mereka diterima oleh Komisi D DPRD Garut. Di hadapan Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Garut Helmi Budiman dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut Komar Mariuna, Ketua OSIS SMKN 1 Garut Sandi, menegaskan, pelajar menentang keras penyelenggaraan UN.



"UN tidak bisa dijadikan tolok ukur kelulusan siswa. Banyak yang sehari-hari berprestasi tetapi gagal ketika UN. Pemerintah pusat tidak tahu bagaimana keadaan siswa yang sebenarnya sehari-hari," tutur Sandi.



Penyelenggaraan UN dinilai Sandi justru menghamburkan anggaran negara. Alangkah lebih baik apabila anggaran itu digunakan untuk membangun fasilitas pendidikan yang lebih baik di pelosok daerah.



Sandi menjelaskan, tidak meratanya fasilitas dan infrastruktur pendidikan di pelosok daerah seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah ketika memaksakan UN tetap digelar. "Fasilitas pendidikan tidak merata. seharusnya itu yang dipikirkan pemerintah," ujarnya.



Siswa kelas III jurusan Administrasi Perkantoran SMKN 1 Garut Destari Nurhidayat menambahkan, beban siswa kejuruan menjadi ganda karena selain menghadapi UN mereka juga menghadapi ujian kompetensi yang penilainnya dilakukan bukan oleh gurunya sendiri.



Bagi siswa administrasi perkantoran ada 12 pelajaran uji kompetensi. "Saya jadi stres, apalagi nanti kalau sudah dekat ujian. Kami ingin UN dihapus dan biarkan guru kami sendiri yang memberikan penilaian," tutur Destari.



Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, Komar Mariuna, menegaskan, dirinya pun tidak sependapat jika UN dijadikan tolok ukur kelulusan siswa. Meskipun demikian, UN mungkin tetap dibutuhkan untuk mengevaluasi sejauh mana kualitas pendidikan di tanah air. "Kalau UN dijadikan ukuran kelulusan siswa saya kira saya juga tidak terima," ujarnya.



Terkait aspirasi penolakan UN ini, Ketua Komisi D DPRD Garut Helmi Budiman, mengutarakan, aspirasi penolakan UN tidak hanya muncul dari pelajar seperti yang dilakukan melalui unjuk rasa. Dewan sudah banyak menerima aspirasi penolakan UN ini dari berbagai kalangan, terutama di dunia pendidikan di Garut.



Helmi mengatakan, dewan akan menindaklanjuti aspirasi penolakan UN ini dengan mengirimkan surat kepada pemerintah pusat dan DPR RI yang isinya mempertimbangkan kembali UN sebagai syarat kelulusan.






Sumber : http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/12/10/19113238/pelajar.garut.tolak.un..